FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis yang melibatkan dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) memasuki babak baru.
Polisi menetapkan Khaeruddin, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) UNM, dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah yang bersangkutan melarikan diri jelang pelimpahan berkas perkara ke kejaksaan.
Khaeruddin sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswanya.
Ia dijerat Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) terkait pelecehan seksual fisik.
Ancaman hukumannya paling maksimal empat tahun penjara dan atau denda hingga Rp50 juta.
Hanya saja, saat proses hukum memasuki tahap II atau pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum, Khaeruddin justru menghilang. Kepolisian pun bergerak dengan menerbitkan surat DPO.
Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, Kompol Zaki Sungkar, membenarkan bahwa tersangka kabur setelah status hukumnya ditetapkan.
“Iya kabur. Sudah ada (surat) DPO-nya,” kata Zaki kepada awak media, Minggu (21/12/2025).
Dikatakan Zaki menjelaskan, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Khaeruddin sempat mengajukan penangguhan penahanan dengan alasan sakit.
Permohonan itu dikabulkan sehingga statusnya berubah menjadi tahanan kota.
Setelah itu, tersangka diketahui pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Bone. Namun ketika penyidik hendak melakukan pelimpahan tahap II, keberadaan Khaeruddin tidak lagi diketahui.
“Ditangguhkan penahanannya karena alasan sakit. Saat mau tahap dua dia tidak datang, kemudian dijemput penyidik ke Bone, ternyata yang bersangkutan sudah tidak ada,” ungkap Zaki.
Di sisi lain, pendamping hukum korban dari LBH Makassar, Mirayati Amin, mengaku kecewa terhadap lambannya penanganan perkara tersebut.
Baginya, penangguhan penahanan justru membuka celah bagi tersangka untuk melarikan diri.
“Kami menilai, lambannya penanganan kasus ini memberi peluang terhadap kaburnya terrsangka dan penundaan akses keadilan terhadap korban,” kata Mirayati.
Ia menyebut, pihaknya telah berulang kali mempertanyakan perkembangan perkara ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Sulsel sejak 10 Desember 2025.
Dari penyidik, LBH Makassar mendapat informasi bahwa tersangka telah dua kali dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Makassar, namun tidak pernah memenuhi panggilan.
“Penyidik menyampaikan bahwa tersangka beralasan sakit dan pulang ke kampung halamannya di Bone. Setelah itu, tidak ada lagi kabar. Hingga hari ini, keberadaannya tidak diketahui, bahkan oleh pihak keluarga maupun penasihat hukumnya,” ucap Mirayati.
LBH Makassar juga mengaku telah mengirimkan surat desakan percepatan penanganan perkara ke Kejaksaan Negeri Makassar. Namun hingga kini, belum ada respons resmi yang diterima.
“Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara sempat menyampaikan bahwa pelimpahan belum dapat dilakukan karena kejaksaan tengah fokus pada penanganan tahanan kasus aksi massa Agustus dan September,” terangnya.
Kata Mirayati, alasan tersebut tidak dapat dibenarkan karena setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, terlebih dalam perkara kekerasan seksual yang menyangkut hak korban.
“Karena itu, kami mendesak penyidik agar menerbitkan DPO sebagai bentuk keseriusan penegakan hukum,” tegasnya.
Tidak hanya menyoroti aparat penegak hukum, LBH Makassar juga mengkritik respons pihak kampus yang dinilai lamban. Pasalnya, tersangka merupakan dosen aktif di kampus tempat korban menempuh pendidikan.
“Sehingga ketidakjelasan status hukum pelaku berpotensi menimbulkan viktimisasi berulang di lingkungan akademik,” kata Mira.
Sebagai tindak lanjut, pada 6 Agustus 2025, LBH Makassar telah melayangkan laporan dugaan pelanggaran etik dan disiplin dosen kepada Rektor Universitas Negeri Makassar melalui surat bernomor 64/SK-ADV/LBH-MKS/VIII/2025.
Namun, balasan pihak kampus dinilai belum menjelaskan langkah konkret penanganan laporan tersebut. Kampus hanya menyampaikan bahwa Khaeruddin diberhentikan sementara selama proses hukum berjalan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Universitas Negeri Makassar belum memberikan pernyataan resmi.
(Muhsin/fajar)


:strip_icc()/kly-media-production/medias/4723188/original/034031500_1705921925-fotor-ai-20240122181144.jpg)

