Jakarta, VIVA – Ahli Akuntan dan Pajak Dadang Suwarna menjelaskan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) tidak bisa menagih kerugian yang diderita perusahaan akibat transaksi Negotiable Certificate of Deposit (NCD) kepada pihak ketiga.
Hal ini lantaran CMNP telah mendapatkan restitusi dari Direktorat Jenderal Pajak. Dadang menjawab hal ini berkaitan dengan pertanyaan Kuasa Hukum MNC Asia Holding Hotman Paris Hutapea.
Hotman awalnya mengungkapkan bahwa dalam surat permohonan restitusi yang diajukan CMNP telah menyatakan tagihan NCD tak bisa lagi ditagihkan kepada pihak manapun.
- istimewa
"Di dalam surat permohonan restitusi pajak (CMNP), sudah memuat pernyataan tertulis yang ditandatangani direksi dan mengatakan bahwa tagihan ini tidak bisa ditagihkan ke pihak manapun. Bagaimana kalau akhirnya ditagihkan ke pihak lain?" tanya Hotman.
Menjawab hal ini, Dadang menyebut bahwa apa yang dilakukan perusahaan itu termasuk dalam tindak pidana perpajakan.
Dadang mengatakan bahwa apabila restitusi pajak telah diberikan kepada perusahaan, maka kerugian perusahaan sudah ditanggung negara.
"Kalau kejadian itu adalah tindak pidana perpajakan, karena dia sudah melaporkan, dia sudah mengirim surat ke Ditjen Pajak bahwa ini sudah tidak bisa lagi untuk ditagihkan, sehingga dibiayakan, berarti negara sudah menanggung atas kerugian tadi dalam SPT kerugian pajaknya," jawab Dadang.
Dadang menjelaskan apabila perusahaan yang menerima restitusi masih melakukan penagihan kepada pihak lainnya, maka hal ini sama saja berarti perusahaan itu tidak mengakui laporan keuangan yang sebelumnya.
Padahal, Direktorat Jenderal Pajak selalu melakukan verifikasi terhadap laporan keuangan sebelum memberikan restitusi.
"Maka seandainya di kemudian (hari) oleh perusahaan menyebutkan bahwa ini bisa ditagih lagi, maka laporan keuangan yang sudah disampaikan sejak 1999 – 2014 berdirinya, atau sejak kasus itu berdiri sampai berakhirnya, maka laporan keuangan yang disampaikan baik itu ke OJK, ke publik, atau Kantor Pajak menjadi misleading, menyesatkan," tutur dia.
Dengan demikian, perusahaan itu pun bisa mendapatkan sanksi pidana berkaitan dengan UU Perpajakan.
Ia menyinggung Pasal 39 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.




