Setelah kita berbicara tentang bom waktu dibalik sistem pensiun, siapa yang membayar Pensiun ASN hari ini, penuaan Sistem Jaminan Pensiun ASN, dan juga tentang utang Pensiun ASN yang tak tercatat, pertanyaannya kini menjadi jauh lebih penting dan mendesak yaitu:
Apakah bangsa ini akan terus-menerus bertahan dengan sistem lama, ataukah sebaliknya mulai menyiapkan fondasi baru untuk masa depan Aparatur Sipil Negara?
Di titik inilah sebuah gagasan besar perlu diletakkan di meja publik dengan jujur dan berani:
Dari Membayar ke Menyiapkan: Perubahan Cara Berpikir yang MendasarSelama ini, pendekatan kita terhadap Jaminan Pensiun ASN cenderung masih bersifat reaktif:
Pensiun dibayar ketika jatuh tempo,
Anggaran disiapkan setiap tahun,
Masalah diselesaikan saat ia muncul.
Pendekatan ini terbukti bekerja selama puluhan tahun. Namun, dunia abad ke-21 menuntut cara berpikir yang berbeda:
Dana abadi adalah simbol perubahan cara berpikir itu. Negara tidak bisa lagi hanya mengandalkan kas tahunan, tetapi perlu mulai:
Mengumpulkan dana secara sistematis,
Mengelolanya secara profesional dan transparan,
Dan menjadikannya sebagai sumber pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan.
Ini jelas bukan semata soal teknis keuangan. Ini merupakan pergeseran filsafat bernegara: dari jangka pendek menuju antargenerasi.
Apa Itu Dana Abadi Aparatur Sipil Negara?Secara sederhana, Dana Abadi Aparatur Sipil Negara adalah:
Ia sama sekali bukan tabungan individu semata, dan bukan pula dana APBN biasa. Ia adalah instrumen peradaban fiskal negara:
Diisi secara bertahap dan terus menerus,
Dikelola lintas generasi dan berkelanjutan,
Dan dimaksudkan untuk melindungi martabat Pegawai ASN hingga akhir hayatnya.
Anggaran negara tahunan adalah refleksi dari kebutuhan hari ini. Tetapi dana abadi adalah refleksi dari tanggung jawab kepada hari esok.
Dengan dana abadi:
Negara tidak lagi sepenuhnya bergantung pada penerimaan pajak masa depan,
Risiko fiskal negara dibagi lintas waktu dan lintas generasi,
Dan hak pensiun Pegawai ASN tidak bergantung sepenuhnya pada kondisi ekonomi satu tahun tertentu.
Dengan kata lain, negara tidak lagi sekadar “berjanji”, tetapi justru mulai menyiapkan jaminan nyata di muka.
Dalam tradisi kenegaraan yang matang, inilah yang disebut sebagai intergenerational justice: keadilan lintas generasi.
Dunia Sudah Melangkah, Kita Tidak Berdiri SendiriBanyak negara telah melangkah lebih dulu dengan pendekatan dana abadi untuk kewajiban jangka panjangnya:
Dana pensiun publik yang dikelola secara profesional,
Dana investasi negara untuk membiayai manfaat sosial,
Sovereign fund yang menopang belanja generasi berikutnya.
Mereka belajar dari krisis. Mereka membaca tanda-tanda zaman. Dan mereka sampai pada satu kesimpulan yang sama yaitu:
Indonesia tidak perlu meniru secara mentah-mentah. Tetapi kita sangat bisa:
Belajar dengan cermat,
Menyesuaikan dengan karakter bangsa,
Dan membangun model sendiri yang berdaulat, konstitusional, dan berkeadilan.
Sering kali transformasi dipahami sebagai ancaman bagi hak. Padahal dana abadi justru sebaliknya:
Dengan dana abadi, negara sepertinya sedang berkata:
Kami tidak hanya menjanjikan masa tua Anda,
Kami menyiapkannya sejak sekarang,
Dan kami ingin hak itu tidak tergantung pada perubahan politik jangka pendek.
Ini adalah bentuk kontrak sosial-moral negara kepada aparaturnya secara lebih dewasa, lebih stabil, dan lebih bermartabat.
Tetapi Apakah Negara Mampu?Pertanyaan ini wajar. Dan justru karena itulah maka harus dijawab dengan jujur.
Dana abadi sama sekali tidak dibangun dalam satu malam. Sebaliknya, ia bisa tumbuh dari:
Iuran Pegawai ASN secara bertahap,
Kontribusi pemerintah selaku pemberi kerja,
Optimalisasi aset negara,
Hasil pengelolaan investasi jangka panjang yang sehat.
Yang terpenting bukanlah besarnya pada tahun pertama, melainkan kepastian bahwa proses menanam itu dimulai sekarang. Karena yang paling mahal dari waktu adalah penundaan.
Risiko Terbesar Bukan Mencoba, Tetapi Tidak MemulaiRisiko dalam membangun dana abadi tentulah ada yaitu:
Risiko tata kelola,
Risiko investasi,
Risiko intervensi politik.
Tetapi semua risiko tersebut jelas bisa dikelola dengan: desain kelembagaan yang kuat, pengawasan publik yang ketat, dan prinsip transparansi dan integritas yang tidak bisa ditawar.
Yang jauh lebih berbahaya justru adalah:
Itu bukan lagi risiko teknis. Itu nyata risiko peradaban fiskal.
Menanam Hari Ini, Memanen Martabat di Masa DepanDana Abadi Aparatur Sipil Negara bukan sekadar instrumen keuangan. Ia merupakan pernyataan sikap sebuah bangsa terhadap masa depan aparaturnya sendiri. Apakah kita ingin:
Terus membayar dari sisa-sisa anggaran negara tahunan, atau
Mulai menanam secara terhormat untuk masa depan aparatur yang lebih pasti.
Bangsa yang besar selalu memikirkan masa depan pejabatnya sampai tua. Tetapi bangsa yang benar-benar matang akan menyiapkan hari tua aparaturnya itu jauh sebelum ia tiba.
Dan di titik inilah kita berdiri hari ini:
Sudah waktunya Indonesia menanam Dana Abadi sendiri untuk Aparatur Sipil Negaranya—sebab peradaban tidak dibangun dari ketergesaan, melainkan dari kesetiaan pada hari esok.
----- AK20251222-----
JaminanPensiun (#5): Semuanya berupa gagasan, pemikiran, dan harapan masa depan. Untuk menggugah kesadaran literasi terhadap hal-hal yang menjadi kepentingan publik. Gunakan artikel ini secara bijak dan seperlunya. Komunikasi: [email protected].


