Menengok Rusa di DPR yang Biaya Pemeliharaannya Mencapai Miliaran Rupiah

kompas.id
21 jam lalu
Cover Berita

Sebuah mobil bak terbuka berhenti di tepi taman rusa di areal Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Empat penjaga langsung bergegas menurunkan karung-karung besar berisi wortel, ubi ungu, dan aneka sayuran. Karung-karung itu dipikul satu per satu, lalu disusun rapi di gudang kecil di sudut taman. Tak jauh dari sana, sebanyak 163 ekor rusa totol sudah berkumpul, seolah tahu waktunya makan telah tiba.

”Kadang sekali makan bisa habis tiga karung. Satu karung 50 kilogram,” tutur Adit, salah satu penjaga taman rusa di Kompleks Parlemen, akhir pekan lalu. ”Rata-rata sehari bisa tiga kali makan, sekitar 450 kilogram. Campur-campur, bisa ubi, wortel, sayuran. Kadang malah empat kali. Kita saja tiga kali, ya,” tambahnya sambil tertawa kecil.

Hampir tiga tahun, pria itu menjalani rutinitas tersebut. Memberi makan rusa, merawat taman, sekaligus berjaga jika ada hewan yang sakit atau tengah bunting. Pekerjaan itu ia lakukan sebagai karyawan kontrak dari pihak ketiga bersama 12 penjaga lain. Mereka bekerja bergiliran dalam beberapa sif di area taman rusa seluas kurang lebih 12 hektar.

Keberadaan rusa di antara Gedung MPR, DPR, dan DPD saat ini bisa jadi tidak diketahui banyak orang. Pasalnya, lokasi taman tidak di tepi jalan utama. Pohon-pohon besar di sekeliling taman ikut menutup pandangan pada keberadaan rusa. Terlebih untuk bisa masuk ke areal Kompleks Parlemen, tidak bisa sembarangan. Sehari-hari, menurut Adit, yang sengaja berkunjung untuk melihat rusa tak banyak jumlahnya.

Sejak 1983

Ratusan rusa ini bercikal bakal dari sepuluh ekor rusa yang didatangkan dari Kebun Binatang Ragunan (Jakarta), Gembira Loka (Yogyakarta), dan Kebun Binatang Bandung pada 1983. Satwa berkulit elok yang leluhurnya dari India dan wilayah penyebaran hingga Sri Lanka itu disumbangkan Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) kepada Sekretariat Jenderal DPR/MPR (Kompas, 15/2/1983).

Ketua PKBSI Harsono RM, kala itu, menuturkan, sekalipun bukan berasal dari Indonesia, rusa totol sudah menjadi pribumi karena merupakan generasi keenam dari turunan yang didatangkan Gubernur Jenderal Stamford Raffles untuk menyemarakkan Kebun Raya Bogor, sekitar 200 tahun lalu.

Karena keberadaannya dekat dengan wakil rakyat, Harsono sempat berkelakar bahwa keberadaan rusa itu layaknya wakil dari satwa-satwa yang sudah terancam punah. ”Semoga pekikan rusa di MPR/DPR akan mewakili suara seluruh satwa ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, khususnya yang langka dan terancam kepunahan,” ujar Harsono RM kala itu.

Dari semula hanya 10 rusa, jumlahnya kemudian terus bertambah setiap tahun hingga saat ini 163 rusa. Yang mencengangkan, biaya pemeliharaannya beberapa tahun terakhir mencapai miliaran rupiah.

Dikutip dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) DPR, tahun ini, jasa pemeliharaan rusa, perawatan media taman, hingga biaya pakan mencapai Rp 1,96 miliar dari pagu Rp 3,1 miliar. Kemudian, untuk tahun 2026, perusahaan yang untuk sementara memenangi paket jasa serupa menawarkan harga Rp 3,2 miliar dari pagu Rp 5,7 miliar. Saat ini, proses lelang tengah memasuki masa sanggah.

Pada 2015-2016, ketika jumlah rusa masih berkisar 48-58 ekor, anggaran untuk pemeliharaan berada di kisaran Rp 650 juta dan turun menjadi Rp 551 juta setelah lelang.

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar berdalih kenaikan anggaran dari tahun ke tahun imbas dari penambahan jumlah rusa. Kian banyak rusa memantik efek domino terhadap berbagai pos biaya, mulai dari kesehatan hewan, perlengkapan pendukung, hingga pakan. ”Memang ada perubahan dari jumlah rusa, honor dokter hewan, tenaga perawat, hingga harga pakan dan perlengkapan pendukung,” ujarnya, Kamis (11/12/2025).

Baca JugaPanasea Politik untuk Patah Hati Publik kepada DPR
Pemeliharaan rusa di tempat lain

Namun, besarnya anggaran pemeliharaan rusa di DPR tampak kontras jika dibandingkan dengan di tempat lain, yakni di The Joglo Garden Resto, Bekasi, yang memiliki kebun binatang mini dengan rusa totol sebagai salah satu koleksinya. Jumlah rusa di lokasi ini sekitar 100 ekor.

Marna (52), salah seorang penjaga di lokasi tersebut, mengatakan, biaya perawatan yang dikeluarkan perusahaan sekitar Rp 25 juta per bulan. Dalam setahun, angkanya sekitar Rp 300 juta. ”Itu saja sudah gemuk-gemuk. Sudah lengkap semuanya, termasuk kesehatan, vitamin, dan suntikan. Kadang malah kelebihan anggaran. Pakannya juga sering dipakai bareng buat kuda. Di sini ada sembilan ekor kuda,” tambahnya.

Menurut Marna, jenis pakan dan pola perawatan rusa relatif serupa. Ubi, singkong, dan rumput menjadi menu utama.

Karena itu, ia menilai besaran anggaran pemeliharaan rusa di DPR terlalu tinggi. ”Kalau menurut perhitungan saya, harusnya enggak sampai miliaran. Terlalu besar. Enggak masuk akal,” ujarnya.

Baca JugaSaat Rakyat Butuh Hunian, Ratusan Rumah Jabatan DPR Dibiarkan Kosong Tak Terpakai

Wakil Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Arif Adiputro mengatakan, tidak hanya kali ini muncul pertanyaan dari besarnya anggaran untuk pemeliharaan rusa di DPR.

Pada 2022, misalnya, pertanyaan publik mencuat karena alokasi anggaran untuk rusa sebesar Rp 2,37 miliar dinilai mewah di tengah pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.

Ia juga membandingkan dengan penangkaran rusa lain di luar Jakarta. Di Taman Rusa Sekupang, Batam, misalnya, biaya operasional tahunan untuk memelihara lebih dari 100 rusa berada di kisaran Rp 500 juta-Rp 700 juta. Angka itu sudah mencakup pakan rumput dan tenaga kerja dengan sebagian biaya ditutup dari penjualan tiket masuk seharga Rp 5.000 per orang dewasa.

Perbandingan lain datang dari Wisata Rusa Tanjungsari, Bogor. Di lahan seluas 8,4 hektar, sekitar 200 ekor rusa dirawat dengan anggaran Rp 1 miliar-Rp 1,5 miliar per tahun. Pengelola mengandalkan dukungan swasta dan pengunjung, bukan sepenuhnya dari anggaran negara.

Adapun patokan umum pemeliharaan rusa totol di kebun binatang Indonesia merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup berada di kisaran Rp 3 juta-Rp 5 juta per ekor per tahun. Biaya itu sudah mencakup pakan, suplemen, dan perawatan medis. Maka, untuk 100 ekor rusa, total anggaran umumnya berkisar Rp 300 juta-Rp 500 juta per tahun.

Karena itu, menurut Arif, biaya pakan miliaran rupiah untuk rusa di DPR tidak masuk akal. ”Angkanya bisa berkali-kali lipat dibandingkan tempat lain,” katanya.

Pemborosan anggaran

Menurut Arif, kasus pemeliharaan rusa ini bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah pos belanja DPR kerap menuai sorotan publik, mulai dari pengadaan gorden rumah jabatan senilai Rp 48,7 miliar pada 2022, pengharum ruangan Rp 2,3 miliar pada 2015, hingga dana reses yang mencapai Rp 2,5 miliar per anggota per tahun. Hal itu mengindikasikan persoalan berulang terkait efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan penetapan prioritas anggaran.

”Ini lebih mirip pemborosan daripada kebutuhan wajar. DPR seharusnya jadi teladan efisiensi anggaran,” tegasnya.

Baca JugaKontroversi DPR, dari Pengadaan Gorden hingga Kalender

Arif juga menyoroti minimnya transparansi dalam perencanaan anggaran tersebut. Menurut dia, DPR semestinya membuka rincian rencana anggaran biaya secara lebih detail, mulai dari pakan, perawatan medis, hingga tenaga kerja, melalui sistem pengadaan yang dapat diakses publik.

”Mengapa tidak ada pemisahan yang jelas dan bisa dilihat publik? Ini, kan, APBN, uang rakyat, bukan proyek pribadi,” ujarnya.

Ia pun mendorong anggaran pemeliharaan aset simbolik seperti taman rusa diaudit secara independen oleh lembaga pengawas, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lebih jauh, Arif menilai anggaran pemeliharaan rusa mencerminkan pola belanja DPR yang kerap menuai kritik. Pada 2026, total anggaran DPR mencapai Rp 9,9 triliun, meningkat tajam dibandingkan Rp 5,4 triliun pada 2021. Kenaikan itu terjadi di tengah tekanan ekonomi, inflasi, dan gelombang pemutusan hubungan kerja di sejumlah daerah.

”DPR sering mengkritik pemborosan di eksekutif. Tetapi ketika anggaran pemeliharaan rusa mencapai miliaran rupiah, publik tentu bertanya soal konsistensi,” ujar Arif seraya menyinggung kondisi masyarakat yang masih bergulat dengan dampak bencana dan tekanan ekonomi sekaligus mengingatkan inkonsistensi DPR bisa menggerus kepercayaan publik.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Operasi Lilin Sambut Natal dan Tahun Baru, Polri Gelar Patroli Proaktif Dialogis
• 20 jam lalumetrotvnews.com
thumb
5 Makanan Penyebab Jerawat
• 2 jam lalubeautynesia.id
thumb
4 Makanan Bisa Menyebabkan Peradangan, Perlu Dibatasi
• 20 jam lalugenpi.co
thumb
Menko Muhaimin: SMK Harus Dibangun dengan Ekosistem Global Sejak Awal
• 23 jam lalukumparan.com
thumb
Bank Indonesia Siapkan Rp1,27 Triliun Uang Tunai untuk Papua Barat Jelang Natal dan Tahun Baru
• 23 jam lalupantau.com
Berhasil disimpan.