Albertinus Parlinggoman Napitupulu terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Dia diduga melakukan pemerasan hingga ratusan juta rupiah. Akibat tindakannya, dia dijerat sebagai tersangka oleh KPK dan dicopot dari jabatannya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Seperti apa kasusnya?
Terjaring OTT KPK, Jadi TersangkaKasus ini terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang digelar pada Kamis (18/12) lalu. Albertinus ditangkap bersama sejumlah pihak. Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, ia bersama dengan dua anak buahnya dijerat tersangka.
Albertinus dijerat sebagai tersangka Kasi Intelijen Kejari HSU, Asis Budianto, dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari HSU, Tri Taruna Fariadi.
Semula, KPK menangkap 21 orang. Namun hanya enam di antaranya yang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK.
Selain Albertinus dkk, para pihak yang dibawa ke Jakarta yakni Kepala Dinas Pendidikan HSU, Rahman; Kepala Dinas Kesehatan HSU, Yandi; serta Hendrikus dan Rahmad Riyadi selaku pihak lainnya.
Tri Taruna yang merupakan Kasi Datun HSU masih dilakukan pencarian oleh lembaga antirasuah. Dia diminta agar kooperatif dan segera menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
"Tadi disebutkan bahwa ditetapkan tiga orang tersangka, tetapi yang tadi ditampilkan dan kemudian ditahan oleh kami itu baru dua. Karena yang satunya masih dalam pencarian," ucap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12).
Seperti Apa Kasusnya?Asep menjelaskan, setelah menjabat sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025, Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp 804 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara.
Pihak yang menjadi perantara yakni Asis Budianto dan Tri Taruna Fariadi.
"Bahwa penerimaan uang tersebut, berasal dari dugaan tindak pemerasan APN kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)," tutur Asep.
Asep menyebut, permintaan itu disertai ancaman dengan modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.
"Dalam kurun November-Desember 2025, dari permintaan tersebut, APN [Albertinus Parlinggoman Napitupulu] diduga menerima aliran uang sebesar Rp 804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara," ucap dia.
Asep menerangkan, melalui perantara Tri Taruna, Albertinus diduga menerima dari Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp 270 juta dan Direktur RSUD HSU sebesar Rp 235 juta.
Kemudian, melalui perantara Asis, yaitu penerimaan dari Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp 149,3 juta.
Asep menyebut, bahwa selain melakukan dugaan tindak pemerasan, Albertinus juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi.
"Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta, tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan potongan dari para unit kerja atau seksi," papar dia.
Tak hanya itu, Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta, dengan rincian:
Transfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta; dan
Dari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus-November 2025 sebesar Rp 45 juta.
Sementara itu, masing-masing terhadap Asis Budianto dan Tri Taruna selaku perantara Albertinus juga diduga menerima aliran dana dari sejumlah pihak. Asis mendapat Rp 63,2 juta sementara Tri Taruna Rp 1,07 miliar.
Akibat perbuatannya, Albertinus dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.
Albertinus DicopotKejagung juga bergerak cepat usai Albertinus dkk jadi tersangka KPK. Kejagung mencopot Albertinus dari posisinya sebagai Kajari.
"Sudah dicopot dari jabatannya dan diberhentikan sementara status kepegawaian sambil menunggu proses pengadilan dan keputusan yang berkekuatan hukum tetap," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, saat dikonfirmasi, Minggu (21/12).
Anang menyebut, usai dicopot dari jabatannya, Albertinus dkk juga tak akan mendapatkan haknya lagi, yakni gaji dan tunjangan.
"Diberhentikan semuanya sambil menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tetap," tuturnya.
Anang menambahkan, pihaknya sepenuhnya menyerahkan proses hukum terhadap ketiga jaksa itu ke KPK. Dia memastikan, Korps Adhyaksa tak akan melakukan intervensi.
"Kejaksaan tidak akan mengintervensi atau menghalangi atau melindungi," ujar Anang.
"Bahkan kami mendukung, upaya kita dalam membersihkan Jaksa dan pegawai yang melakukan perbuatan tercela silakan proses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan kami siap bersinergi dalam penegakan hukum dengan prinsip kesetaraan saling menjaga dan menghormati masing-masing pihak," tambahnya.




