jpnn.com, LANGKAT - Banjir dan longsor yang melanda Desa Lama Baru, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat meninggalkan dampak yang luas bagi kehidupan warga. Aktivitas ekonomi terhambat, akses listrik terkendala, dan ketersediaan air bersih menjadi tantangan utama pascabencana. Dalam kondisi tersebut, proses pemulihan membutuhkan dukungan nyata dari berbagai pihak.
Melalui Program Tanggap Bencana Sektor Kehutanan, Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) kembali hadir mendampingi masyarakat. Penyaluran bantuan di Desa Lama Baru ini merupakan bantuan kedua FKMPI pada Minggu (21/12), setelah sebelumnya bantuan tahap pertama disalurkan kepada masyarakat terdampak di Desa Babo Aceh Tamiang pada Sabtu (20/12).
BACA JUGA: FKMPI Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Aceh Tamiang Sebagai Bentuk Solidaritas
Kehadiran berkelanjutan ini menegaskan komitmen sektor kehutanan untuk tidak berhenti pada satu lokasi bencana saja.
Kegiatan penyaluran bantuan dilaksanakan oleh FKMPI, forum kolaboratif yang beranggotakan APHI, APKI, APKINDO, ISWA, ASMINDO, ILWA, dan HIMKI. Mewakili FKMPI, bantuan diserahkan oleh Ketua Umum APHI Soewarso dan diterima langsung oleh Kursi Ginting, Kepala Desa Lama Baru Kecamatan Sei Lepan Sumatera Utara, dengan melibatkan pengurus Komisariat Daerah (KOMDA) APHI Sumatera Utara dan Aceh.
BACA JUGA: Buka Akses Air Minum di Area Bencana, BRIN Kirim Arsinum ke Aceh Tamiang
Penyerahan bantuan program Tanggap Bencana ini didampingi Wakil Komite Humas dan Kerjasama Trisia Megawati, dan perwakilan Komisariat Daerah (KOMDA) APHI Aceh dan Sumatera Utara Sukirdi.
Bantuan yang disalurkan masih sama yaitu difokuskan pada kebutuhan dasar masyarakat pascabencana, meliputi genset berkapasitas 3.000 watt untuk mendukung listrik darurat, paket sembako, selimut, karpet, kelambu, pakaian dalam dan perlengkapan khusus perempuan.
BACA JUGA: Wadirut BULOG Turun Langsung untuk Pastikan Kecukupan Stok Bantuan Bencana di Aceh
Seluruh bantuan disiapkan melalui koordinasi dengan berbagai pihak, dengan mempertimbangkan kondisi lapangan dan kebutuhan kelompok rentan.
Penyaluran bantuan kedua ini melengkapi respons awal yang sebelumnya telah dilakukan oleh sejumlah anggota APHI di wilayah Sumatra, berupa penyaluran sembako dan pengerahan alat-alat berat untuk membantu membuka akses, pembersihan material longsor, serta mendukung penanganan darurat di sejumlah titik terdampak.
Ketua Umum APHI Soewarso menilai bahwa kehadiran sektor kehutanan di Desa Lama Baru bukan sekadar agenda bantuan, melainkan bagian dari komitmen jangka panjang terhadap masyarakat.
“Kami memandang desa sebagai komunitas yang perlu diperhatikan. Bantuan ini kami harapkan menjadi pijakan awal agar warga dapat kembali menjalankan aktivitas hariannya,” ujarnya.
Menurut Soewarso, tanggung jawab sosial sektor kehutanan melekat pada pengelolaan sumber daya alam. Kehadiran di tengah masyarakat pascabencana, katanya, merupakan wujud bahwa pengelolaan hutan berkelanjutan harus berjalan seiring dengan keberpihakan pada masyarakat yang hidup berdampingan dengan kawasan hutan.
Kepala Desa Lama Baru, Kursi Ginting, menyampaikan bahwa dampak banjir dan longsor sangat dirasakan oleh warganya. Banyak keluarga harus beradaptasi dengan keterbatasan, terutama terkait listrik dan air bersih.
“Bantuan ini langsung menyentuh kebutuhan utama warga. Lebih dari itu, kehadiran langsung para pemangku kepentingan memberi rasa diperhatikan dan menguatkan semangat masyarakat,” katanya.
Dia berharap kolaborasi seperti ini dapat terus berlanjut. Bagi pemerintah desa, dukungan lintas sektor menjadi faktor penting agar proses pemulihan tidak berjalan sendiri, tetapi mendapat dukungan berbagai pihak.
Perwakilan KOMDA APHI Sumatera Utara dan Aceh, Sukirdi, menegaskan bahwa distribusi di tingkat daerah menjadi kunci keberhasilan program.
“Setiap lokasi terdampak memiliki kebutuhan yang berbeda. Tugas kami berkomunikasi dengan pengurus pusat agar paket bantuan yang disalurkan benar-benar sesuai dengan kondisi lapangan dan dirasakan langsung oleh masyarakat,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa peran pengurus daerah penting untuk menjembatani kebijakan dan komitmen di tingkat pusat dengan realitas yang dihadapi masyarakat di desa-desa terdampak bencana.
Program ini juga melibatkan organisasi mahasiswa kehutanan, yaitu Sylva Indonesia dan International Forestry Student Association (IFSA) cabang Indonesia, yang menurunkan relawan mahasiswa untuk membantu distribusi bantuan di lapangan. Keterlibatan mahasiswa dipandang sebagai bagian dari pengabdian sekaligus pembelajaran langsung tentang dimensi sosial dan kemanusiaan dalam sektor kehutanan.
Mewakili mahasiswa kehutanan, Adil Hakim Ritonga dari Sylva Indonesia dan Muhammad Pasha Assalafi dari IFSA Indonesia, menyatakan dukungan mahasiswa kehutanan untuk aksi tanggap bencana yang diselenggarakan FKMPI.
"Program ini memperkuat kebersamaan stakeholder kehutanan untuk peduli pada bencana banjir di Sumatera," kata Pasha.
Melalui rangkaian kegiatan ini, FKMPI menegaskan bahwa Program Tanggap Bencana Sektor Kehutanan dijalankan secara bertahap. Bantuan kedua di Desa Lama Baru diharapkan memperkuat ketahanan sosial masyarakat sekaligus membangun kemitraan jangka panjang antara sektor kehutanan, pemerintah desa, pengurus daerah, dan generasi muda dalam menghadapi bencana di masa mendatang. (cuy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan



