JAKARTA, KOMPAS.com - Dari kejauhan, seorang perempuan berambut putih tampak sibuk memandikan cucunya di sebuah sumur di yang berada di kontrakan pinggir rel kereta api, Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Perempuan itu bernama Diah (60). Ia telah menghuni kontrakan di pinggir rel kereta Kampung Bahari selama enam tahun terakhir.
Di tengah kesibukannya, Diah tampak antusias menyambut kehadiran Kompas.com meski sebelumnya tidak saling mengenal.
Baca juga: Di Balik Megahnya JIS, Ratusan Warga Tinggal di Kontrakan Rp 300.000 Tanpa Akses Layak
"Eh mbak, nyari siapa di sini, tumben-tumbenan ada tamu sampai ke sini," sapa Diah sambil tersenyum ketika dijumpai di lokasi, Kamis (18/12/2025).
Kedatangan orang asing ke lingkungan kontrakannya membuat Diah terkejut. Sebab, lokasi tempat tinggalnya begitu terpencil dan tak ada akses jalan seperti permukiman lainnya.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=Rumah Tak Layak Huni, indepth, Rumah tak layak di jakarta, kontrakan murah, kontrakan murah di Jakarta&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xOS8xNDU4NDI0MS9kb2Etc2V0aWFwLW1hbGFtLXBlbmdodW5pLWtvbnRyYWthbi1ycC0zMDAwMDAtaW5naW4tcnVtYWgtbGF5YWstdW50dWs=&q=Doa Setiap Malam Penghuni Kontrakan Rp 300.000: Ingin Rumah Layak untuk Anak dan Cucu§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Akses satu-satunya menuju ke kontrakan yang ditempati Diah harus menyusuri rel kereta api yang masih aktif sepanjang satu kilometer (km).
Selain terpencil, lokasi kontrakan juga berada lebih rendah dari rel kereta api sehingga kerap luput dari pandangan orang.
Meski demikian, kontrakan tersebut menjadi penyelamat bagi Diah dan keluarganya untuk memiliki tempat berteduh setelah pendapatan sang suami tak lagi mencukupi untuk menyewa rumah yang lebih layak.
"Dulu saya tinggal di Warakas itu juga mengontrak, cuma karena mau dibenarin, akhirnya saya pindah nyari ke sini yang murah-murah aja, karena kan di sana mahal Rp 1 juta lebih, enggak terjangkau dengan kerjaan bapak. Bapak kan (kerja) cuma tukang parkir doang, jadi, ya udah (ngontrak) di sini aja lah," ungkap Diah.
Diah bilang, ada sekitar 50 kontrakan yang berdiri di sepanjang rel kereta Kampung Bahari dengan harga bervariatif, mulai dari Rp 300.000 hingga Rp 500.000.
Perbedaan harga ditentukan oleh luas ruangan dan posisi kamar mandi. Diah hanya mampu menyewa kontrakan termurah dengan kamar mandi di luar yang digunakan bersama.
"Sebulan saya mengontrak Rp 300.000 sama lampu, airnya dari sumur, cuma kalau buat minum, nyuci beras atau apa beli air ledeng Rp 5.000 buat tiga hari," ungkap dia.
Baca juga: Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan?
Kontrakan berukuran sekitar 3 x 3 meter itu tampak sesak dengan sirkulasi udara yang minim. Perabotan yang memenuhi ruangan pun sangat terbatas, hanya kasur lantai yang sudah menipis, kipas angin, dan sebuah lemari pakaian.
Sementara itu, putrinya yang telah menikah menyewa kontrakan tepat di sebelahnya bersama suami dan bayi mereka.
Ingin punya tempat tinggal layakHidup bertahun-tahun di kontrakan mungil membuat Diah dan keluarga begitu tersiksa.
Kondisi yang pengap, lembab, dan gelap, sering kali menyayat hati Diah karena harus membiarkan anak dan cucunya tinggal di lingkungan tak layak.





