Bursa saham Asia bangkit pada Jumat (19/12/2025) setelah reli saham teknologi mengangkat Wall Street.
IDXChannel - Bursa saham Asia bangkit pada Jumat (19/12/2025) setelah reli saham teknologi mengangkat Wall Street.
Namun, investor tetap bersiap menghadapi potensi kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan (BOJ) yang diperkirakan dapat memicu gejolak di pasar mata uang dan obligasi.
Pagi ini, hingga pukul 08.56 WIB, pasar Asia memilih mengikuti arah Wall Street. Indeks Nikkei Jepang naik 1,09 persen, sementara indeks Kospi Korea Selatan terkerek 0,46 persen, didorong kinerja solid produsen chip Micron Technology.
Kemudian, Shanghai Composite naik tipis 0,06 persen, Hang Seng Hong Kong tumbuh 0,28 persen, ASX 200 Australia terapresiasi 0,40 persen, dan STI Singapura menguat tipis 0,09 persen.
Indeks MSCI saham Asia Pasifik di luar Jepang menguat 0,2 persen.
Sentimen pasar turut terdongkrak oleh perlambatan mengejutkan inflasi konsumen Amerika Serikat (AS), yang turun menjadi 2,7 persen.
Meski demikian, para analis mengingatkan data tersebut terdistorsi oleh penutupan sebagian pemerintahan AS, sehingga tidak bisa sepenuhnya dijadikan acuan.
Ekspektasi pasar terhadap kebijakan Federal Reserve (The Fed) hanya berubah tipis.
Peluang pemangkasan suku bunga pada Januari diperkirakan baru sebesar 27 persen, sementara untuk Maret naik menjadi 58 persen dari sebelumnya 54 persen.
Pasar memproyeksikan sekitar 90 persen kemungkinan BOJ menaikkan suku bunga acuannya sebesar seperempat poin menjadi 0,75 persen pada Jumat ini.
Perhatian investor tertuju pada sinyal lanjutan terkait arah pengetatan kebijakan ke depan.
Investor saat ini hanya memperkirakan satu kali kenaikan tambahan hingga 1,0 persen pada 2026.
Namun, jika BOJ memberi petunjuk akan langkah yang lebih agresif, hal tersebut dapat menopang nilai yen yang tengah tertekan, sekaligus menambah tekanan pada pasar obligasi pemerintah.
“Meski begitu, suku bunga kebijakan masih berada di wilayah stimulus dan terdapat ruang bagi normalisasi kebijakan BOJ lebih lanjut,” tulis analis Commonwealth Bank of Australia (CBA) dalam catatannya, dikutip Reuters.
Analis CBA melanjutkan, “Menguatnya argumen tersebut didukung oleh inflasi inti yang bertahan di atas target BOJ sebesar 2 persen dalam dua tahun terakhir, serta pelemahan tajam yen dalam dua bulan terakhir yang berpotensi mendorong inflasi.”
Data yang dirilis Jumat menunjukkan inflasi inti Jepang naik 3,0 persen secara tahunan pada November, tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya.
Sementara itu, kontrak berjangka (futures) S&P 500 dan Nasdaq 100 bergerak datar setelah mencatat kenaikan pada perdagangan berjangka semalam.
Di pasar obligasi, pelaku pasar menyambut data inflasi AS dengan hati-hati.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun bertahan di level 4,126 persen, masih di bawah puncak tertinggi sekitar tiga setengah bulan terakhir di 4,209 persen. (Aldo Fernando)




