Soal Tata Kelola Pemda Berbasis HAM, Belajarlah dari Wonosobo dan Manggarai Barat

kompas.id
7 jam lalu
Cover Berita

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyampaikan hasil pilot project penilaian HAM terhadap dua pemerintah daerah, yakni Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah dan Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Hasilnya, tata kelola dua pemerintahan daerah tersebut dinilai lebih berbasis HAM baik melalui regulasi, kebijakan, maupun program ketimbang tujuh kementerian/lembaga. 

Tata kelola pemerintahan daerah yang dinilai sudah berbasis HAM itu diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain untuk memperkuat upaya pemenuhan dan pelindungan HAM. 

Hasil pilot project penilai HAM terhadap dua pemerintah daerah, yaitu Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Manggarai Timur disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Anis Hidayah dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (22/12/2025). Anis didampingi  oleh Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai. 

Dalam paparannya, Anis menjelaskan hasil Laporan penilaian HAM pemerintah daerah itu difokuskan pada pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya di dua wilayah pilot project yakni Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah dan Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur periode tahun 2022-2024. 

Menurut Anis, penilaian HAM itu dilakukan dengan menggunakan 134 indikator yang mencakup empat elemen hak dasar seperti ​hak atas pendidikan (24 Indikator), hak atas kesehatan (33 Indikator), hak atas pekerjaan (54 Indikator) dan ​hak atas pangan (24 Indikator).  

Adapun ​skor akhir itu ditentukan melalui kombinasi bobot Survei Publik yakni 60 persen  dilakukan oleh Lembaga Demografi FEB UI dan penilaian ahli/Expert Judgement sebanyak 40 persen. 

Hasilnya, Kabupaten Wonosobo menunjukkan komitmen yang kuat dalam pemenuhan hak dasar warga dengan skor akhir 72,90. Angka ini dikategorikan tinggi bagi pemerintah daerah dalam menghormati dan melindungi HAM melalui regulasi, kebijakan, dan program. 

Adapun rentang nilai yang digunakan adalah 40-100 dengan kategori yakni sangat tinggi (81-100), tinggi (71-80), cukup (61-70) dan rendah (41-60). 

Sementara itu, Kabupaten Manggarai Timur memperoleh skor akhir 64,59 atau dikategorikan cukup. Kabupaten Manggarai Timur dinilai perlu lebih melakukan akselerasi kebijakan dan program pada beberapa sektor hak dasar. 

Berdasarkan temuan Komnas HAM, tantangan akses pendidikan di pelosok Manggarai Timur masih terhambat oleh medan berat dan infrastruktur yang minim serta keterbatasan listrik dan internet. Hal ini menyebabkan sekitar 15 persen siswa harus berjalan lebih dari 5 km ke sekolah. Rasio dokter juga sangat memprihatinkan, yakni 1:9.503, jauh dari standar nasional 1:2.200. Di sektor pekerjaan juga masih ditemukan kendala seperti 1.088 pekerja menerima upah di bawah UMP, serta belum optimalnya perlindungan bagi masyarakat adat.

“Wonosobo menjadi salah satu yang tertinggi bahkan jika dibandingkan dengan penilaian kementerian/lembaga,” ujar Anis. 

Meski kedua kabupaten itu dinilai sudah menunjukkan komitmen yang baik dalam pemenuhan HAM karena tingkat keselarasan antara kebijakan yang dibuat serta program, Komnas HAM menemukan masalah yang sama di sektor pekerjaan. Hal ini terlihat dari skor Manggarai Timur yang masuk kategori rendah dan Wonosobo yang masuk kategori  Cukup.

Baca JugaPerkuat Kebinekaan, Pemda Dituntut Lindungi HAM Warga

Masalah utama di sektor pekerjaan ini yang  ditekankan Komnas HAM masih adanya kesenjangan upah, perlindungan pekerja informal, dan pemenuhan hak bagi kelompok rentan (disabilitas dan masyarakat adat).

“Kalau teman-teman ingat hasil penilaian hak terhadap Kemenaker dan juga BP2MI itu kan hasilnya rendah di kedua kementerian lembaga tersebut. Artinya problem ketenagakerjaan di Indonesia memang tantangannya masih cukup besar  dalam pemenuhan hak dasarnya ditandai salah satunya adalah kewajiban  menyediakan lapangan pekerjaan secara adil dan layak itu belum sepenuhnya terpenuhi, salah satunya angka PHK yang cukup tinggi,” ujar Anis. 

Bukan untuk mempermalukan

Anis menuturkan, dua kabupaten itu dipilih sebagai representasi wilayah Barat dan Timur Indonesia sekaligus memetakan keselarasan kebijakan daerah dengan standar HAM internasional. Kedua daerah itu juga dipilih karena memang menyatakan bersedia untuk dilakukan penilaian. Dari komunikasi awal memang masih tidak banyak pemda yang bersedia untuk dinilai oleh Komnas HAM. 

“Sebenarnya pada tahun awal-awal tahun ini dan sebelumnya itu kan melakukan komunikasi dengan beberapa Pemda mana yang bersedia untuk kami nilai sehingga Komnas HAM datang ke beberapa wilayah. Lima komisioner yang merupakan anggota tim itu mengunjungi beberapa wilayah. ​Dan memang tidak banyak Pemda yang kemudian bersedia karena memang sangat repot,” tutur Anis. 

Setelah pilot project ini selesai, Komnas HAM akan melanjutkan program serupa di kabupaten lainnya pada tahun 2026. Hasil Penilaian HAM 2025 ini juga akan dievaluasi setiap dua tahun sekali. Dengan tata kelola pemerintahan daerah yang sudah berbasis HAM di dua kabupaten tersebut diharapkan bisa menjadi contoh bagi daerah lain untuk memperkuat upaya pemenuhan dan pelindungan HAM.

“Ya tentu nanti dua tahun lagi kita akan melihat lagi gitu ya sejauh mana perkembangannya harapannya kan mengalami peningkatan. Artinya ketika ada peningkatan kasus-kasus pelanggaran HAM juga diharapkan terminimalisir atau turun. Nanti kita akan diskusikan lagi tentang semuanya termasuk juga kepada kementerian/lembaga yang kemarin nilainya rata-rata masih rendah,” kata Anis. 

Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai menambahkan, penilaian HAM ini tidak bertujuan untuk menjatuhkan reputasi daerah tertentu. Ia meminta pemerintah daerah tidak perlu khawatir bahwa penilaian seperti ini  akan mengungkap kekurangan pemerintah di mata publik. Sebaliknya, penilaian tersebut dapat menjadi sarana strategis bagi daerah dalam membangun reputasi kuat yang berbasis data dan fakta objektif.

Sebab, reputasi sebuah daerah tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi atau pembangunan fisik semata, melainkan dari sejauh mana hak-hak dasar warganya terlindungi. Penilaian ini juga bisa memberikan peta jalan atau roadmap yang jelas bagi daerah untuk memperbaiki kebijakan dan programnya nanti. 

 "Ini bukan soal naming and shaming (penyebutan dan mempermalukan), melainkan upaya motivasi agar Pemda tahu di mana level mereka saat ini dan apa yang harus diperbaiki secara spesifik berdasarkan rekomendasi kami," kata Dawai. 

​Dengan adanya penilaian berkala ini, Komnas HAM berharap ke depan agar semakin banyak pemerintah daerah yang bersedia untuk dinilai. Pada akhirnya, penilai HAM ini berkontribusi  meningkatkan reputasi daerah dan kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan tersebut.

“Mereka yang bersedia untuk dinilai itu suatu hal yang sudah kami apresiasi. Tetapi diharapkan dengan adanya penilai HAM ini ke depan itu akan ada perbaikan. Nah sehingga kalau yang tadi nilainya cukup mungkin setelah ada perbaikan dalam beberapa tahun dan jika kita kembali melakukan survei di dua tahun ke depan misalnya bisa jadi sudah ada perubahan lebih baik,” ujar Dawai. 

Penilaian HAM kementerian/lembaga

Sebelumnya, pada 8 Oktober 2025, Komnas HAM juga telah merilis penilaian serupa kepada kementerian dan lembaga. Ada tujuh kementerian dan lembaga yang telah dinilai dalam  pilot project Penilaian HAM. Penilaian HAM itu dilakukan berdasarkan pendekatan berbasis hak asasi manusia selama periode 2020-2023. Komnas HAM memfokuskan pada lima tema hak asasi manusia dengan total 127 indikator penilaian. 

Hasilnya, Kementerian Komunikasi dan Digital memperoleh skor 58,0 (rendah) Kepolisian Negara Republik Indonesia skor 57,8 (rendah), Kementerian Dalam Negeri skor 69,4 (cukup), Kementerian Kesehatan skor 62,9 (cukup), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah skor 66,9 (cukup), Kementerian Ketenagakerjaan skor 54,0 (rendah) dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia skor 59,5 (rendah). 

Komnas HAM menemukan bahwa regulasi, kebijakan, dan program kementerian/lembaga dalam tataran implementasi belum sepenuhnya koheren dan efektif. Komnas HAM juga mencatat masih adanya kebijakan yang berpotensi membatasi kebebasan sipil secara sewenang-wenang.

Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan agar ada peninjauan ulang terhadap beberapa regulasi yang belum selaras dengan prinsip-prinsip dan norma HAM, memperkuat pelaksanaan dan pengawasan kebijakan, serta menjamin kebebasan sipil, khususnya hak berpendapat, berekspresi, berkumpul, dan berorganisasi. 

Baca JugaBanyak Pengaduan, Komnas HAM Minta Tata Kelola Pendirian Rumah Ibadah Transparan

Komnas HAM juga mendorong kerja sama lintas sektor untuk memastikan seluruh kebijakan dan program kementerian/lembaga berperspektif HAM dan mencapai realisasi HAM secara progresif dan optimal, khususnya pada pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.

Komnas HAM berharap hasil Penilaian HAM ini dapat menjadi upaya perbaikan dan penguatan tata kelola pemerintahan yang adil, akuntabel dan berbasis HAM, tidak hanya di kementerian/lembaga, termasuk juga pemerintah daerah dan korporasi pada setiap tahunnya. 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Ochi Rosdiana Ungkap Jenis Kelamin Calon Anak Pertama, Akui Rasakan Perubahan Drastis ini Selama Hamil
• 2 jam lalugrid.id
thumb
Jalankan Instruksi Prabowo, Mendagri Tito Mulai Bangun Huntap Korban Bencana Sumatra
• 6 jam lalusuara.com
thumb
Temui Wali Kota Tangsel, Menteri LH Ingatkan Ancaman Pidana 4 Tahun Soal Sampah
• 10 jam lalukompas.com
thumb
Kasi Datun Kejari Hulu Sungai Utara Taruna Fariadi Tabrak Penyidik KPK karena Ketakutan
• 3 jam laluokezone.com
thumb
SOKSI Kubu Ali Wongso Meradang Tak Diikutsertakan dalam Rapimnas Golkar!
• 11 jam laludisway.id
Berhasil disimpan.