Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Satria menceritakan langsung pengalaman penerapan teknologi Arsinum di Aceh Tamiang, yang dimanfaatkan untuk membantu masyarakat terdampak bencana.
Teknologi tersebut mampu mengolah air banjir menjadi air layak minum.
“Sekarang Arsinum, saya baru semalam dari Tamiang, Aceh Tamiang. Apa yang kita lakukan, kita mengembangkan Arsinum yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat saudara-saudara kita yang sedang mengalami bencana,” kata Arif saat Media Lounge Discussion di Gedung BJ Habibie BRIN, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/12).
“Air banjir yang bisa diubah menjadi air minum. Dan kemarin sudah berfungsi, saya langsung minum airnya. Dan masyarakat senang sekali,” lanjutnya.
Menurut Arif, pemanfaatan Arsinum mendapat respons positif dari pemerintah daerah karena jadi solusi nyata di tengah kondisi darurat.
“Pemerintah daerah senang sekali, ini solusi, solusi dilakukan oleh BRIN. Itu produk yang nyata kan,” kata Arif.
Saat ini, BRIN mendorong pengembangan lanjutan Arsinum agar kapasitas produksinya bisa ditingkatkan. Arif menargetkan skala pengolahan air minum dapat diperbesar dari kapasitas awal.
“Nah, sekarang saya minta riset lagi agar skalanya lebih gede lagi. Jangan 10.000 liter per hari, tapi bisa nggak 20.000 liter per hari supaya skala lebih besar lagi,” tutur Arif.
Selain menghasilkan air minum, Arsinum mampu memproduksi air bersih dalam jumlah lebih besar untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat terdampak bencana.
“Itu baru air minum. Air bersih pada alat yang sama itu sekitar 20 sampai 30 ribu liter per hari, air bersih, ya,” kata Arif.
“Jadi, air kotor itu, air banjir yang berlumpur itu masukkin situ (Arsinum), keluar air bersih. Tapi belum air minum. Dari situ olah lagi air minum, bisa diminum,” lanjutnya.
Ke depan, BRIN akan melakukan penyempurnaan desain Arsinum agar lebih praktis dan mudah digunakan di wilayah bencana dengan medan sulit.
“Dan kemudian juga riset-riset dalam tadi yang Arsinum riset-riset yang applied sekali, saya minta untuk skala yang lebih kecil, kemudian bentuknya lebih bagus dan praktis kalau dibawa,” ucapnya.
Pengalaman distribusi Arsinum ke daerah dengan akses terbatas menjadi salah satu masukan penting bagi pengembangan berikutnya.
“Sekarang kan ketika ada bencana, repot membawanya karena terbuka. Saya butuh desain yang lebih ramping, lebih bagus, lebih mudah diangkut dan sebagainya,” jelas Arif.
Bahkan, BRIN tengah menyiapkan desain Arsinum agar bisa dikirim melalui jalur udara dalam situasi darurat.
“Sekarang kita desain, selesai riset, instruksi saya, tolong desain ulang Arsinum supaya bisa diangkut menggunakan helikopter misalnya gitu, supaya cepat kalau untuk hal-hal yang kondisi-kondisi darurat,” tutupnya.



