- Mengapa KPK menetapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara sebagai tersangka?
- Mengapa penangkapan Bupati Bekasi oleh KPK terasa ironis?
- Berapa banyak kepala daerah hasil Pilkada 2024 yang ditangkap KPK?
- Siapa saja yang ditangkap KPK dalam OTT di Kalsel?
- Apakah getolnya OTT menandakan kembali tajamnya ”taring” KPK?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang sebagai tersangka korupsi seusai terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Bekasi, Jawa Barat, Kamis (18/12/2025).
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu (20/12/2025), Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK menetapkan tiga tersangka dalam OTT di wilayah Bekasi. Ketiganya adalah Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang, HM Kunang selaku Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, sekaligus ayah dari Bupati Bekasi, dan Sarjan selaku pihak swasta.
Menurut Asep, OTT KPK pada Kamis itu bermula dari aduan masyarakat. Dalam OTT tersebut, KPK menangkap 10 orang. Kemudian, hanya delapan orang yang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa secara mendalam.
”Setelah dilakukan pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan dan telah ditemukan unsur dugaan peristiwa pidananya, maka perkara tindak pidana korupsi di Kabupaten Bekasi ini, diputuskan naik ke tahap penyidikan. Kemudian, setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ujar Asep.
Penangkapan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang oleh KPK terasa ironis karena Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jabar, baru saja masuk zona hijau pencegahan korupsi. Kasus ini menunjukkan upaya pencegahan korupsi yang dilakukan seolah hanya berjalan di atas kertas.
Sebelumnya, pada 1 Desember lalu, Pemkab Bekasi di situs resminya merilis berita berjudul ”Peringkat 6 Jabar, Kabupaten Bekasi Berhasil Naik ke Zona Hijau MCSP KPK”. Isi berita itu tentang capaian membanggakan Kabupaten Bekas dari hasil Monitoring, Controlling, Surveillance for Prevention (MCSP) yang dilakukan KPK.
Instrumen tersebut bertujuan untuk mengukur efektivitas rencana aksi pencegahan korupsi. Hasil pengukuran itu diharapkan menjadi acuan kepala daerah dalam membangun akuntabilitas, transparansi, dan efisiensi tata kelola sistem pemerintahan.
Dalam berita itu disebutkan, per 1 Desember 2025, Kabupaten Bekasi berada pada peringkat ke-6 dari 24 kabupaten/kota di Jabar berdasarkan MCSP yang dilakukan KPK. Kabupaten Bekasi memperoleh nilai 81 atau masuk zona hijau. Hal ini membanggakan karena kabupaten itu sebelumnya berada pada zona merah.
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang merupakan salah satu dari 10 orang yang terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK di wilayah Bekasi, Jabar, Kamis (18/12/2025).
Sebelumnya, OTT KPK menangkap Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, Gubernur Riau Abdul Wahid, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, dan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya. Semuanya hasil Pilkada 2024 dan baru menjabat sejak Februari lalu.
Sejak Rabu (17/12/2025) malam hingga Kamis malam itu, KPK melakukan tiga operasi tangkap tangan. Selain di Bekasi, lembaga antirasuah itu juga menggelar OTT di Kalimantan Selatan serta wilayah Jakarta dan Banten.
KPK memeriksa intensif para pihak yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan di wilayah Kalimantan Selatan pada Kamis (18/12/2025). Dari enam orang yang ditangkap, dua orang adalah pejabat di Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Kalsel.
Keduanya ialah Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara Albertinus P Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara Asis Budianto.
Selain menangkap keenam orang tersebut, petugas KPK juga menyita barang bukti uang ratusan juta rupiah dalam OTT di Kalsel.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menuturkan, Albertinus dan Asis diduga terlibat dalam tindak pemerasan. Namun, Budi enggan mengungkapkan lebih detail perkara tersebut. Penjelasan konstruksi perkara lebih lanjut akan disampaikan dalam jumpa pers setelah gelar perkara selesai dilakukan.
KPK tengah getol-getolnya menjalankan operasi tangkap tangan. Dalam waktu 24 jam, para penyidik melangsungkan tiga kali operasi, alias hattrick, yakni di Banten, Bekasi, dan Kalimantan Selatan. Apakah kegetolan itu menandakan kembalinya ketajaman ”taring” lembaga antirasuah tersebut?
Ketua Indonesia Memanggil (IM) 57+ Lakso Anindito mengapresiasi keseriusan KPK menjalankan penindakan kasus yang ditunjukkan dari peningkatan intensitas operasi. Kendati demikian, menurut Lakso, peningkatan kinerja itu tidak cukup.
Semestinya penindakan tidak berhenti sekadar OTT. Segenap jajaran lembaga itu harus melanjutkan pemeriksaan kasus sampai tuntas. Hendaknya tidak ada pemeriksaan-pemeriksaan yang berhenti di tengah jalan. Apalagi, jika kasus itu menangkap pejabat publik ternama yang disoroti publik.
Apresiasi atas peningkatan capaian OTT itu juga disampaikan mantan penyidik senior KPK, Praswad Nugraha. Sekilas frekuensi OTT yang tinggi memunculkan kesan penindakan yang ofensif dan agresif. Untuk itu, ”taring” sering kali diasosiasikan sebagai tindakan tegas dari lembaga itu. Konsistensi melakukan penindakan sekaligus memulihkan kepercayaan publik dan menegaskan kembali jika lembaga tersebut masih aktif bekerja.
”Namun, momentum comeback ini baru akan bermakna substantif dan mengkristal sebagai bukti bahwa KPK benar-benar bertaring jika keberhasilan OTT ini diikuti dengan proses hukum yang berkelanjutan, yakni proses penyidikan yang mendalam hingga ke akarnya, penuntutan tanpa tebang pilih, serta proses pengadilan yang lurus,” tutur Praswad.




