- Apa langkah KPK setelah menangkap jaksa dalam OTT di Banten dan Jakarta?
- Atas dugaan apa KPK menangkap Kajari dan Kasi Intel di Kalsel?
- Bagaimana Kejagung menyikapi langkah KPK tangkap jaksa yang diduga memeras?
- Apakah KPK perlu izin Jaksa Agung saat menangkap jaksa?
- Bagaimana penegasan Mahkamah Konstitusi ihwal imunitas jaksa?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya jaksa yang ikut ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Banten dan Jakarta. Selain mengamankan seorang jaksa, tim penindakan KPK juga menyita uang tunai ratusan juta rupiah.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto membenarkan bahwa salah satu yang ditangkap saat OTT adalah seorang jaksa. Terkait hal tersebut, ia telah menjalin komunikasi dengan Kejaksaan Agung.
”Sebagaimana yang sudah disampaikan oleh Jubir KPK bahwa memang ada pengamanan dan ada oknum jaksa. Dan, memang, kan, sudah ada koordinasi dengan Kejaksaan Agung, nanti kita lihatlah hasilnya,” ujar Fitroh saat dikonfirmasi, Kamis (18/12/2025).
KPK masih memeriksa intensif para pihak yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan di wilayah Kalimantan Selatan pada Kamis (18/12/2025). Dari enam orang yang ditangkap, dua orang adalah pejabat di Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Kalsel. Keduanya ialah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara Albertinus P Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara Asis Budianto.
Sejak Jumat (19/12/2025) pagi, mereka masih diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sebelum diputuskan status hukum mereka akan ditingkatkan menjadi tersangka atau tidak. Begitu pula empat orang lainnya yang ditangkap.
Selain menangkap keenam orang tersebut, petugas KPK juga menyita barang bukti uang ratusan juta rupiah dalam OTT KPK di Kalsel.
Menurut Budi, Albertinus dan Asis diduga terlibat dalam tindak pemerasan. Namun, Budi enggan mengungkapkan lebih detail perkara tersebut. Penjelasan konstruksi perkara lebih lanjut akan disampaikan dalam jumpa pers setelah gelar perkara selesai dilakukan.
Dalam tiga kali operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, ada jaksa yang turut diamankan dan diduga terlibat kasus pemerasan. Kejaksaan Agung menyatakan prihatin sekaligus mendukung langkah hukum yang diambil KPK tersebut.
Pada Kamis (18/12/2025), dalam waktu 24 jam, KPK melakukan langkah hukum di tiga lokasi berbeda, yakni Banten, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan. Dalam penegakan hukum itu, penyidik KPK juga mengamankan jaksa.
Ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (19/12/2025), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan bahwa satu kasus yang telah terkonfirmasi adalah penangkapan seorang jaksa di Banten karena diduga terkait kasus pemerasan. Jaksa tersebut berinisial RZ dan yang bersangkutan saat ini menduduki jabatan struktural sebagai Kepala Seksi Data Statistik Kriminal dan Teknologi Kejaksaan Tinggi Banten.
Anang mengatakan, kejaksaan akan mendukung proses hukum yang dilakukan oleh KPK. Pihaknya memastikan tidak akan melindungi yang bersangkutan.
Komisi Pemberantasan Korupsi, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah yang diwakili oleh Kejaksaan Agung menilai, ketentuan mengenai perlunya izin dari Jaksa Agung apabila penegak hukum akan memeriksa jaksa atau melakukan upaya paksa lain bukan merupakan imunitas ataupun impunitas bagi jaksa bermasalah.
Izin Jaksa Agung tersebut menjadi salah satu bentuk perlindungan bagi jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Meskipun demikian, ada pengecualian dari aturan tersebut, yaitu ketika seorang jaksa terkena operasi tangkap tangan.
”Ketika kami melakukan tangkap tangan, kami tidak pernah melakukan permintaan izin atau menyampaikan dulu kepada pimpinan. Karena ketika kami menyampaikan izin kepada pimpinan, sudah bocor duluan katanya informasi ini sehingga kami tidak bisa melakukan hal itu. Karena itu, untuk tertangkap tangan ini, memang kami tidak pernah meminta izin,” tutur Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Kamis (19/6/2025), dalam sidang uji materi Pasal 8 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
Mahkamah Konstitusi menegaskan imunitas jaksa tidak bersifat absolut. Jaksa yang tertangkap tangan atau melakukan tindak pidana yang diancam hukuman mati atau tindak kejahatan terhadap keamanan negara atau tindak pidana khusus bisa ditangkap tanpa perlu izin dari Jaksa Agung.
MK mengubah ketentuan Pasal 8 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI yang semula mengatur tentang perlunya izin jaksa agung apabila memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, dan menahan seorang jaksa yang diduga melakukan tindak pidana saat menjalankan tugas dan kewenangannya. Menurut MK, imunitas jaksa tidaklah bersifat absolut.
Dalam persidangan Kamis (16/10/2025), MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh aktivis mahasiswa Agus Setiawan, advokat Sulaiman, dan Perhimpunan Pemuda Madani, khususnya Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan RI.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani, norma Pasal 8 Ayat (5) UU No 11/2021 merupakan norma yang memiliki semangat untuk melindungi jaksa yang sedang menjalankan tugas dan kewenangannya. Hanya saja, pasal tersebut memberikan perlindungan hukum bagi jaksa tanpa batasan atau pengecualian.




