Perusahaan UEA Imingi Gaji Besar Eks Tentara Kolombia ke Sudan

mediaindonesia.com
7 jam lalu
Cover Berita

RATUSAN mantan tentara Kolombia direkrut ke Sudan dengan iming-iming gaji besar dan pekerjaan aman di Uni Emirat Arab (UEA). Namun kenyataan yang mereka hadapi yaitu perang di negara yang jauh dengan pembantaian massal, pemerkosaan, kelaparan, serta perekrutan anak.

Investigasi AFP, kemarin, mengungkap cerita para tentara bayaran Kolombia bisa berakhir di jantung konflik Sudan melalui jaringan perekrutan dan keuntungan yang membentang dari Amerika Selatan hingga Darfur. Melalui wawancara dengan keluarga korban dan mantan tentara bayaran, analisis dokumen perusahaan, serta pelacakan lokasi rekaman medan perang, ada peran mereka dalam memperkuat Pasukan Pendukung Cepat (RSF), kelompok paramiliter yang dituduh melakukan genosida.

Pejuang asing memang terlibat di kedua pihak konflik, sebagian besar berasal dari negara-negara Afrika seperti Eritrea dan Chad. Namun, para analis menilai tidak ada kelompok dengan tingkat kecanggihan seperti tentara bayaran Kolombia yang direkrut karena keahlian mereka dalam penggunaan drone dan artileri jarak jauh.

Baca juga : RSF Tembak Mati Banyak Keluarga dan Minta Tebusan untuk Dokter

Sebagai imbalan, mereka dijanjikan bayaran antara US$2.500 hingga US$4.000 per bulan atau enam kali lipat dari bayaran pensiun militer di Kolombia. Informasi itu menurut pengakuan seorang mantan tentara tersebut.

Pada 9 Desember, AS menjatuhkan sanksi kepada empat warga Kolombia beserta perusahaan mereka atas keterlibatan dalam jaringan transnasional tersebut. Namun, laporan itu tidak secara eksplisit menyebut peran simpul penting di UEA, yakni perusahaan kontraktor keamanan swasta bernama Global Security Services Group (GSSG). Perusahaan yang berbasis di Abu Dhabi itu memiliki daftar klien, termasuk beberapa kementerian UEA.

Pola disinformasi

UEA berulang kali membantah mendukung RSF. Seorang pejabat senior mengatakan UEA percaya bahwa ada pola disinformasi seputar perang ini yang tidak menguntungkan siapa pun.

Baca juga : Influencer UEA dan Israel Kompak Serang SAF ketimbang RSF

Di Kolombia, keluarga para tentara bayaran menanggung penderitaan dalam diam. "Mereka masih belum membawa pulang jenazahnya," ujar seorang janda yang menolak disebutkan namanya karena takut.

Suaminya, 33, tewas kurang dari tiga bulan setelah tiba di Sudan pada pertengahan 2024 saat RSF melancarkan ofensif untuk merebut Darfur barat. Selama berbulan-bulan, kelompok paramiliter itu mengepung El-Fasher, benteng terakhir tentara Sudan di wilayah tersebut.

Meski RSF dilaporkan memiliki puluhan ribu anggota, sebagian besar ialah infanteri dengan keterampilan rendah. Mereka lebih dikenal karena penjarahan dan kekerasan seksual dibandingkan operasi militer canggih.

Didukung pejuang Kolombia, menurut AS, RSF akhirnya merebut El-Fasher pada Oktober, di tengah bukti pembunuhan massal, penculikan, dan pemerkosaan. Video yang diverifikasi memperlihatkan warga Kolombia berada di dalam dan sekitar kota sebelum jatuhnya El-Fasher. 

Kamp Zamzam

Dalam satu rekaman, mereka melintasi reruntuhan kamp pengungsi Zamzam sambil memutar musik reggaeton. "Semua hancur," kata seorang pria dengan aksen Kolombia.

Kamp Zamzam direbut pada April. Lebih dari 400 ribu orang mengungsi dan 1.000 tewas. Para penyintas menyebutnya sebagai pembantaian bermotif etnis.

Gambar lain menunjukkan pria yang sama berpose dengan seorang anak laki-laki bersenjata senapan serbu. Rekaman terpisah memperlihatkan tentara bayaran mengajari seorang pejuang menggunakan peluncur roket.

Milisi sekutu tentara Sudan menyebutkan hingga 80 warga Kolombia ikut serta dalam pengepungan sejak Agustus. Foto yang diberikan juru bicara Pasukan Gabungan, Ahmed, menunjukkan jenazah pria yang sama, dikenali dari fitur wajah dan kawat giginya dan diberi label sebagai komandan peleton.

Otoritas yang bersekutu dengan tentara Sudan mengeklaim sedikitnya 43 tentara bayaran Kolombia tewas. Kementerian luar negeri Kolombia menyatakan bahwa sejumlah warga negara mereka ditipu jaringan perdagangan manusia untuk berangkat ke Sudan.

Dari Whatsapp

Itu berawal dari Whatsapp. Sekitar setahun setelah pensiun, seorang spesialis drone militer Kolombia yang tak ingin disebut namanya menerima pesan instan itu. "Ada veteran yang tertarik untuk bekerja? Kami mencari anggota cadangan dari angkatan mana pun. Detailnya melalui pesan langsung," kata orang itu berdasarkan isi pesan tersebut.

Pria berusia 37 tahun itu dihubungi seseorang yang mengaku mantan kolonel angkatan udara dan diberi tahu pekerjaan tersebut berada di Dubai. Ia menerima tawaran itu.

Setiap tahun, ribuan tentara Kolombia pensiun di usia relatif muda dengan pensiun kecil. Banyak yang sebelumnya menemukan pekerjaan di UEA, menjaga infrastruktur minyak atau bertempur di Yaman melawan pemberontak Houthi.

Namun dalam panggilan lanjutan, veteran itu diberi tahu Dubai hanyalah lokasi transit untuk pelatihan singkat, sebelum dikerahkan ke Afrika untuk misi pengintaian. Merasa curiga, ia menghubungi seorang teman di UEA yang memperingatkannya bahwa tujuan sebenarnya kemungkinan Sudan. Ia pun menolak tawaran tersebut. Banyak lainnya tidak seberuntung itu.

Seorang tentara bayaran bernama Christian Lombana mendokumentasikan perjalanannya ke Sudan pada 2024 melalui Prancis dan Abu Dhabi di media sosial. Video TikTok menempatkannya di gurun Libia tenggara, demikian menurut kelompok investigasi Bellingcat.

Khalifa Haftar

Wilayah Libia timur berada di bawah kendali Khalifa Haftar, tokoh militer yang didukung UEA. Sejak perang Sudan pecah, wilayah ini menjadi koridor penting bagi RSF untuk pasokan senjata, bahan bakar, dan pejuang.

Beberapa hari setelah unggahan terakhir Lombana, konvoinya disergap di gurun Darfur. Rekaman yang menjadi viral memperlihatkan dokumen dan foto keluarganya berserakan di pasir dengan paspor yang menunjukkan cap masuk Libia.

Dokumen dan kesaksian yang diperoleh AFP menunjuk pensiunan kolonel Kolombia Alvaro Quijano sebagai tokoh utama di balik perekrutan tersebut.

AFP mewawancarai mantan mitra bisnisnya, Omar Rodriguez, yang mengatakan setelah beberapa penyergapan di gurun tahun lalu, Quijano sempat menghentikan sementara operasi tersebut.

Tahun ini, jalur perekrutan dilaporkan beralih melalui Bosaso, Somalia. Sumber lokal menyebut bagian dari pangkalan militer yang dikelola UEA digunakan untuk menampung peleton tentara bayaran asing sebelum diterbangkan dengan pesawat kargo.

Wilayah Puntland

Bosaso terletak di wilayah semiotonom Puntland, tempat UEA sejak 2010 melatih dan mendanai Pasukan Polisi Maritim Puntland, menurut para ahli PBB.

Sumber keamanan menyebut pejabat militer Emirat ditempatkan di area terpisah bandara.

Pada November, muncul laporan kebocoran besar data e-visa Somalia yang diduga mencakup data warga Kolombia yang transit ke Sudan.

Menanggapi hal itu, Penasihat Keamanan Nasional Somalia, Awes Hagi Yusuf, mengatakan kepada AFP bahwa pihaknya harus menyelidiki dan sedang melakukannya. Ia menekankan pentingnya bukti kuat dan hubungan baik dengan UEA.

Seorang pejabat Emirat mengatakan kepada AFP bahwa UEA menolak klaim apa pun bahwa mereka telah memasok, membiayai, mengangkut, atau memfasilitasi pengiriman senjata kepada pihak-pihak yang bertikai.

Chad dan Niger

Namun, Menteri Pertahanan Somalia Ahmed Moalim Fiqi mengatakan kepada parlemen bahwa pesawat dari Bosaso terbang ke Chad dan Niger, mencapai Sudan Barat.

Warga lokal Bosaso mengatakan mereka melihat kelompok pria asing berperawakan militer dikawal ke pesawat kargo dan ke area bandara yang digunakan pejabat Emirat.

Citra satelit dan data pelacakan penerbangan yang dianalisis AFP menunjukkan aktivitas intensif pesawat kargo Ilyushin IL-76D, jenis yang sama dengan pesawat yang digunakan dalam jalur pasokan RSF melalui Chad.

Minggu lalu, AS menjatuhkan sanksi kepada Quijano dan istrinya, Claudia Oliveros, sebagai bagian dari jaringan transnasional yang merekrut warga Kolombia untuk berperang di Sudan.

"Sejak September 2024, ratusan mantan personel militer Kolombia telah melakukan perjalanan ke Sudan untuk berperang bersama RSF," kata Departemen Keuangan AS. Ia menambahkan bahwa sebagian dari mereka melatih anak-anak.

Perusahaan di Panama

Dua mantan tentara bayaran mengatakan kepada AFP bahwa perusahaan A4SI milik Quijano mengirim rekrutan ke UEA, lalu ke Libia timur, sebelum ke Sudan.

AFP memperoleh 26 dokumen yang ditandatangani warga Kolombia di Libia yang mengizinkan GSSG membayar gaji mereka. Salah satu kontrak menyebut posisi sebagai penjaga keamanan, dengan gaji disalurkan melalui perusahaan di Panama.

Catatan perusahaan UEA menunjukkan GSSG dimiliki pengusaha Mohamed Hamdan Alzaabi. Ia mengeklaim perusahaannya sebagai penyedia tunggal layanan keamanan bersenjata untuk pemerintah UEA.

UEA kembali membantah tuduhan mendukung RSF, meski laporan PBB dan organisasi internasional menyebut negara Teluk itu melanggar embargo senjata Darfur.

Menurut analis, ketertarikan UEA mencakup emas Sudan, lahan pertanian subur, garis pantai Laut Merah, serta posisi strategis antara Tanduk Afrika dan Sahel.

Parlemen Kolombia baru-baru ini mengesahkan undang-undang yang melarang perekrutan tentara bayaran. Namun, bagi sebagian warga Kolombia, keputusan itu datang terlambat.

"Abunya telah tiba di Kolombia," ucap seorang perempuan yang mengaku sepupu seorang pejuang yang tewas pada usia 25 tahun kepada AFP. (I-2)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Dalam Tiga Tahun, Israel Perluas Pemukiman di 69 Lokasi di Tepi Barat
• 19 jam laluharianfajar
thumb
Aceh Utara Berkali-kali Minta Alkes ke Kemenkes tapi Belum Dikasih, Andi Sinulingga: Biar Buzzer yang Jawab
• 4 jam lalufajar.co.id
thumb
Kronologi Pemotor Tewas Gara-Gara Diserempet Mobil Boks di Ciledug
• 13 jam laluokezone.com
thumb
Meniru Langkah UEFA, AFC Siap Menggelar Nations League di Asia!
• 17 jam lalubola.com
thumb
Bus PO Cahaya Trans Maut Kecelakaan di Tol Semarang, Ternyata Dikemudikan Sopir Cadangan
• 2 jam lalurctiplus.com
Berhasil disimpan.