EtIndonesia. Konflik militer antara Thailand dan Kamboja kini telah memasuki minggu kedua sejak pecah pada awal Desember 2025, dan eskalasinya menunjukkan bahwa ini bukan lagi sekadar bentrokan perbatasan biasa. Serangan udara, peluncuran roket, serta tembakan artileri berat kini digunakan secara bersamaan di berbagai titik konflik, menandai peningkatan intensitas yang signifikan.
Di permukaan, konflik ini tampak sebagai sengketa bilateral dua negara Asia Tenggara. Namun di balik layar, pihak yang justru terlihat paling cemas adalah Beijing.
Serangan Thailand Menembus Jauh ke Wilayah Kamboja
Di garis depan pertempuran, Kamboja menuduh Thailand telah melancarkan serangan udara yang menembus wilayahnya sejauh 80 hingga 90 kilometer, menargetkan fasilitas militer strategis di wilayah pedalaman Kamboja. Jarak penetrasi sedalam ini menegaskan bahwa operasi tersebut bukan kesalahan navigasi atau insiden tak disengaja, melainkan serangan yang direncanakan dengan matang.
Langkah Thailand ini mengirimkan sinyal jelas: Bangkok tidak sekadar bertahan di garis perbatasan, tetapi secara aktif menekan infrastruktur militer inti Kamboja.
Gencatan Senjata ala Thailand: Damai di Permukaan, Tekanan di Substansi
Meski berbagai pihak internasional menyerukan penghentian konflik, Thailand menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima gencatan senjata tanpa syarat. Bangkok mengajukan tiga syarat utama:
- Kamboja harus terlebih dahulu mengumumkan gencatan senjata secara sepihak.
- Gencatan senjata harus bersifat nyata, terverifikasi, dan berkelanjutan, bukan sekadar deklarasi simbolis.
- Kamboja wajib bekerja sama dalam operasi pembersihan ranjau darat, yang selama ini menjadi ancaman serius di kawasan perbatasan.
Secara diplomatik, tuntutan tersebut terdengar moderat. Namun dalam praktiknya, banyak analis menilai langkah ini lebih menyerupai sidang penghakiman politik ketimbang negosiasi damai.
Media Tiongkok: “Penghinaan Diplomatik terhadap Kamboja”
Di dalam Tiongkok, media besar Tencent mengutip analis militer Yuan Zhou, yang secara terbuka menyebut tiga syarat Thailand tersebut sebagai “penghinaan diplomatik” terhadap rezim Kamboja.
Menurut analisis itu, Thailand secara tidak langsung memaksa Kamboja mengakui kesalahan sejak awal, sambil menempelkan label sebagai pihak yang kerap melanggar komitmen. Jika Phnom Penh menerima syarat tersebut, legitimasi rezim akan runtuh di mata publik dan internasional. Namun jika menolak, harga perang yang harus dibayar Kamboja akan semakin mahal—baik secara militer, ekonomi, maupun politik.
Mengapa Beijing Sangat Cemas?
Bagi Beijing, Kamboja bukan sekadar sekutu regional. Selama bertahun-tahun, negara ini dipandang sebagai simpul strategis kepentingan Partai Komunis Tiongkok (PKT) di Asia Tenggara, termasuk jalur aliran dana gelap dan kepentingan elite tertentu.
Serangan Thailand kali ini dinilai tidak hanya menghantam Kamboja, tetapi juga membongkar jaringan hitam kekuasaan PKT yang beroperasi di balik berbagai industri abu-abu di kawasan tersebut.
Waktu konflik ini pecah dinilai sangat sensitif. Bersamaan dengan eskalasi perang, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengajukan dakwaan terhadap Chen Zhi, pengusaha Kamboja sekaligus Ketua Prince Group. Dokumen hukum yang beredar menyebut Chen Zhi diduga berperan sebagai “sarung tangan putih” bagi keluarga Xi Jinping, khususnya dari faksi Fujian PKT.
AS, Trump, dan Dugaan Strategi Dua Lapis
Ketika Presiden AS, Donald Trump sebelumnya menyerukan gencatan senjata dan Thailand secara terbuka menolak, spekulasi pun bermunculan. Sejumlah analis menilai Washington dan Bangkok tengah menjalankan strategi dua lapis.
Di satu sisi, Trump tampil sebagai mediator di panggung diplomasi internasional. Di sisi lain, Thailand bergerak di lapangan dengan memotong langsung jalur infiltrasi, pencucian uang, dan jaringan operasional PKT di Kamboja.
Indikasi ini semakin kuat ketika pada 16 Desember 2025, sejumlah kendaraan di kawasan yang dikenal sebagai pusat penipuan daring di Kamboja terlihat melarikan diri dengan memasang bendera Tiongkok, seolah menandai kepanikan dan evakuasi darurat.
Beijing Turun Tangan: Utusan Khusus Dikirim
Pada 17 Desember 2025, Beijing akhirnya tak lagi bisa bersikap pasif. Pemerintah Tiongkok mengumumkan pengiriman utusan khusus urusan Asia ke Thailand dan Kamboja untuk melakukan mediasi yang dijadwalkan berlangsung pada 18 Desember 2025.
Langkah cepat ini dipandang sebagai upaya menyelamatkan kepentingan strategis PKT, bukan semata menjaga stabilitas kawasan.
Gejolak Internal di Kamboja
Di dalam negeri Kamboja sendiri, tanda-tanda keguncangan mulai terlihat. Beredar rekaman warga yang menurunkan papan nama berbahasa Mandarin di sejumlah jalan utama. Pemerintah Kamboja mengklaim tindakan tersebut hanyalah penertiban aturan reklame.
Namun banyak pihak menilai waktu kejadian terlalu sensitif untuk dianggap kebetulan.
Selama bertahun-tahun, kemarahan publik terhadap keluarga Hun Sen dan hubungan erat mereka dengan PKT dinilai terpendam. Kini, ketika struktur kekuasaan mulai terguncang akibat tekanan eksternal dan perang, arah angin politik dapat berubah sangat cepat.
Garis Merah PKT dan Risiko Eskalasi Regional
Di media sosial Tiongkok dan Asia Tenggara, muncul analisis yang lebih ekstrem: garis merah PKT dalam konflik ini adalah mencegah lahirnya rezim Kamboja yang pro-Amerika. Beijing sangat khawatir Kamboja mengalami skenario yang mereka sebut sebagai “revolusi warna”.
Karena itu, PKT diduga akan meningkatkan bantuan di balik layar kepada Kamboja dan sekaligus menekan Thailand secara diplomatik maupun ekonomi. Jika langkah tersebut gagal, opsi paling berbahaya adalah eskalasi militer langsung, bahkan memanfaatkan Myanmar untuk membuka tekanan dari sisi lain, memaksa Thailand menghadapi perang dua front.
Pertaruhan Geopolitik Besar
Bagi PKT, konflik Thailand–Kamboja kini telah berubah dari konflik regional menjadi soal keamanan rezim dan pertaruhan geopolitik besar. Bagaimana konflik ini berakhir akan menentukan bukan hanya masa depan Kamboja, tetapi juga posisi strategis Tiongkok di Asia Tenggara dalam beberapa dekade ke depan.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/4871909/original/065251600_1719115537-WhatsApp_Image_2024-06-23_at_10.21.35_be4eae3a.jpg)

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5449405/original/088184100_1766058600-Banner_Infografis_UMP_H.jpg)
