JAKARTA, KOMPAS.com - Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pengertian ini tertuang dalam poin keenam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Bentuk otonomi ini dinilai akan hilang jika wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD dilaksanakan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Alwis Rustam mengatakan, otonomi daerah bisa terlaksana ketika ruang dialog terjadi antara pemimpin daerah dan rakyatnya.
Dialog inilah yang menjadi bagian penting atau bahkan tulang punggung bagi daerah yang otonom.
Baca juga: Mendagri Sebut Pilkada Lewat DPRD Tak Dilarang UU, asal Demokratis
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=DPRD, partisipasi masyarakat, otonomi daerah, Pemilihan kepala daerah&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xOS8wNzA4MjUzMS91amlhbi1zZXJpdXMtYmFnaS1vdG9ub21pLWRhZXJhaC1qaWthLWtlcGFsYS1kYWVyYWgtZGlwaWxpaC1sYWdpLW9sZWgtZHByZA==&q=Ujian Serius bagi Otonomi Daerah jika Kepala Daerah Dipilih Lagi oleh DPRD§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Namun, belakangan, ruang dialog tersebut semakin tertutup, kebijakan tak lagi berdasarkan partisipasi masyarakat yang bermakna, dan semakin diperparah dengan wacana kepala daerah dipilih oleh elite politik.
"Problemnya sekarang dialog sudah ditutup, kan sudah jelas mungkin besok gubernur dipilih Presiden, wali kota/bupati (dipilih oleh) DPRD, mungkin," katanya dalam acara yang digelar Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Rabu (17/12/2025).
Lembaga seperti KPPOD atau Direktorat Jenderal Otonomi Daerah dari Kementerian Dalam Negeri mungkin akan hilang.
Sebab, jika pemilihan kepala daerah kembali mundur pada titik dipilih dengan tidak langsung, maka otonomi daerah tak akan berjalan.
Sebab itu, Alwis berharap agar pemerintah dan DPR-RI tak lagi mempertentangkan pemilihan langsung atau pemilihan yang dilakukan lewat DPRD.
Baca juga: Menakar Untung Rugi Kepala Daerah Dipilih DPRD, Solusi atau Kemunduran Demokrasi?
Karena menurut dia, problematik kepala daerah yang hadir saat ini bukan karena pemilihan langsung, melainkan penyakit politik yang datang dari aktor-aktor politiknya sendiri.
Seperti Bupati Lampung Tengah, misalnya, yang menyebut dirinya melakukan praktik korupsi karena ingin membayar utang kampanye pilkada 2024 yang disebut mahal.
Lantas, bukan berarti pemilihan langsung yang berbiaya mahal, tetapi cara-cara meningkatkan electoral dan politik uang yang menjadi biang keladinya.
"Padahal problem kita itu sistem, gimana supaya enggak boros, supaya tidak culas harus modal tinggi, money politic dan lain-lain, itu yang harus dibahas mati-matian," katanya.
Pada acara yang sama, Kepala Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mardyanto, mengatakan, pemilihan kepala daerah secara langsung saat ini justru berjalan semakin baik.





