Bisnis.com, PADANG — Pemerintah Kota Padang, Sumatra Barat, mulai melakukan normalisasi sungai dan irigasi pascabencana banjir bandang yang melanda wilayah itu pada 28 November 2025.
Wali Kota Padang Fadly Amran mengatakan bencana tidak hanya mengakibatkan genangan di permukiman warga, tetapi juga menimbulkan dampak serius terhadap kondisi sungai dan jaringan irigasi di berbagai wilayah.
"Kami pun telah bergerak melakukan normalisasi.Hal ini penting, karena kondisi sungai tengah terjadi pendangkalan, akibat banjir bandang," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (19/12/2025).
Dia menyebutkan derasnya arus air saat kejadian menyebabkan perubahan alur sungai, pengikisan tebing, serta pendangkalan akibat endapan material banjir berupa pasir, lumpur, kayu, dan bebatuan, hal ini membuat sungai jadi dangkal, dan hal ini juga diduga menjadi penyebab banjir susulan beberapa waktu lalu di sejumlah daerah aliran sungai.
Oleh karena itu, Pemkot Padang melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) bergerak cepat melakukan penanganan dengan menormalisasi aliran sungai dan saluran irigasi yang terdampak.
Walkot menjelaskan normalisasi dilakukan menggunakan alat berat guna mengembalikan fungsi sungai dan irigasi agar mampu menampung dan mengalirkan debit air secara optimal.
Baca Juga
- Komdigi: Konektivitas Internet di Sumbar dan Sumut Sudah Stabil, Aceh Masih 73%
- REHABILITASI PASCABENCANA : Huntara Jadi Fokus di Sumbar
- KAI Sumbar Prediksi Jumlah Penumpang Periode Nataru 2025 Naik 8%
"Normalisasi sungai dilaksanakan di sejumlah titik strategis, di antaranya Kampung Tanjung, Kelurahan Gunung Sarik," jelasnya.
Selain itu, kegiatan tersebut juga menyasar aliran Sungai Kuranji hingga kawasan Batu Busuk, serta beberapa aliran sungai lain yang mengalami perubahan alur dan pendangkalan pascabanjir bandang.
Tidak hanya sungai besar, lanjutnya, Dinas PUPR Kota Padang juga melakukan normalisasi pada jaringan irigasi yang terdampak banjir.
Penanganan dilakukan di daerah Cupak Tangah, Kecamatan Pauh, Kubu Utama Tabing Banda Gadang, Gurun Laweh, serta lokasi-lokasi lain yang mengalami penyumbatan saluran air akibat material banjir yang terbawa arus.
Di setiap lokasi, alat berat difungsikan untuk membersihkan endapan material, memperbaiki alur aliran air, serta menata kembali tebing sungai dan dinding irigasi yang mengalami kerusakan.
Menurutnya langkah ini diharapkan dapat memperlancar aliran air, mencegah terjadinya genangan, serta menekan risiko banjir susulan, terutama saat intensitas hujan tinggi.
"Normalisasi ini akan terus dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan tingkat kerusakan dan urgensi penanganan di masing-masing wilayah," sebutnya.
Dia juga mengimbau masyarakat, khususnya yang bermukim di sekitar bantaran sungai dan saluran irigasi, untuk tetap waspada serta berperan aktif menjaga kebersihan lingkungan.
Fadly menyampaikan dengan upaya normalisasi yang dilakukan secara menyeluruh, Pemko Padang berharap sistem pengendalian air di kota ini dapat kembali berfungsi optimal dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat dari ancaman bencana hidrometeorologi di masa mendatang.
Usulan Forum DAS Sumbar untuk Antisipasi Bencana Serupa
Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Provinsi Sumbar mengusulkan agar DPRD bersama pemerintah daerah untuk melakukan kajian terkait rencana tata ruang wilayah (RTRW) izin mendirikan bangunan karena saat ini terlihat masih ada bangunan yang berdiri di sepanjang bantaran sungai.
Ketua Forum DAS Sumatera Barat Prof. Isril Berd mengatakan melihat pada RTRW Provinsi Sumbar tidak mengatur secara detail terkait izin mendirikan bangunan di wilayah yang berdekatan dengan daerah aliran sungai. Kondisi ini perlu disikapi secepatnya, karena ancaman bencana banjir bandang masih membayang-bayangi sejumlah wilayah di Sumbar, termasuk Padang.
“Hulu DAS tidak aman, ada 9 titik kondisi tutupan hutan tak sampai 30%. Resiko terjadi banjir bandang susulan masih ada. Makanya, perlu bagi daerah mengkaji kembali RTRW yang ada itu. Jika bisa, buat aturan yang jelas pada RTRW itu, dimana konsepnya soal mitigasi bencana,” katanya terpisah.
Dia melihat sejauh ini baik itu Pemprov Sumbar maupun di Pemkab dan Pemko belum membuat RTRW Mitigasi Bencana, sehingga dalam izin mendirikan bangunan belum menjadi pedoman yang jelas. Makanya, kondisi yang terlihat kini, masih banyak kawasan perumahan yang berdiri berdekatan dengan pelataran aliran sungai.
Isril menyampaikan kondisi dampak bencana banjir yang terjadi di Sumbar sangat memprihatinkan. Bahkan, hal yang terjadi di luar kebiasaan, banjir susulan bisa terjadi dalam jangka waktu yang singkat.
“Kami melihat hujan yang terjadi itu sebagai trigger (pemicu) terjadi banjir. Karena daya tampung sungai tidak mampu lagi menahan debit air, akibat pendangkalan pasca banjir bandang. Masyarakat trauma menghadapi kondisi ini, bangunan serta infrastruktur banyak yang hanyut dan rusak. Pemerintah daerah jangan diam memandang kondisi yang demikian,” kata dia.
Dia menyampaikan melihat kondisi yang terjadi akhir-akhir ini yakni soal banjir susulan, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang konkret. Salah satunya melakukan pengerukan aliran sungai yang terjadi pendangkalan, sehingga daya tampung sungai memiliki kemampuan yang cukup saat menahan meningkatnya debit air yang mengalir.
Kemudian soal bangunan-bangunan yang ada di dekat sepanjang bantaran sungai, pemerintah perlu menata ulang kembali, bangunan-bangunan tersebut sudah berizin atau belum, karena mendirikan bangunan di dekat bantaran sungai itu ada pedoman yang harus dipatuhi.
“Izin mendirikan bangunan itu perlu dipertanyakan juga, ada atau tidak,” ujarnya.
Isril melihat banjir bandang yang turut melanda sebuah kawasan perumahan di Padang yang berada di Lubuk Minturun, kalau berpedoman ke aturan yang ada, pembangunan di sepanjang bantaran sungai itu ada hal-hal yang harus dipatuhi dan pemerintah perlu memastikan layak atau tidak diberi izin membangun.
"Sungai kecil itu minimal jarak bangunan dari sungai sekitar 50 meter, dan sungai besar harus 100 meter dari sungai. Sementara bangunan rumah yang ada di Padang yang terlihat malah sangat dekat dari sungai," ungkapnya.
Oleh karena itu, dari kondisi ini, Isril meminta kepada pemerintah agar membahas RTRW yang memiliki konsep mitigasi bencana. Karena dari situasi yang terjadi itu, rumah-rumah dan bangunan yang hancur dan rusak akibat diterjang banjir, diduga tidak mematuhi RTRW.





