KUPANG, KOMPAS - Merayakan usia tiga tahun, Rumah Sakit Umum Pusat Ben Mboi di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, mendeklarasikan diri sebagai rumah sakit berskala internasional. Selama kurun waktu itu, 1.000-an warga negara tetangga Timor Leste berobat ke sana. Sebanyak 9 persen pendapatan rumah sakit disumbang pasien dari negara itu.
Perayaan ulang tahun ketiga pada Jumat (19/12/2025) berlangsung sederhana di ruang radiologi yang belum dimanfaatkan. Nyaris tak ada tamu luar yang diundang terkecuali beberapa awak media. Perayaan yang sederhana ini sebagaimana semangat efisiensi yang kini diterapkan pemerintah. Juga sebagai bentuk empati kepada korban bencana di Tanah Air.
Direktur Utama RSUP Ben Mboi Annas Ahmad mengatakan, sejak berdiri, rumah sakit vertikal itu berupaya menghadirkan pemerataan layanan di wilayah timur Indonesia. "Kualitas layanan, baik itu peralatan kesehatan maupun tenaga medis sama dengan rumah sakit yang ada di Pulau Jawa," katanya.
Sejumlah layanan yang dihadirkan di antaranya operasi jantung terbuka hingga operasi pasien stroke. Operasi jantung dimulai akhir tahun 2024 sedang stroke pada bulan November 2025. Dua layanan ini merupakan yang pertama di wilayah timur Indonesia. Sebelumnya, pasien harus dirujuk ke Jawa.
Anas pun memaparkan lonjakan pasien yang dilayani. Untuk gawat darurat, tahun 2024 sebanyak 7.655 orang meningkat menjadi 9.276 orang per Desember 2025. Rawat jalan dari 18.534 orang naik menjadi 36.031 orang. Rawat inap dari 5.045 orang menjadi 6.705 orang.
Total pendapatan yang diperoleh rumah sakit tahun 2024 sebanyak Rp 43 miliar dari target Rp 21 miliar. Untuk tahun 2025, pendapatan mencapai Rp 65 miliar dari target Rp 35 miliar. "Untuk tahun 2025, sembilan persen pendapatan dari pasien yang berasal dari Timor Leste," ujar Anas.
Serial Artikel
Layanan Stroke RSUP Ben Mboi Raih Penghargaan Dunia
RS Ben Mboi baru beroperasi dua tahun dan menjadi rujukan di NTT. Di situ ada tim dan sistem yang dibuat secara khusus untuk menangani pasien stroke.
Menurutnya, jumlah pasien asal Timor Leste yang berobat ke RSUP Ben Mboi terus bertambah dari tahun ke tahun. Sepanjang tahun ini lebih kurang 500 orang. Sedangkan terhitung sejak rumah sakit itu berdiri, jumlahnya mencapai lebih dari 1.000 pasien. "Jadi dapat kita deklarasikan sebagai rumah sakit skala internasional," ucap Anas.
Ke depan lanjut dia, rumah sakit itu mendapat penugasan menyelenggarakan pendidikan bagi perawat, dokter anastesi, dan dokter bedah. Hal ini sebagaimana kebijakan baru Kementerian Kesehatan bahwa pendidikan dokter spesialis dapat dilakukan di rumah sakit.
Pada akhir 2024 lalu, Kompas mewawancarai Ponsia Maia (40), warga negara Timor Leste yang datang berobat di RSUP Ben Mboi. Ia menempuh perjalanan darat dari Dili sejauh lebih kurang 400 kilometer. Ia datang dengan keluhan nyeri pada kepala. Diduga ada gangguan saraf pada otak.
Ia merasa senang dengan pelayanan di rumah sakit tersebut. Jika tidak ada RSUP Ben Mboi, ia berencana akan berobat ke Malaysia dengan konsekuensi biaya lebih besar. "Pelayanannya bagus. Alat-alat canggih," kata Antonia da Santos (37), istri Ponsia.
Maxi Benu (40), warga dari Kabupaten Timor Tengah Selatan mengatakan, sebagai pasien, ia sangat menikmati layanan rumah sakit. Ia menyebut, rumah sakit itu seperti hotel mewah. Megah dan bersih. Hati pasien langsung senang pas datang ke sana.
Ia lalu membandingkan layanan di rumah sakit daerah yang masih jauh dari harapan. Ketika masuk ke sana, pelayanan petugas tidak memuaskan bagi dari ucapan maupun mimik wajah. "Lihat wajah mereka jadi takut," ucapnya.
Ia pun bersyukur karena menggunakan layanan Jaminan Kesehatan Nasional. Semua biaya ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Serial Artikel
RSUP Ben Mboi Simbol Kesetaraan
Bukan hanya masyarakat NTT, ratusan warga negara Timor Leste juga menikmati layanan RSUP Ben Mboi.




