MAGELANG, KOMPAS.com - Udara dingin yang diselingi angin sepoi-sepoi siang itu berpadu dengan suasana haru yang menyelimuti Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 15 di Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
Para orangtua dari 50 siswa berdatangan ke sekolah untuk melihat harapan baru pada anak mereka yang mengenyam pendidikan asrama sejak enam bulan lalu.
Raut bangga dan harapan besar tampak jelas di wajah para siswa dan orang tua saat rapor diterima.
Di momen itu, wajah-wajah lelah yang selama ini memikul beban hidup perlahan berganti dengan haru, sebuah perasaan yang tak tergantikan oleh apa pun ketika ada perubahan besar hasil didikan selama enam bulan.
Baca juga: Cerita Siswa Sekolah Rakyat Berjuang Lepas dari Jerat Trauma Bullying
Ada haru, berpadu dengan senyum canggung para orang tua yang datang dari berbagai penjuru desa.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=rapor digital, Sekolah Rakyat, sekolah rakyat magelang, siswa sekolah rakyat, rapor sekolah rakyat, siswa prasejahtera, Pendidikan Asrama&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yMC8xMjMyNDI2MS9yYXBvci1wZXJ0YW1hLXNpc3dhLXNla29sYWgtcmFreWF0LWphbGFuLW1lcmFpaC1taW1waS1pdHUta2VtYmFsaS1hZGE=&q=Rapor Pertama Siswa Sekolah Rakyat, Jalan Meraih Mimpi Itu Kembali Ada§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Jumat siang itu mereka bukan berkumpul untuk agenda biasa, ini adalah kali pertama para orangtua menerima rapor hasil belajar anak-anak mereka di Sekolah Rakyat.
Meskipun rapor dibagikan via barcode dan tanpa dokumen fisik, para orangtua sadar bahwa hal itu adalah simbol perubahan nasib keluarga mereka di masa depan.
Berani bercita-citaSekolah Rakyat bukan sekolah biasa.
Lembaga pendidikan berasrama ini menampung anak-anak dari keluarga prasejahtera, mereka yang selama ini berada di pinggir akses pendidikan.
Di bangku-bangku sederhana itulah, mimpi-mimpi yang sempat tertunda kembali dirajut.
Baca juga: 6 Bulan di Sekolah Rakyat: Dari Tak Lancar Baca Jadi Mampu sampai Belajar Desain Grafis
Di antara para siswa, Nazwa Azhara (15) berdiri dengan raut wajah optimis.
Siswi kelas X asal Karangrejo, Borobudur, itu adalah anak sulung dari empat bersaudara.
Ayahnya sehari-hari berjualan es keliling, sementara sang ibu, Siti Hotimah (34), menghidupi keluarga dari berdagang bubur dan warung kecil di rumah.
Siti masih ingat betul kegelisahan yang pernah menghantuinya.
“Kami sempat bingung, mau sekolahin anak ke mana. Biayanya berat,” ujar dia.
Informasi tentang Sekolah Rakyat datang seperti pintu yang terbuka di tengah jalan buntu.
Nazwa diterima, tinggal di asrama, dan seluruh kebutuhan pendidikannya ditanggung negara.
Bagi Nazwa, kehidupan berasrama adalah pengalaman yang sama sekali baru.
Baca juga: Kemendikdasmen Resmi Berlakukan e-Rapor untuk Jenjang SD-SMA



