JAKARTA, KOMPAS - Penarikan dua perwira tinggi yang sebelumnya bertugas di luar Polri, yakni Komisaris Jenderal I Ketut Suardana dan Inspektur Jenderal M Yassin Kosasih dinilai bukan merupakan upaya Polri untuk melaksanakan Putusan MK 114. Alih-alih menaati, penerbitan peraturan pemerintah untuk mengatur penugasan personel Polri di luar kepolisian berkebalikan dengan Putusan MK 114.
Baru-baru ini, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo memutasi Komisaris Jenderal I Ketut Suardana yang sebelumnya ditugaskan sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ke Inspektorat Pengawasan Umum. Ketut ditugaskan ke BP2MI sejak 24 November 2023. Kini, Ketut ditarik kembali ke Mabes Polri dalam rangka pensiun.
Berikutnya, Inspektur Jenderal M Yassin Kosasih ditarik dari penugasan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Yassin merupakan perwira tinggi Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri yang ditugaskan untuk mendukung fungsi di lingkungan Kementerian KKP. Saat ini, Yassin dimutasi ke Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri sebagai Agen Intelijen Kepolisian Utama.
Sebelum ditugaskan di Kementerian KKP, Yassin menduduki jabatan sebagai Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara Badan Pemelihara Keamanan (Kakorpolairud Baharkam) Polri. Adapun mutasi keduanya tertuang dalam Surat Telegram ST/2781/XII/KEP/2025.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko dalam keterangan tertulis, Senin (22/12/2025), mengatakan, mutasi tersebut merupakan langkah Kapolri untuk melakukan mutasi dan promosi jabatan terhadap perwira tinggi dan perwira menengah pada Desember 2025. Total sebanyak 1.086 personel Polri tercantum dalam lima Surat Telegram (ST) mutasi yang diterbitkan pada 15 Desember 2025.
Secara keseluruhan, mutasi kali ini mencakup 50 personel perwira tinggi dan menengah dalam kategori khusus, 79 personel yang mendapatkan tugas pendidikan, serta 11 personel yang memasuki masa pensiun.
Mutasi tersebut, kata Trunoyudo, merupakan bagian dari pembinaan karier, penyegaran organisasi, serta upaya penguatan kinerja Polri dalam menjawab tantangan tugas ke depan. "Mutasi merupakan hal yang wajar dalam organisasi Polri.
Selain sebagai bentuk pembinaan karier, ini juga dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme serta optimalisasi pelayanan kepada masyarakat,” katanya.
Trunoyudo menjelaskan, dari 1.086 personel yang dimutasi dalam lima surat telegram tersebut, sebanyak 928 personel mendapatkan promosi maupun penugasan setara. Salah satunya adalah jabatan Kepala Kepolisian Daeran Nusa Tenggara Barat yang kini dijabat oleh Irjen Pol Edy Murbowo.
Menurut Trunoyudo, dalam mutasi tersebut, sebanyak 35 polwan mendapatkan promosi. Salah termasuk satunya adalah Brigjen (Pol) Sulastiana yang ditunjuk menjabat sebagai Wakapolda Papua Barat. Sementara, sebanyak 17 polwan mendapatkan promosi ke jabatan komisaris besar. Sebagian besar dari mereka mengisi posisi Direktur Reserse Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dirres PPA dan PPO) di berbagai kepolisian daerah.
Putusan kosong
Secara terpisah, peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto berpandangan, mutasi yang dilakukan Kapolri tersebut masih jauh dari upaya penataan Polri dalam rangka menaati Putusan MK 114/PUU-XXIII/2025. Sebab, kedua perwira tinggi tersebut ditarik ke Mabes Polri dalam rangka pensiun. Baik Ketut maupun Yassin adalah perwira tinggi kelahiran Desember 1967.
”Keduanya sama-sama ditarik dalam rangka menjelang pensiun. Selain itu, masih lebih banyak perwira tinggi yang berada di luar struktur Polri," kata Bambang.
Terlebih, sambung Bambang, beberapa peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengarah bahwa penataan personel Polri di luar organisasi masih menunggu keputusan pemerintah yang akan mengeluarkan peraturan pemerintah. Hal itu tampak dari langkah Kapolri menerbitkan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 yang belakangan diamini oleh Komisi Percepatan Reformasi Polri maupun pemerintah.
Perpol No. 10/2025 tentang tentang anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri mengatur, anggota kepolisian dapat ditugaskan di jabatan di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk jabatan di dalam negeri, terdapat 17 kementerian/lembaga yang dapat diisi anggota kepolisian. Mereka dapat mengisi baik jabatan manajerial maupun jabatan nonmanajerial.
Sementara, Putusan MK 114 menyatakan bahwa semua anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Menurut Bambang, dengan terbitnya Perpol No. 10/2025 dan janji pemerintah untuk menindaklanjuti hal itu dengan menerbitkan PP, langkah itu mengindikasikan bahwa Putusan MK 114 akan menjadi putusan kosong. Jika itu terjadi, MK sudah kehilangan marwahnya karena Polri dan pemerintah sudah tidak menganggap keputusannya.
"Bila itu yang terjadi, salah satu pilar negara ini sudah dirobohkan," ujar Bambang.
Sebelumnya, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengatakan, Wakapolri telah menyatakan komitmennya bahwa sejak Putusan MK Nomor 114 dibacakan, tidak ada lagi penugasan baru polisi aktif ke kementerian/lembaga.
”Tidak ada lagi penugasan baru. Tidak ada lagi. Jadi sudah clear, gitu, ya. Cuma (bagi polisi) yang sudah keburu menduduki jabatan, ini harus diatur dulu,” kata Jimly.
Komisi Percepatan Reformasi Polri juga menganggap penerbitan PP akan menjadi solusi untuk membenahi sistem aturan yang tidak harmonis, termasuk terkait Perpol 10/2025. Secara teknis, Komisi Percepatan Reformasi Polri akan mengusulkan hal itu ke Menteri Koordinator Bidang Hukum, HakAsasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.




