Washington: Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyebut Jepang sebagai “pemimpin global” dalam upaya pencegahan proliferasi nuklir, menyusul pernyataan kontroversial seorang pejabat keamanan Jepang yang menyarankan agar Tokyo mempertimbangkan kepemilikan senjata nuklir untuk pertahanan nasional.
“Amerika Serikat akan terus mempertahankan pencegah nuklir paling kuat, kredibel, dan modern di dunia untuk melindungi Amerika dan para sekutu kami, termasuk Jepang,” kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dalam tanggapan resmi pada Jumat.
Juru bicara tersebut, yang berbicara secara anonim, menegaskan bahwa Jepang merupakan “mitra yang sangat berharga bagi Amerika Serikat” dalam mendorong pengendalian senjata nuklir. Ia juga menyebut aliansi AS–Jepang yang telah terjalin selama puluhan tahun sebagai salah satu pilar utama perdamaian dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik.
Dilansir dari Antara, Sabtu, 20 Desember 2025, pernyataan Washington muncul setelah seorang pejabat keamanan yang bekerja di kantor Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi dalam percakapan informal dengan wartawan pada Kamis menyatakan dukungannya terhadap gagasan agar Jepang memiliki senjata nuklir. Pejabat tersebut diketahui bertugas memberikan masukan terkait isu keamanan nasional.
Namun, dalam kesempatan yang sama, pejabat itu juga mengakui bahwa wacana kepemilikan senjata nuklir oleh Jepang tidak realistis untuk diwujudkan dalam waktu dekat.
Menanggapi polemik yang muncul, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Minoru Kihara pada Jumat kembali menegaskan komitmen pemerintah terhadap tiga prinsip non-nuklir Jepang, yakni tidak memiliki, tidak memproduksi, dan tidak mengizinkan masuknya senjata nuklir ke wilayah Jepang.
Jepang hingga kini menjadi satu-satunya negara di dunia yang pernah mengalami serangan nuklir, ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom pada akhir Perang Dunia II. Pengalaman tersebut selama puluhan tahun membentuk sikap publik dan kebijakan nasional Jepang yang menolak senjata nuklir.
Pernyataan pejabat keamanan itu disampaikan pada momentum yang sensitif, ketika pemerintahan Perdana Menteri Takaichi, yang mulai menjabat pada Oktober, bersama partai berkuasa tengah meninjau ulang kebijakan pertahanan Jepang. Kajian tersebut mencakup peningkatan kemampuan militer di tengah dinamika keamanan regional, termasuk perdebatan mengenai masa depan prinsip-prinsip non-nuklir yang selama ini menjadi landasan kebijakan keamanan Jepang.
Baca juga: Tiongkok Serukan Dunia Cegah Kebangkitan Militerisme Jepang




