jpnn.com, JAKARTA - Kritikus politik Faizal Assegaf mengingatkan reformasi Polri bukan perkara sederhana karena menyangkut organisasi besar dengan kultur dan basis internal yang kuat.
Dia menilai keberadaan Tim Percepatan Reformasi Polri berpotensi menimbulkan kegaduhan politik jika tidak dijalankan secara hati-hati dan konstitusional.
BACA JUGA: Komisi Reformasi Polri Sudah Dengar Pernyataan Kapolri soal Penempatan Polisi di Luar Struktur
“Ini bukan level kelurahan atau kantor camat. Polri itu organisasi dengan hampir setengah juta personel, punya sejarah panjang, dan pro-kontra internal yang kuat. Kalau salah kelola, dampaknya bisa ke stabilitas politik nasional,” kata Faizal dalam keterangan persnya, Sabtu (20/12).
Faizal menilai langkah tim reformasi terkesan terlalu reaktif dan kasuistis. Ia menyoroti sikap sejumlah tokoh tim yang merespons isu-isu tertentu di ruang publik, termasuk polemik Perpol Nomor 10 Tahun 2025, dan beberapa kasus hukum, yang dinilai keluar dari mandat utama reformasi institusional.
BACA JUGA: Sidang KKEP Pecat 2 Anggota Polri Terkait Pengeroyokan Matel di Kalibata
Menurutnya, reformasi Polri seharusnya dikembalikan ke mekanisme formal melalui DPR dalam kerangka trias politica.
“Kalau tim reformasi terlalu laju, tapi rekomendasinya tidak dijalankan, itu bisa jadi ‘gorengan politik’ yang berbahaya,” ujarnya.
BACA JUGA: Chandra Sebut Perpol 10/2025 Bertolak Belakang dengan Semangat Reformasi Polri
Ia juga mengkritik komposisi dan desain kelembagaan tim reformasi yang dinilai lemah secara kepemimpinan.
Faizal menilai penempatan Kapolri aktif sebagai anggota tim yang diketuai figur non-struktural berpotensi menimbulkan konflik kewenangan dan resistensi internal.
“Ini rawan gagal sejak desain awal. Reformasi institusi sebesar Polri harus dipimpin dengan kepemimpinan negarawan, bukan permainan opini publik,” tegasnya.
Faizal mengingatkan pengalaman jatuhnya Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi pelajaran penting bahwa agenda reformasi tanpa konsep dan dukungan politik yang solid dapat berujung pada krisis kekuasaan.
“Bekerjalah senyap, sistematis, dan konstitusional. Jangan menambah kegaduhan. Serahkan hasil yang matang kepada Presiden, bukan membebani Presiden dengan konflik baru,” pungkas Faizal. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad


