Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku pasrah namun tetap waspada usai pemerintah resmi menerbitkan aturan pengupahan baru yang mengerek indeks tertentu (alfa) dalam formula upah minimum secara signifikan.
Kalangan dunia usaha menilai lonjakan variabel alfa dalam perhitungan upah tersebut berisiko memukul kelangsungan industri padat karya yang tengah terseok-seok, hingga memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) lanjutan.
Adapun Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2025 yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 17 Desember 2025 menetapkan rentang nilai alfa menjadi 0,5 hingga 0,9, melonjak dari ketentuan sebelumnya yang hanya 0,1 hingga 0,3.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengungkapkan bahwa keputusan pemerintah tersebut melampaui usulan yang diajukan oleh pelaku usaha dalam pembahasan di Dewan Pengupahan Nasional.
"Masukan kami alfa itu [rentangnya] 0,1 sampai 0,3 kita expand ke 0,5. Jadi waktu itu usulan kami kalau yang KHL-nya [kehidupan layaknya] sudah di atas itu kan 0,3; tapi kalau masih di bawah ya itu bisa sampai 0,5. Itu usulan kami udah jelas dan datanya semua juga udah disampaikan.," kata Shinta di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
Dia menegaskan bahwa batas bawah alfa yang kini dipatok di angka 0,5 akan menjadi beban berat bagi sektor padat karya seperti tekstil dan garmen. Menurutnya, kenaikan beban operasional akibat formula anyar ini dikhawatirkan kontraproduktif terhadap upaya mempertahankan lapangan kerja.
Baca Juga
- Federasi Pekerja Dorong Reformasi Upah Demi Jaga Daya Beli Buruh
- PP Pengupahan 2026 Disahkan, Kadin Waswas Pertumbuhan Manufaktur Melambat
- Apindo: Keterlambatan PP Pengupahan Rugikan Dunia Usaha di Batam
"Concern kami adalah yang padat karya. Karena memang mereka ini akan sangat tertekan dengan adanya UMP yang di-expense seperti ini. Karena minimumnya itu 0,5 kan alfanya, itu jadi cukup tinggi," ujarnya.
Terlebih, sambungnya, kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional belum sepenuhnya pulih. Shinta mewanti-wanti agar penetapan upah di tingkat daerah nantinya tidak memicu efisiensi tenaga kerja.
Bola Panas di DaerahDengan terbitnya PP 49/2025, Shinta menyebut bola panas penetapan upah kini bergulir ke pemerintah daerah. Apindo meminta Dewan Pengupahan Daerah untuk cermat dalam menentukan besaran alfa dengan melihat kondisi riil industri di wilayah masing-masing.
Selain soal alfa, pengusaha juga menyoroti kembalinya ketentuan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Kabupaten/Kota (UMSK) sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) beleid tersebut.
"Belum lagi kita bicara soal upah sektoral, karena ini yang harus kami harap bahwa pemerintah daerah juga bisa mencermatilah kondisinya," tutur Shinta.
Di sisi lain, Shinta juga menyinggung soal inkonsistensi regulasi yang kerap berubah, mulai dari UU Cipta Kerja hingga revisi PP turunan yang berulang. Menurutnya, ketidakpastian itu menciptakan ketidakpastian yang membingungkan investor.
Kendati demikian, Apindo menyatakan akan menghormati keputusan pemerintah dan menjalankannya, sembari mengawal proses penetapan di tingkat daerah agar tidak mematikan usaha.
"Kita gak bisa apa-apa kan? Tapi nanti dalam proses di daerahnya masing-masing itu yang harus dijaga," tutupnya.




