Kami Mencoba Layanan Kesehatan Mental Kemenkes Healing119, Begini Ceritanya

kumparan.com
5 jam lalu
Cover Berita

Masyarakat Indonesia kini mulai sadar soal pentingnya kesehatan mental. Bagaikan pisau bermata dua, hal ini juga dapat menjadi tanda meningkatnya potensi gejala masalah kesehatan mental di tengah masyarakat.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan berjudul CERDAS untuk Indonesia: Potret Masalah Perilaku dan Emosional di Indonesia yang dipublikasikan pada 30 Juni 2025 bahwa pencarian google terkait kesehatan mental makin meningkat.

BPS menyebut, Indeks Google Trend (IGT) menunjukan peningkatan minat terhadap isu kesehatan mental dapat dilihat pertama kali pada akhir tahun 2019 dan awal tahun 2020.

“Studi menunjukkan kenaikan pencarian topik kesehatan mental bersamaan dengan kenaikan kata kunci yang berhubungan dengan kesehatan mental, seperti: ‘merasa sendiri’, ‘khawatir’, ‘mudah marah’, ‘pemarah’, ‘cemas’, dan ‘takut,” tulis BPS dalam laporannya.

Data milik Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menunjukkan bahwa ada peningkatan kasus bunuh diri dari tahun ke tahun. Kasus bunuh diri per 7 November 2025 sebanyak 1.270 kasus, angka tersebut naik 106 persen dibandingkan 2021 sebanyak 617 kasus.

Adapun tren kasus bunuh diri terpantau naik hingga 2024. Pada 2022, kasus bunuh diri naik ke 899 kasus dan pada 2023 melonjak ke 1.350 kasus. Kasus bunuh diri kembali naik pada 2024 sebanyak 1.439 kasus, terbanyak sepanjang lima tahun terakhir.

Kemenkes Punya Healing119 untuk Keluhan Mental

Seiring dengan kesadaran sekaligus persoalan terkait kesehatan mental dan kasus bunuh diri yang meningkat, pemerintah terus berupaya memberikan penangan yang tepat. Salah satunya dengan meluncurkan kontak darurat persoalan mental dan bunuh diri. Layanan itu sudah tersedia sejak 31 Juli 2025 lalu.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki hotline Healing119 ID yang dapat diakses di https://www.healing119.id/. Untuk darurat bunuh diri, kamu dapat menghubungi nomor 119. Sedangkan bila kamu butuh konseling gratis, kamu dapat mengirimkan pesan ke WhatsApp Healing119 ID.

Tim kumparan mencoba untuk menjajal sesi konseling dengan hotline WhatsApp Healing119 ID. Dengan layanan yang disediakan Kemkes ini, kami terhubung dengan konselor dari RS Marzoeki Mahdi via WhatsApp. Kami bisa menyampaikan keluh kesah, bercerita, hingga menemukan jalan keluar.

Layanan ini diklaim siaga 24 jam. Apabila ternyata kamu perlu penanganan lebih lanjut, kamu bisa mendapatkan rujukan kepada psikolog, psikiater atau perawat spesialis jiwa secara offline. Yan jelas, seluruh percakapan dalam layanan tersebut bersifat rahasia, personal, dan tidak boleh disebarluaskan dalam bentuk apa pun (tangkap layar, foto, video, dan lain sebagainya).

Dalam percobaan ini, ada dua orang tim kumparan yang menghubungi Healing199 di waktu yang berbeda yakni pada 18 November 2025 dan 19 November 2025.

Pada percobaan pertama, hotline langsung menjawab pertanyaan di hari yang sama. Kami langsung membuka pembicaraan dengan langsung mengajukan pertanyaan. Dalam 10 detik, kami mendapatkan balasan bot dengan pilihan Informasi Layanan, Dukungan Konselor, dan Hubungi Konselor.

Kami mencoba menu Informasi Layanan dan Dukungan Konselor, keduanya hanya sekedar menyajikan informasi mengenai layanan tersebut. Masing-masing balasan diterima selama 1 detik setelah klik.

Selanjutnya, kami mencoba menu Hubungi Konselor, dalam 1 detik muncul penjelasan soal layanan bersama konselor diantaranya perihal durasi konseling selama 30 menit, batasan penggunaan kata, seluruh isi chat bersifat rahasia, dan himbauan untuk menunggu antrean.

Konselor kami baru menjawab setelah menunggu 4 jam 24 menit 23 detik. Pertama-tama, kami diminta untuk mengisi data diri. Setelah itu kami diminta menjelaskan keluhan. Kami mengeluh perihal akhir-akhir ini sering merasa berat menjalani hidup.

Pesan pertama terkirim, kami menunggu 5 menit 49 detik untuk memperoleh jawaban pertama. Konselor menjelaskan alasan mengapa perasaan tersebut bisa muncul serta memberikan tips agar kami dapat merasa lebih tenang.

Setelah membaca jawaban, kami mengajukan pertanyaan kedua. Kali ini soal cara lain yang bisa dilakukan selain tips pertama tadi.

Selang 2 menit 9 detik, kami mendapatkan jawaban kedua. Konselor kembali memberikan tips, namun dengan isi yang berbeda dan lebih detail.

Lalu kami mengajukan pertanyaan ketiga perihal keluhan sulit tidur dan keinginan menyakiti diri sendiri. Kami mendapatkan jawab setelah menunggu 17 menit 23 detik dalam dua bubble chat. Yang pertama berisi soal saran untuk mencari bantuan profesional karena ada tanda-tanda menyakiti diri, bubble kedua soal tips mencegah insomnia.

Pada menit ke-41 konseling, kami mencoba mengajukan kembali pertanyaan lanjutan perihal akses layanan kesehatan terdekat dan pemanfaatan BPJS Kesehatan. Sayangnya, mungkin karena sesi konseling berakhir dalam 30 menit, pertanyaan terakhir kami tidak mendapatkan jawaban.

Secara keseluruhan, konseling yang disediakan Kemenkes cukup menjawab pertanyaan yang diajukan. Rata-rata jawabannya panjang dan merupakan pengetahuan baru untuk kami. Konselor banyak memberikan tips menenangkan diri.

Percobaan Kedua: Tak Semulus yang Pertama

Kami kembali menghubungi Healing119 pada 19 November 2025 menggunakan nomor berbeda. Pada tahap mengirimkan pesan pertama hingga klik ‘Hubungi Konselor’ kurang lebih sama dengan percobaan pertama, pesan dibalas bot dalam hitungan detik. Namun, kami harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan jawaban dari konselor.

Hari itu, kami tidak mendapat balasan apa pun. Begitu juga pada keesokan harinya, (20/11) jawaban juga tak kunjung ada walaupun kami sudah menghubungi kembali via chat sebanyak tiga kali.

Pada 24 November 2025, kami mencoba lagi. Hasilnya kami kembali ke menu bot dan mengulang proses dari awal. Setelah klik ‘Hubungi Konselor’, kami mendapat jawaban setelah menunggu 17 menit. Pesan berisi isian data diri, kami pun mengisi data yang diminta.

Kami menunggu 11 menit untuk balasan data diri, lalu mengajukan pertanyaan pertama. Kali ini kami bertanya perihal perasaan overwhelmed lantaran kami terlalu merasa banyak mengerjakan sesuatu.

Jawaban pertanyaan pertama kami peroleh setelah menunggu 11 menit. Konselor memberikan tips agar tidak kewalahan menjalankan tugas yang berujung pada overwhelmed, mencegah emosi berlebih, dan mengurangi rasa malas.

Untuk pertanyaan kedua terjawab dalam 15 menit. Kami bertanya bahwa cara tersebut tidak berhasil, konselor menyarankan kami untuk istirahat total. Jawaban terakhir dikirimkan pada menit ke-43 konseling.

Kami tidak menjawab pesan terakhir selama 15 menit. Healing119 mengirimkan pesan penutup untuk mengakhiri sesi karena sudah tidak ada lagi balasan dari kami.

Kemenkes: Jumlah Konselor Belum Sebanding dengan Aduan

Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes, Imran Pambudi, memaparkan bahwa layanan Healing119 mengalami keterlambatan karena keterbatasan jumlah tenaga konselor yang tersedia untuk menangani banyaknya aduan via WhatsApp yang masuk setiap hari.

"Jumlah konselor yang masih belum sebanding dengan kebutuhan membuat proses respons membutuhkan waktu lebih lama, terutama pada periode ketika lonjakan aduan terjadi secara bersamaan," terang Imran saat dikonfirmasi, Selasa (9/12).

Ia membeberkan, hingga kini konselor telah menangani sekitar 10.125 pesan WhatsApp, dengan waktu respons rata-rata sekitar 3 jam 45 menit. Adapun rata-rata aduan yang masuk ke Healing119 setiap hari mencapai sekitar 244 panggilan darurat, 85 pesan WhatsApp, serta dua panggilan melalui situs web.

Imran mengatakan, aduan paling banyak berasal dari kelompok usia 20–31 tahun, yakni sebanyak 2.382 aduan atau 48,16 persen. Kelompok ini disusul usia 11–20 tahun dengan 1.920 aduan atau 38,46 persen.

Aduan tersebut datang dari 38 provinsi, dengan jumlah terbanyak berasal dari Jawa Barat. Selain itu, tercatat pula dua pengguna dari luar negeri, yakni Malaysia.

Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas aduan disampaikan oleh perempuan, sebanyak 5.011 orang atau 72,75 persen, sementara laki-laki berjumlah 1.877 orang atau 27,25 persen. Totalnya mencapai 6.888 orang.

Imran mengungkapkan, pihaknya berkomitmen melakukan perbaikan pada layanan ini, mulai dari memperbaiki sistem Healing119 agar lebih fleksibel, berkoordinasi dengan organisasi profesi, serta memperluas jejaring kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait.

Imran membeberkan, Kemenkes juga punya beberapa program untuk merespons kebutuhan masyarakat akan kesehteraan kesehatan mental, mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif, dan, rehabilitatif.

Kemenkes melaksanakan dua program promotif yakni Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP) yang menyasar pelajar, mahasiswa, pekerja, dan masyarakat umum.

"Hingga November 2025 sebanyak 239.346 orang telah terorientasi P3LP melalui berbagai metoda (luring, daring dan hybrid) di berbagai setting," ujarnya.

"Karena seperti yang diketahui bahwa faktor penting yang juga mempengaruhi persepsi individu pada upaya kesehatan dirinya adalah pengasuhan keluarga sebagai lingkup terkecil setelah diri sendiri," terangnya.

Langkah preventif, kata dia, dilakukan dengan cek kesehatan gratis (CKG). Sedangkan upaya kuratif dan rehabilitasi melalui penanganan gangguan jiwa skizofrenia tanpa penyulit dan depresi ringan-sedang melalui layanan Puskesmas yang memadahi.

Tak hanya itu, Kemenkes juga melakukan rehabilitasi kecanduan NAPZA baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKTL) yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

35 Juta Masyarakat Indonesia Alami Persoalan Mental

Ditemui terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan bahwa Healing119 menerima setidaknya 100 ribu aduan pada awal peluncurannya. Ia juga membeberkan keluhan yang paling sering diterima Kemenkes.

"Waktu kita buka yang 119 itu pertama kali kan masuk 100.000-an. Itu ditangani oleh dokter-dokter kesehatan jiwa," ujar Budi saat ditemui di Jakarta, Senin (8/12).

"Ketahuan memang yang paling banyak adalah anxiety dan depression," tambahnya.

Budi menyebut, temuan tersebut sejalan dengan hasil skrining CKG. Ia menambahkan, hasil skrining cek kesehatan gratis menunjukan bahwa 0,8 hingga 0,9 persen orang dewasa memiliki persoalan kesehatan mental.

Sedangkan kelompok usia dan jenis kelamin yang paling banyak mengalami persoalan kesehatan mental adalah perempuan di bawah 18 tahun sebanyak 5 persen.

Di skala nasional, Budi memperkirakan ada 35 juta masyarakat dengan masalah kesehatan mental.

"Jadi kalau di Indonesia tuh seperdelapan ya, kira-kira hampir 35 juta lebih. Selama ini memang yang namanya kesehatan jiwa atau mental disorder ini tidak terdiagnosa dengan cukup baik," ungkapnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Bupati Bekasi Terjaring OTT, Andreas PDIP Harapkan KPK Tak Jadi Alat Politik
• 8 jam lalujpnn.com
thumb
H-7 Natal 2025, sebanyak 154 ribu kendaraan tinggalkan Jabotabek
• 15 jam laluantaranews.com
thumb
IHSG Ditutup di Level 8.609, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp15.788 Triliun
• 8 jam laluidxchannel.com
thumb
Video Viral Zulkarnain Antarkan Relawan Pertamina Peduli Tembus Kampung Sunting
• 3 jam lalukumparan.com
thumb
Rismon Sianipar Pertanyakan Ijazah Jokowi hingga Singgung AI LISA UGM, Ini Tanggapan Yakup Hasibuan
• 22 jam lalukompas.tv
Berhasil disimpan.