Makassar (ANTARA) - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melalui Politeknik Pariwisata Negeri Makassar melakukan pendampingan desa wisata di 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
"Salah satu dari 24 desa wisata Byang didampingi itu adalah di Tana Toraja," kata Direktur Poltekpar Makassar, Dr Herry Rachmat Widjaja disela kegiatan "Bincang Asik" di Makassar, Sabtu.
Dia mengatakan, Kemenpar terus mendorong penguatan desa wisata sebagai tulang punggung pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
Karena itu, lanjut dia, pendampingan ini merupakan bagian dari program unggulan Kemenpar dalam membangun dan mengembangkan desa wisata berbasis keberlanjutan.
“Poltekpar Makassar sesuai dengan arah kebijakan pemerintah turut serta mendukung program unggulan Kementerian Pariwisata, yaitu membangun desa wisata," ujarnya.
Baca juga: Desa Wisata Hijau Bilebante jadi Desa Wisata Terbaik Nasional WIA 2025
Dia menjelaskan, khusus pendampingan di desa wisata Toraja dilakukan melalui pendekatan Focus Community Coaching on Sustainable Development, yakni pendekatan yang berfokus pada penguatan dan pengembangan komunitas secara berkelanjutan.
Pendekatan ini menitikberatkan pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), pengelolaan destinasi, serta pelestarian budaya lokal sebagai daya tarik utama pariwisata.
Sementara itu, Marla, lulusan Arkeologi Universitas Hasanuddin yang juga merupakan masyarakat adat Toraja mengatakan, pentingnya peran tongkonan sebagai pusat budaya masyarakat Toraja.
Dia mengatakan, tongkonan tidak hanya berfungsi sebagai rumah adat, tetapi juga sebagai pusat pendidikan sosial dan keagamaan yang memperkuat identitas budaya masyarakat setempat.
Baca juga: Kemenpar apresiasi 10 peraih sertifikasi Desa Wisata Berkelanjutan
“Sebagai pusat pendidikan, bukan hanya soal kemasyarakatan tetapi juga keagamaan itu berpusat di tongkonan. Kegiatan di tongkonan melibatkan orang tua dan generasi anak-anak yang ikut melihat secara tidak langsung, sehingga mereka diperkenalkan nilai-nilai budaya Toraja sejak dini,” jelas Marla.
Dengan adanya pendampingan dan sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi pariwisata seperti Poltekpar Makassar, serta masyarakat lokal, desa wisata di Tana Toraja diharapkan dapat menjadi contoh pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Upaya ini, imbuh Herry, tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional, tetapi juga memastikan nilai-nilai budaya serta kearifan lokal Toraja tetap terjaga di tengah berkembangnya industri pariwisata.
Alumni Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar yang juga adalah Masyarakat Adat Toraja , Marla (kanan) yang mengabdikan diri menjaga warisan leluhur di tanah kelahirannya di Toraja Utara, Sulsel.. ANTARA/ Suriani Mappong
"Salah satu dari 24 desa wisata Byang didampingi itu adalah di Tana Toraja," kata Direktur Poltekpar Makassar, Dr Herry Rachmat Widjaja disela kegiatan "Bincang Asik" di Makassar, Sabtu.
Dia mengatakan, Kemenpar terus mendorong penguatan desa wisata sebagai tulang punggung pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
Karena itu, lanjut dia, pendampingan ini merupakan bagian dari program unggulan Kemenpar dalam membangun dan mengembangkan desa wisata berbasis keberlanjutan.
“Poltekpar Makassar sesuai dengan arah kebijakan pemerintah turut serta mendukung program unggulan Kementerian Pariwisata, yaitu membangun desa wisata," ujarnya.
Baca juga: Desa Wisata Hijau Bilebante jadi Desa Wisata Terbaik Nasional WIA 2025
Dia menjelaskan, khusus pendampingan di desa wisata Toraja dilakukan melalui pendekatan Focus Community Coaching on Sustainable Development, yakni pendekatan yang berfokus pada penguatan dan pengembangan komunitas secara berkelanjutan.
Pendekatan ini menitikberatkan pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), pengelolaan destinasi, serta pelestarian budaya lokal sebagai daya tarik utama pariwisata.
Sementara itu, Marla, lulusan Arkeologi Universitas Hasanuddin yang juga merupakan masyarakat adat Toraja mengatakan, pentingnya peran tongkonan sebagai pusat budaya masyarakat Toraja.
Dia mengatakan, tongkonan tidak hanya berfungsi sebagai rumah adat, tetapi juga sebagai pusat pendidikan sosial dan keagamaan yang memperkuat identitas budaya masyarakat setempat.
Baca juga: Kemenpar apresiasi 10 peraih sertifikasi Desa Wisata Berkelanjutan
“Sebagai pusat pendidikan, bukan hanya soal kemasyarakatan tetapi juga keagamaan itu berpusat di tongkonan. Kegiatan di tongkonan melibatkan orang tua dan generasi anak-anak yang ikut melihat secara tidak langsung, sehingga mereka diperkenalkan nilai-nilai budaya Toraja sejak dini,” jelas Marla.
Dengan adanya pendampingan dan sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi pariwisata seperti Poltekpar Makassar, serta masyarakat lokal, desa wisata di Tana Toraja diharapkan dapat menjadi contoh pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Upaya ini, imbuh Herry, tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional, tetapi juga memastikan nilai-nilai budaya serta kearifan lokal Toraja tetap terjaga di tengah berkembangnya industri pariwisata.
Alumni Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar yang juga adalah Masyarakat Adat Toraja , Marla (kanan) yang mengabdikan diri menjaga warisan leluhur di tanah kelahirannya di Toraja Utara, Sulsel.. ANTARA/ Suriani Mappong


/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2025%2F03%2F16%2F08cbadf2-f912-4713-8d56-860a13dd287e_jpg.jpg)

