Gerakan ayah mengambil rapor ramai di perbincangkan oleh masayarakat di media sosial jelang pengujung semester ganjil 2025/2026. Apasih gerakan ayah mengambil rapor? Simak penjelasan dibawah ini!
Definisi Gerakan Ayah Mengambil RaporGerakan Ayah Mengambil Rapor adalah inisiatif yang dicanangkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam upaya mengatasi isu fatherless di Indonesia. Tujuan utama gerakan ini adalah untuk memperkuat peran ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak sejak dini.
Gerakan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Bandan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Mendukbangga/Kepala BKKBN) Nomor 14 Tahun 2025 yang diluncurkan pada 1 Desember 2025. Setiap ayah diharapkan hadir untuk mengambil rapor anak mereka di sekolah saat penerimaan rapor di akhir semester. Waktu pelaksanaan gerakan ini akan disesuaikan dengan jadwal masing-masing sekolah.
Target peserta uji coba gerakan ini adalah semua ayah yang memiliki anak usia sekolah, termasuk anak di pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), jenjang pendidikan dasar, dan menengah. Dengan kehadiran ayah dalam momen-momen penting seperti pengambilan rapor, diharapkan akan tercipta kedekatan emosional yang berdampak positif bagi perkembangan anak.
Isu Fatherless di IndonesiaKeterlibatan ayah dalam keluarga di Indonesia masih menjadi isu yang krusial. Fenomena fatherless, di mana anak-anak tumbuh tanpa figur ayah yang hadir secara fisik ataupun emosional, memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan anak. Menurut data Pemutakhiran Pendataan Keluarga (PK) tahun 2025, satu dari empat keluarga di Indonesia, atau sekitar 25,8%, memiliki anak dengan kondisi fatherless. Faktor ekonomi dan disfungsi relasi keluarga, seperti perceraian, menjadi penyebab utama dari fenomena ini.
Kurangnya peran ayah dalam pengasuhan dapat menghasilkan berbagai konsekuensi negatif. Anak-anak yang tumbuh tanpa figur ayah berisiko mengalami masalah akademik, perilaku agresif, dan terlibat dalam perilaku berisiko. Dengan demikian, peningkatan keterlibatan ayah dalam pendidikan anak diharapkan dapat membantu mengurangi dampak dari fenomena ini serta memperkuat komunikasi antara orang tua dan institusi pendidikan.




