Bisnis.com, JAKARTA — Anak-anak di wilayah terdampak bencana di Sumatra terpantau masih menjalani aktivitas sehari-hari di lokasi pengungungsian. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menilai kondisi tersebut membutuhkan perhatian khusus agar hak-hak anak, terutama akses terhadap pendidikan, tetap terpenuhi.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mendorong agar proses pembelajaran bagi anak tetap diselenggarakan meski berada dalam keterbatasan. Menurutnya, jika pemulihan pascabencana membutuhkan waktu cukup lama, keberlanjutan pendidikan menjadi hal yang tidak dapat ditunda.
“Pendidikan anak sebaiknya memang terus berlanjut. Pendidikan itu jangan hanya dipikirkan harus di gedung sekolah saja. Di tenda darurat pengungsian pun, pendidikan harus tetap bisa berjalan,” katanya di Gedung IDAI, Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025).
Piprim menilai penyelenggaraan sekolah darurat di pengungsian juga menjadi momentum penting untuk memberikan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat kepada anak-anak. Melalui kegiatan tersebut, anak dapat diperkenalkan pada kebiasaan mencuci tangan, pencegahan diare, hingga pemahaman mengenai pentingnya imunisasi.
Selain aspek kesehatan, sekolah darurat juga dinilai efektif sebagai sarana mengenalkan pemilihan nutrisi yang baik serta keterampilan dasar untuk bertahan hidup. Menurut Piprim, berbagai materi tersebut dapat dikemas secara sederhana dan disesuaikan dengan kondisi pengungsian.
“Hal ini juga menjadi imbauan bagi para relawan yang bergerak di bidang pendidikan anak. Pendidikan bagi anak-anak pengungsi perlu tetap berlanjut, meskipun tidak diselenggarakan dalam bentuk sekolah formal,” jelasnya.
Baca Juga
- Kata Jusuf Kalla soal Pemerintah Tolak Bantuan Asing untuk Bencana Sumatra
- Pengamat Minta Pemerintah Tunjuk Koordinator Nasional Banjir Sumatra
- Menetap Sejak 2000, Warga Ini Akhirnya Mau Direlokasi Keluar Hutan TN Tesso Nilo
Meski demikian, Piprim menekankan bahwa penyelenggaraan sekolah darurat tetap harus memperhatikan kesiapan mental anak. Pasalnya, tidak sedikit anak yang mengalami trauma setelah bencana, sehingga pendekatan pembelajaran perlu dilakukan secara hati-hati.
Dalam praktik pendampingan di lapangan, dokter anak dan relawan kerap menggunakan pendekatan kreatif untuk membangun rasa aman, seperti mengajak anak bermain, membuat mainan sederhana dari kertas, hingga mengenakan atribut lucu agar anak merasa lebih nyaman.
Menurut Piprim, pendekatan tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan di lapangan. Selain itu, asesmen kondisi psikologis anak dinilai penting karena tingkat trauma yang dialami setiap anak berbeda-beda.
Kondisi psikologis anak, lanjutnya, sangat dipengaruhi oleh situasi prabencana serta tingkat kematangan mental masing-masing. Anak dengan kematangan psikologis yang lebih baik cenderung pulih lebih cepat, sementara anak yang belum matang secara psikologis berisiko mengalami trauma yang lebih mendalam.
Pada fase ini, Piprim juga menilai anak dapat dikenalkan pada nilai-nilai ketahanan mental, seperti belajar bersabar menghadapi bencana dan memahami bahwa peristiwa tersebut dapat dipetik hikmahnya. Pendekatan tersebut diharapkan dapat membantu proses pemulihan psikologis anak secara bertahap.



