Walhi Sumut Bongkar Jejak Korporasi di Balik Banjir Tapanuli: Bukan Sekadar Bencana Alam

suara.com
9 jam lalu
Cover Berita
Baca 10 detik
  • Walhi Sumatera Utara menyatakan banjir dan longsoran pada Desember 2025 akibat kerusakan ekosistem oleh aktivitas korporasi besar.
  • Kerusakan utama teridentifikasi di Ekosistem Batang Toru, di mana sekitar 10.000 hektare hutan hilang dalam satu dekade.
  • Tujuh perusahaan di sektor pertambangan, energi, dan perkebunan disinyalir menjadi pemicu deforestasi di wilayah rawan tersebut.

Suara.com - Rentetan banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera Utara dalam beberapa pekan terakhir dinilai bukan semata dampak cuaca ekstrem.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara menilai bencana tersebut merupakan akumulasi kerusakan ekosistem yang dipicu oleh aktivitas korporasi berskala besar, sehingga menggerus fungsi alam sebagai penyangga kehidupan masyarakat.

Temuan ini disampaikan Walhi Sumatera Utara dalam sebuah konferensi pers bertajuk “Jejak Pembiayaan di Balik Bencana Ekologis Sumatera” yang digelar oleh TuK Indonesia pada Senin (22/12/2025).

Rianda Purba dari Walhi Sumatera Utara menegaskan bahwa bencana yang terjadi sejak 25 November 2025 di wilayah Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, hingga Kota Sibolga, bukan semata-mata faktor cuaca, melainkan dampak nyata dari hilangnya fungsi ekologis hutan.

“Wilayah banjir terparah berada di tiga kabupaten Tapanuli dan Kota Sibolga. Kami mengidentifikasi bahwa penyebab utamanya adalah kerusakan di Ekosistem Batang Toru atau Harangan Tapanuli,” ujar Rianda Purba, dikutip pada Senin (22/12/2025).

Ekosistem Batang Toru seluas kurang lebih 240.000 hektare merupakan penyangga siklus hidrologis vital bagi kabupaten-kabupaten di sekitarnya. 

Wilayah ini tidak hanya menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati langka seperti Orangutan Tapanuli dan Harimau Sumatera, tetapi juga menjadi sumber penghidupan masyarakat lokal melalui komoditas hutan non-kayu seperti aren, kemenyan, dan durian.

Namun, Walhi mencatat perubahan drastis dalam satu dekade terakhir. Setidaknya 10.000 hektare lahan hutan telah hilang. 

Rianda menyebutkan ada tujuh perusahaan yang teridentifikasi beraktivitas di wilayah sensitif tersebut, yang menjadi pemicu laju deforestasi.

Baca Juga: Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan

Beberapa entitas yang disorot antara lain:

1. PT Agincourt Resources: Perusahaan tambang emas yang dilaporkan terus memperluas areal eksploitasinya hingga ribuan hektare dalam tiga tahun terakhir.

2. PT North Sumatera Hydro Energy (PLTA Batang Toru): Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, sebuah proyek PLTA run-of-river terbesar di Indonesia yang berlokasi di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dengan kapasitas total 510 MW dari empat turbin, bertujuan memenuhi kebutuhan listrik puncak Sumatera, mendukung program 35.000 MW, serta menyediakan energi bersih dengan mengelola aliran Sungai Batang Toru secara efisien dengan memperhatikan aspek lingkungan seperti habitat orangutan Tapanuli. 

3. PT Pahae Julu Micro-Hydr Power: Perusahaan pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) 10 Megawatt (MW) yang dibangun di Pahae Julu, Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara, bertujuan untuk mencukupi kebutuhan listrik lokal, mendukung industrialisasi daerah, memanfaatkan energi terbarukan, dan membantu mewujudkan kemandirian energi Taput.

4. PT SOL Geothermal Indonesia: Perusahaan operator Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, salah satu PLTP panas bumi terbesar di dunia, menghasilkan listrik bersih 330 MW menggunakan teknologi canggih untuk memenuhi kebutuhan energi Sumatera Utara dengan mitra konsorsium seperti Medco Power.

5. PT Toba Pulp Lestari Tbk: Produsen pulp (bubur kertas) dan serat rayon terintegrasi dari Sumatera Utara, yang mengelola hutan tanaman industri (HTI) berbasis pohon eukaliptus untuk menghasilkan dissolving pulp untuk industri tekstil, serta berkomitmen pada keberlanjutan dengan prinsip ESG dan program kemitraan sosial-lingkungan, meskipun sejarahnya diwarnai kontroversi dengan masyarakat lokal. 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Menteri PPPA Soroti Kebutuhan Perempuan di Pengungsi Banjir Sumatra
• 22 jam laluidntimes.com
thumb
Pakar Hukum UIN Alauddin Makassar Ingatkan Bahaya PP Polri Duduki Jabatan Sipil
• 2 jam lalufajar.co.id
thumb
Ahmad Dhani Sebut El Rumi Menikah Pertengahan 2026, Lamaran dalam Waktu Dekat
• 8 jam lalugenpi.co
thumb
Pabrikan otomotif sebut insentif pacu penjualan di tahun depan
• 11 jam laluantaranews.com
thumb
Makin Panas! Wardatina Mawa Bereaksi Tuduhan Mengolok-olok Keluarga Insanul Fahmi: Tunjukkan secara Jelas!
• 15 jam lalutvonenews.com
Berhasil disimpan.