Harga emas dunia diperkirakan masih bergerak di level yang tinggi hingga akhir 2025. Hal ini seiring pembelian agresif oleh bank sentral global, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter, serta meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.
Direktur Investor Relations PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) Thendra Crisnanda menilai, emas semakin diposisikan sebagai aset strategis jangka panjang, bukan hanya instrumen lindung nilai saat krisis. “Permintaan yang kuat dari bank sentral dan investor global menunjukkan adanya pergeseran cara pandang terhadap emas, terutama di tengah meningkatnya tekanan utang dan ketidakpastian ekonomi,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (22/12).
Berdasarkan laporan World Gold Council dan Reuters, bank sentral dunia melanjutkan pembelian emas dalam volume besar hingga akhir 2025. Emas dipandang sebagai aset untuk menghadapi risiko debt debasement, seiring meningkatnya beban utang dan potensi pelemahan mata uang.
Di Amerika Serikat, total utang pemerintah tercatat terus meningkat dengan laju sekitar US$ triliun setiap 100 hari pada paruh akhir 2025, memperkuat daya tarik emas sebagai penyimpan nilai jangka panjang.
Sedangkan di dalam negeri, arah kebijakan juga menunjukkan dukungan terhadap penguatan industri emas nasional. Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan pajak ekspor emas yang akan berlaku mulai 2026, dengan tarif 7,5% hingga 15% berdasarkan tingkat pemrosesan dan harga emas global.
Kebijakan tersebut diproyeksikan mendorong peningkatan pasokan emas untuk pasar domestik sekaligus memperkuat industri pemurnian dan manufaktur lokal.
Menurut Thendra, kebijakanbea keluar emas berpotensi mempercepat pembentukan ekosistem emas nasional yang lebih seimbang. HRTA memandang momentum ini sebagai peluang strategis.
“Dorongan untuk meningkatkan pemrosesan emas di dalam negeri sejalan dengan kebutuhan industri saat ini. Dengan rantai pasok yang lebih kuat, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan menciptakan nilai tambah yang lebih besar,” ujarnya
Hingga kuartal III-2025, porsi ekspor HRTA tercatat hanya sekitar 0,39%, mencerminkan fokus Perseroan pada pemenuhan permintaan domestik, khususnya sejak pengembangan ekosistem ullion Bank. HRTA juga telah meningkatkan kapasitas fasilitas refinery hingga mampu memurnikan 30 ton emas per tahun untuk mendukung kebutuhan pengolahan dalam negeri secara berkelanjutan.
Adapun, menurut dia, harga emas ke depan diperkirakan akan dipengaruhi oleh kebijakan moneter global. Harga emas pada Senin (22/12) sempat kembali mencetak rekor tertinggi di level US$ 3/300 per ons. Kenaikan ini terutama terdorong oleh pemangkasan suku bunga The Fed yang menurunkan imbal hasil real ke level 3,50%–3,75% pada 10 Desember 2025.
Di sisi domestik, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga di 4,75% untuk menjaga stabilitas rupiah dan menahan arus modal keluar. Kombinasi antara penurunan suku bunga AS dan fluktuasi rupiah membuat harga emas dalam rupiah menguat lebih besar dibandingkan dalam dolar AS, sekaligus menjaga daya tariknya sebagai aset lindung nilai bagi investor dan konsumen.
“Dengan berbagai faktor tersebut, kami melihat emas akan tetap relevan sebagai aset strategis. Fokus kami ke depan adalah memastikan kesiapan operasional dan ekosistem agar dapat menangkap peluang pertumbuhan secara berkelanjutan di tengah perubahan struktural industri emas,” kata Thendra.
Adapun harga terbaru HRTA Gold per 22 Desember 2025, pukul 14.09 WIB tercatat mencapai Rp 2.490.000 per gram.



