Jakarta, VIVA – Analis hukum dan politik, Boni Hargens menilai bahwa Perpol nomor 10 tahun 2025 mendukung dan mengimplementasikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan cara yang lebih praktis dan operasional, dan tidak bertentangan.
Boni menegaskan bahwa penilaiannya menekankan pada mekanisme internal yang lebih jelas dan terstruktur.
Hal tersebut diungkap Boni dalam merespons polemik Perpol 10/2025 yang dinilai bertentangan dengan putusan MK. Pandangan itu dikemukakan oleh Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie yang tergabung dalam Komisi Reformasi Polri.
"Meskipun para tokoh ini memiliki kredibilitas dan pengalaman yang tidak diragukan, argumentasi mereka terkait Perpol Nomor 10 Tahun 2025 mengandung sejumlah kesesatan berpikir atau logical fallacies yang dapat melemahkan kekuatan hukum dan rasionalitas dari posisi mereka," kata Boni dalam keterangannya, Jumat, 19 Desember 2025.
- Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden
Boni menjelaskan bahwa kesalahan logika itu dapat mengaburkan fakta, memanipulasi emosi, dan mengalihkan perhatian dari isu substantif yang seharusnya menjadi fokus pembahasan.
Hal ini, kata dia, dapat mempengaruhi opini publik secara tidak fair dan menciptakan polarisasi yang tidak didasarkan pada pemahaman hukum yang akurat.
Boni pun membeberkan lima bentuk kelemahan argumentasi Komisi Reformasi Polri dalam merespons Perpol 10/2025 yaitu argumentasi ad hominem, logika straw man, false dilemma, red herring dan appeal to emotion.
Boni menilai adanya argumen ad hominem, yaitu pandangan yang menyerang pribadi daripada gagasan. Ia mengatakan salah satu kesalahan logika paling mendasar yang muncul dalam argumentasi Komisi Reformasi Polri yaitu serangan terhadap karakter atau kredibilitas pembuat kebijakan daripada menganalisis substansi dari Perpol itu sendiri.
"Ini sangat merusak karena mengalihkan fokus diskusi dari konten hukum yang seharusnya dievaluasi. Dalam beberapa kesempatan, kritik terhadap Perpol dimulai dengan mempertanyakan integritas atau motif dari para pembuat kebijakan di internal Polri," katanya.
Kedua, kata Boni argumentasi 'orang-orangan sawah' atau straw man, yaitu memelintir isi Perpol untuk memudahkan penolakan. Hal itu terjadi ketika seseorang mendistorsi, melebih-lebihkan, atau menyederhanakan argumen secara tidak akurat agar lebih mudah diserang.
"Ini adalah salah satu kesalahan logika yang paling umum dan berbahaya dalam perdebatan hukum. Dalam konteks perdebatan Perpol Nomor 10 Tahun 2025, Komite Reformasi Polri sering kali menyederhanakan isi Perpol dengan cara yang tidak akurat," pungkasnya.





