Bank Indonesia menyatakan penggunaan uang tunai dalam transaksi pembayaran masih diperlukan. Pernyataan ini muncul menanggapi viralnya video di media sosial yang memperlihatkan seorang pria membela seorang nenek yang tidak bisa membeli makanan di toko Roti'O karena membayar tunai.
Video ini diunggah melalui TikTok oleh akun @arlius_zebua. Nenek tersebut tidak bisa membeli roti karena hanya memiliki uang tunai atau cash. Sedangkan Roti'O hanya melayani pembayaran secara nontunai.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan pada dasarnya bank sentral mendorong penggunaan pembayaran nontunai karena cepat, mudah, murah, aman, dan andal. Selain itu, pemanfaatan pembayaran ini dapat menghindarkan masyarakat dari risiko uang palsu.
Namun bukan berarti pembayaran dengan cara tunai bisa ditolak. “Keragaman demografi dan tantangan geografis serta teknologi Indonesia maka uang tunai masih sangat diperlukan dan dipergunakan dalam transaksi di berbagai wilayah,” kata Denny kepada Katadata.co.id, Senin (22/12).
Denny menjelaskan, dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan atau untuk transaksi keuangan lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Aturan ini dikecualikan jika terdapat keraguan atas keaslian Rupiah tersebut. “Dengan ini, maka yang diatur adalah penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi di Indonesia,” ujarnya.
Namun, Denny menyebut penggunaan rupiah untuk alat transaksi sistem pembayaran dapat menggunakan instrumen pembayaran tunai atau nontunai. Dengan begitu penggunaan uang tunai seharusnya bisa tetap diterima.
Penggunaan uang tunai dan nontunai ini sesuai keputusan kedua pihak yang bertransaksi. “Sesuai kenyamanan dan kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi,” katanya.
Pihak Roti'O sudah menyatakan permohonan maaf atas kejadian yang beredar dan menimbulkan ketidaknyamanan di tengah masyarakat. Dalam pernyataan tertulis yang diunggah di Instagram @rotio.indonesia, Roti'O menyatakan penggunaan aplikasi dan transaksi nontunai bertujuan untuk memberikan kemudahan serta memberikan berbagai promo dan potongan harga bagi pelanggan.
Roti'O mengatakan akan mengevaluasi kebijakannya. “Saat ini kami sudah melakukan evaluasi internal agar kedepannya tim kami dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.” Tulis Roti O.
BI Larang Pedagang Tolak Pembayaran TunaiSebelum kejadian Roti'O viral, masyarakat sudah mengeluhkan kejadian serupa. Katadata.co.id pada 2024 sempat mewawancarai masyarakat yang mengeluhkan banyaknya pedagang yang hanya menerima pembayaran secara non tunai.
Keluhan ini muncul karena pembayaran digital yang ditujukan untuk inklusif berubah seakan menjadi eksklusif.
Ayu Anastasia (32 tahun) menceritakan sering kali mendapati merchant yang hanya menerima non tunai khususnya QRIS atau kartu debit dalam transaksinya. “Saya sering sekali, kalau makan di restoran yang ada di mal di pusat Jakarta misalnya, pernah diminta hanya menerima nontunai pakai QRIS atau kartu debit,” kata Ayu kepada Katadata.co.id, 16 Oktober 2024.
Ayu merasa pengalaman itu sangat menyulitkan karena merasa uang tunai masih menjadi alat pembayaran yang sah. Akibatnya, ia tidak lagi mengunjungi restoran yang hanya menerima pembayaran nontunai.
Sama halnya dengan Ayu, Insi Nantika (28 tahun) juga mengalami hal yang sama. Insi menceritakan pernah melakukan pembelian di toko roti terkenal di Jakarta yang berada di dalam halte Transjakarta, namun tidak boleh melakukan pembayaran menggunakan uang tunai. “Saya heran kenapa nggak boleh pakai uang tunai. Kan itu masih berlaku. Aneh,” ujar Insi.
Kala itu BI akhirnya mengingatkan kembali merchant atau gerai yang saat ini menggunakan layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dilarang menolak alat pembayaran lain. Khususnya jika ada konsumen yang ingin membayar menggunakan uang tunai.
Mantan Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono menyatakan larangan tersebut diatur dalam pasal 21 Undang-undang Mata Uang Nomor 7 Tahun 2011. “Jelas-jelas dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah NKRI,” kata Doni dalam konferensi pers di Jakarta pada 16 Oktober 2024.
Doni menegaskan, fasilitas QRIS hanya menjadi salah satu cara pembayaran yang bisa digunakan konsumen jika ingin bertransaksi dalam bentuk non tunai. Sementara uang rupiah merupakan alat pembayaran yang sah digunakan untuk transaksi.
“Walaupun Bank Indonesia mendorong digitalisasi, tapi merchant itu wajib menerima rupiah, menerima rupiah dalam bentuk fisik,” ujar Doni.



