Banjir Sumatra Hasil Kombinasi Fenomena Siklon Senyar dan Degradasi Lahan

katadata.co.id
4 jam lalu
Cover Berita

Peneliti Landscape Indonesia menyebut bencana banjir dan longsor yang dipicu Siklon Tropis Senyar di Sumatra disebabkan oleh fenomena iklim ekstrem dan bentang alam yang terdegradasi akibat aktivitas manusia.

Dalam penelitian bertajuk 'Warned by Nature' yang dipublikasikan oleh Landscape Advisory, peneliti Agus P. Sari menegaskan hujan ekstrem yang dibawa siklon Senyar jatuh di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang daya tampung ekologisnya telah melemah. Selama puluhan tahun, kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) di wilayah ini mengalami deforestasi, ekspansi perkebunan, pertambangan, serta pembangunan jalan, yang menghilangkan fungsi hutan sebagai penyerap air alami.

“Selama beberapa dekade, daerah aliran sungai di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat telah terfragmentasi oleh penebangan, perkebunan, pertambangan, dan pembangunan jalan,” tulis Agus Sari dalam laporannya, dikutip, Jumat (19/12).

Laporan tersebut mencatat hutan yang sebelumnya berperan sebagai spons alami menahan limpasan, menstabilkan lereng, dan meredam banjir telah terfragmentasi atau hilang sama sekali. Akibatnya, sungai-sungai di wilayah pegunungan dan pesisir Sumatra meluap dalam waktu singkat, memicu banjir bandang dan longsor yang menghancurkan permukiman, termasuk di kawasan Batang Toru dan sekitar Sibolga.

“Di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, curah hujan 24 jam melonjak jauh melampaui kapasitas serap tanah dan sungai, mengubah sungai-sungai pegunungan menjadi arus cokelat yang ganas dan memicu longsor yang melenyapkan seluruh desa,” tulisnya lagi.

Menurut Agus, perubahan iklim memang meningkatkan intensitas hujan Senyar melalui pemanasan Samudra Hindia dan atmosfer yang semakin kaya uap air. Namun skala kehancuran terjadi karena lanskap Sumatra telah kehilangan kemampuan alaminya untuk menahan dan mengatur air.

“Ketika hujan Senyar jatuh di lanskap yang telah berubah ini, air tidak meresap; ia mengalir deras. Lereng-lereng runtuh, mengirimkan longsor ke kota-kota seperti di wilayah Batang Toru dan Sibolga. Sungai naik terlalu cepat sehingga peringatan tidak lagi berarti,” tambahnya.

Laporan ini juga menyoroti bahwa sistem drainase dan pengelolaan sungai di banyak wilayah Sumatra dibangun untuk kondisi iklim masa lalu dan tidak lagi relevan menghadapi curah hujan ekstrem saat ini. Sungai yang diluruskan, dipersempit, dan dipenuhi sedimentasi membuat peringatan dini menjadi tidak efektif karena air naik terlalu cepat. Landscape Advisory menegaskan bahwa menyalahkan Siklon Senyar semata justru menutupi akar persoalan yang lebih dalam.

“Pertanyaan yang tepat bukanlah apakah perubahan iklim ‘menyebabkan’ Senyar, melainkan bagaimana perubahan iklim mengubah dampak Senyar ketika bertemu dengan lanskap yang sudah rusak,” tulis jurnal tersebut.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
PGN Batam Kembangkan Program CSR PELITA Tembesi
• 18 jam lalujpnn.com
thumb
Sempat Mangkir 2 Kali, Mantan Gubernur Arinal Djunaidi Diperiksa Kejati Lampung
• 22 jam lalukumparan.com
thumb
Kapolri Ungkap Satu Korporasi Jadi Tersangka Gelondongan Kayu di Banjir Sumut
• 14 menit lalukumparan.com
thumb
Gelar AKI 2025, Kemenbud Beri Penghargaan kepada Para Pegiat Budaya
• 14 jam laludetik.com
thumb
Atlet Indonesia kembali, lifter Rizki catatkan 2 rekor anyar
• 15 jam laluantaranews.com
Berhasil disimpan.