Direktorat Tindak Pidana (Dittipid) Narkoba Bareskrim Polri mengungkap sederet modus yang digunakan enam sindikat narkoba yang rencananya akan mengedarkan narkoba di ajang Djakarta Warehouse Project (DWP) 2025 di Bali.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Eko Hadi Santoso mengatakan, para sindikat itu memanfaatkan beberapa metode untuk menghindari pengawasan polisi.
“Modus yang digunakan oleh jaringan tersebut ada beberapa, pertama adalah menggunakan sistem tempel dan sistem COD atau Cash on Delivery, dan juga sistem transaksi melalui perbankan,” kata Eko dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (22/12).
Eko menjelaskan, sistem tempel dilakukan dengan cara meletakkan narkoba atau uang pembayaran di lokasi tertentu tanpa pertemuan langsung antara penjual dan pembeli.
“Lalu didokumentasikan melalui foto dan video serta diberikan keterangan lokasi untuk kemudian diambil oleh penerima atau pembeli. Sistem ini bertujuan untuk menghindari pelacakan dari petugas kepolisian,” ucapnya.
Modus berikutnya adalah sistem COD atau Cash on Delivery, di mana pengirim dan penerima bertemu langsung untuk menukar barang dan uang.
Sementara itu, sistem ketiga dilakukan melalui transaksi perbankan.
“Sistem ketiga adalah sistem transaksi melalui perbankan. Di mana dilakukan dengan cara melakukan pembelian kepada penyedia narkoba dengan cara mentransfer ke rekening perbankan milik penyedia narkoba atau milik orang lain yang diduga dikuasai oleh penyedia narkoba,” tuturnya.
“Selanjutnya barang bukti narkoba tersebut diantar ke pembeli atau diletakkan di suatu tempat oleh kurir narkoba,” sambungnya.
Lebih lanjut, Eko menyebut para tersangka terlibat dalam jaringan lintas provinsi yang mencakup Jakarta, Surabaya, dan Bali, serta jaringan lintas negara yang melibatkan warga negara asing.
Dalam kasus ini, Dittipid Narkoba Bareskrim Polri mengungkap jaringan pengedar narkoba berbagai jenis yang rencananya akan mengedarkan narkotika saat gelaran DWP di Bali pada 12–14 Desember 2025. Penangkapan dilakukan lebih awal, yakni pada 9–11 Desember 2025.
Eko mengatakan, para tersangka tidak ditangkap saat acara berlangsung.
“Pengungkapan peredaran gelap narkotika di Bali menjelang event Djakarta Warehouse atau DWP. Jadi, menjelang acara itu dilaksanakan,” kata Eko.
Dalam pengungkapan ini, polisi menangkap total 17 orang yang terdiri dari 1 warga negara asing (WNA) asal Peru dan 16 warga negara Indonesia (WNI), yakni 10 pria dan 6 wanita.
“Terdapat enam sindikat yang terjaring dalam penindakan operasi ini dengan total tersangka sebanyak 17 orang dan 7 orang masih DPO (Daftar Pencarian Orang),” ucapnya.
Dalam operasi tersebut, Bareskrim Polri menyita sejumlah barang bukti, di antaranya 31.009,53 gram sabu, 956,5 butir ekstasi, 23,59 gram ekstasi serbuk, 135 gram Happy Water, 1.077,72 gram ketamin, 33,12 gram kokain, 21,09 gram MDMA, 36,92 gram ganja, dan 3,5 butir Happy Five.
“Dari hasil pengungkapan ini, kami berhasil menyelamatkan 162.202 jiwa,” kata Eko.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 114 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba, dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati dan denda paling banyak Rp 10 miliar.




