JAKARTA, KOMPAS – Daya beli rendah disiasati dengan perilaku konsumen yang makin rasional dan berhati-hati dalam membelanjakan uangnya, agar agenda berlibur tetap berjalan. Tingkat pemesanan tiket transportasi dan akomodasi meningkat, tetapi dengan durasi menginap lebih singkat.
Masyarakat tetap merencanakan berlibur sekalipun daya beli rata-rata masih rendah. Mereka menyiasatinya dengan lebih hati-hati dalam berbelanja, apalagi masa libur Natal dan Tahun Baru 2025/2026 berdekatan dengan Lebaran 2026 pada Maret mendatang.
Public Relations Senior Manager Tiket.com, Sandra Darmosumarto, Jumat (19/12/2025), mengatakan, perilaku konsumen menunjukkan pola yang makin rasional dan berhati-hati. Pada perjalanan domestik, misalnya, sebagian konsumen cenderung memilih transportasi darat karena dianggap lebih ekonomis dan fleksibel.
Dari sisi akomodasi, vila menjadi salah satu pilihan untuk menginap. Sebab, penginapan itu menawarkan kapasitas yang memadai, kenyamanan, dan efisiensi biaya saat bepergian secara berkelompok.
“Kami melihat juga adanya peningkatan sensitivitas harga, di mana konsumen semakin aktif membandingkan harga dan memanfaatkan promo sebelum melakukan pemesanan,” kata Sandra secara tertulis.
Animo masyarakat yang tinggi ini terlihat dari data Tiket.com. Jelang masa Natal dan Tahun Baru 2025/2026, pemesanan tiket transportasi dan hotel meningkat. Pemesanan tiket pesawat naik hampir tiga kali lipat dalam rata-rata pemesanan harian selama periode Natal dan Tahun Baru. Pemesanan hotel juga terkerek naik sekitar dua kali lipat dibandingkan periode normal (low season).
Guna menyiasati pola perjalanan dengan isi kantong terbatas, durasi perjalanan didominasi dengan liburan singkat hingga menengah. Ini sejalan dengan tren liburan singkat atau short getaway yang terus berlanjut.
Pilihan perjalanan masyarakat saat ini banyak mengambil referensi dari media sosial. Dalam data Tiket.com, 9 dari 10 wisatawan mengandalkan media sosial sebagai titik awal perencanaan libur. Sebanyak 57 persen memanfaatkan Tiktok dan 34 persen menggunakan Instagram.
“Untuk media sosial, trennya sangat cepat untuk tahun ini. Tren dari media sosial mendorong untuk eksplorasi destinasi baru. Sebelumnya banyak destinasi, atraksi belum populer, tetapi di media sosial ini mereka sharing untuk menjadi hidden gem. Ini berpengaruh ke penjualan di platform kami,” tutur Chief Strategy Officer Tiket.com Tifanny Tjiptoning dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, mengatakan, Natal dan Tahun Baru memiliki ciri khas karena serentak seluruh dunia. Dengan demikian, pergerakan wisatawan nusantara dan mancanegara sama-sama tinggi.
Tren itu berbeda dengan Lebaran. Saat masa itu, mobilitas terbesar bertumpu pada pergerakan domestik wisatawan nusantara. Sebab, mereka lebih banyak menghabiskan waktu liburannya untuk pulang ke kampung halaman dan bersilaturahmi dengan sanak saudara.
Masa Natal dan Tahun Baru 2025/2026 berdekatan dengan masa Lebaran 2026, sehingga pelaku usaha memprediksi pergerakan masyarakat tidak terlalu signifikan. Sebab, daya beli yang masih rendah akan mendorong masyarakat untuk memilih bepergian di antara kedua momentum ini.
“Kalau daya beli masih jadi isu utama dengan kondisi saat ini, tentu jadi persoalan juga. Mungkin mereka ada yang merencanakan untuk pulang kampung nanti saat Lebaran daripada liburan Natal dan Tahun Baru,” Maulana.
Ia berharap, okupansi hotel pada masa Natal dan Tahun Baru kali ini bisa mencapai 80 persen. Angka ini lebih rendah ketimbang rata-rata okupansi pada kondisi kondusif dengan tingkat keterisiannya mencapai 90-100 persen.
Ia tidak berharap banyak karena daya beli masyarakat yang masih rendah. Hal ini terlihat pula dari rata-rata okupansi sepanjang 2025 yang berkutat pada angka 55 persen, lebih rendah dibanding 2022.
“Kalau daya beli masyarakat cukup baik, saya rasa dampak dengan kondisi tahun ini di mana libur Lebaran serta Natal dan Tahun Baru itu tidak terlalu jauh, itu enggak terlalu signifikan,” kata Maulana.
Guna memastikan kelancaran pergerakan masyarakat saat libur Natal dan Tahun Baru 2025/2026, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) telah menerbitkan Surat Edaran atau SE Menpar yang ditujukan pada seluruh pemerintah daerah (pemda), asosiasi, dan pelaku pariwisata.
“Kemenpar dengan tegas menginstruksikan agar pemda berkoordinasi intensif, utamanya dengan teman-teman asosiasi, seperti PHRI. SE ini telah disosialisasikan secara luas, dengan teman-teman asosiasi dan pemda,” ujar Wakil Menpar Ni Luh Enik Ermawati dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (16/12).
Kemenpar juga mendorong penerapan manajemen risiko destinasi pariwisata. Ini perlu dilakukan, terutama pada destinasi dengan tingkat risiko tinggi. Pemetaan rawan bencana dapat dikoordinasikan langsung dengan Badan Pusat Penanggulangan Bencana Daerah serta Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan
“Jadi, kami sudah menyebarkan matriks ke teman-teman pemda melalui Kedeputian II (Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur) untuk mengisi matriks itu, sehingga kami bisa petakan mana rawan bencana,” kata Ni Luh.
Ia berharap, pemda dapat segera memenuhi matriks tersebut. Antisipasi dimulai dari daerah rawan bencana, kemudian kebutuhan sistem deteksi dini. Penerapannya mengacu pada petunjuk teknis implementasi manajemen risiko di destinasi pariwisata dan modul kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan keberlanjutan lingkungan (CHSE), penanggulangan bencana, serta pengelolaan pengunjung.
“Semua modul ini sudah kami sebarkan ke daerah dan juga ke teman-teman pengelola daya tarik wisata yang mudah-mudahan dibaca, diterapkan, dan dilaksanakan dengan baik. Sehingga, akhir tahun ini kami bisa mendengarkan informasi yang baik,” tutur Ni Luh.

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5449288/original/043408500_1766052850-PHI_Vs_MAS.jpg)



