Hari Ibu, Antara Perayaan Simbolik dan Kehidupan Anak yang Lebih Baik di Masa Datang

tvonenews.com
16 jam lalu
Cover Berita

Jakarta, tvOnenews.com - Ibu digambarkan sebagai sosok yang nyaris tanpa cela, selalu kuat, selalu sabar, selalu benar. Dalam narasi ini, keibuan menjadi simbol yang rapi dan menghangatkan. Narasi tersebut tentu lahir dari niat baik. Ia menjadi cara kolektif untuk menghormati peran yang sering luput dari pengakuan formal.

Hari Ibu hampir selalu hadir dalam wajah yang sama. Ucapan terima kasih mengalir, pengorbanan ibu dipuja, ketabahannya diangkat sebagai standar kebajikan.

Di banyak keluarga, ibu memang memikul beban ganda: mengasuh, mengelola rumah, menopang emosi keluarga, bahkan ikut menjaga stabilitas ekonomi. Perayaan Hari Ibu memberi ruang bagi rasa terima kasih yang kerap tertunda.

Namun, di situlah persoalannya. Ketika satu narasi diputar berulang, ia perlahan menjadi satu-satunya cerita yang dianggap sah.

Ibu tidak lagi diposisikan sebagai manusia dengan pengalaman beragam, melainkan sebagai figur ideal yang harus selalu dipuja. Segala yang tidak selaras dengan gambaran itu cenderung disisihkan, dianggap tidak pantas hadir di hari perayaan.

Dalam ruang publik, hampir tidak ada tempat bagi pembicaraan tentang ibu yang lelah, keliru, atau terjebak dalam cara-cara pengasuhan yang problematis.

Keibuan diperlakukan sebagai wilayah sakral yang tak boleh disentuh kritik, seolah mempertanyakan praktiknya sama dengan meniadakan jasa dan cinta itu sendiri.

Akibatnya, Hari Ibu kerap menjadi perayaan peran, bukan refleksi relasi. Yang dirayakan adalah fungsi sosial ibu, bukan dinamika nyata hubungan ibu dan anak yang sering kali kompleks.

Padahal relasi keluarga, seperti relasi manusia pada umumnya, tidak selalu berjalan mulus dan ideal.

Narasi yang terlalu tunggal ini tidak sepenuhnya salah, tetapi jelas tidak lengkap. Ia menenangkan, namun juga menyederhanakan.

Ia memuliakan, namun sekaligus membungkam sisi-sisi yang tidak sesuai dengan gambaran ideal.

Mungkin di sinilah Hari Ibu perlu diberi makna yang lebih luas. Bukan untuk mengurangi penghormatan, melainkan untuk memperkaya pemahaman.

Sebab penghargaan yang matang tidak hanya lahir dari pujian, tetapi juga dari keberanian melihat kenyataan apa adanya, dengan jujur dan berimbang.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Persijap Jepara vs PSIM Jogja: Divaldo Alves Datang, Wajib Menang
• 14 jam lalugenpi.co
thumb
Proliga 2026 Bergulir Mulai 8 Januari, 12 Tim Ramaikan Musim Baru
• 2 jam lalusuarasurabaya.net
thumb
Pengadilan Swiss Dengarkan Gugatan Iklim Penduduk Pulau RI Terhadap Holcim
• 6 jam laluidxchannel.com
thumb
Pastikan Keamanan Jalur Mudik Nataru, Kapolri: Tol Dipantau 24 Jam, Rekayasa Lalin Disiapkan
• 4 jam lalusuara.com
thumb
Antisipasi Longsor, Pegiat Lingkungan Tanam Pohon di Hutan Kota Batu
• 3 jam lalukompas.tv
Berhasil disimpan.