Rencana pembangunan jembatan sepanjang 47 km yang menghubungkan Melaka, Malaysia, dengan Dumai, Indonesia, menjadi salah satu berita populer di kumparanBisnis sepanjang Senin (22/12).
Selain itu, penegasan Bank Indonesia (BI) mengenai larangan bagi merchant untuk menolak pembayaran menggunakan uang tunai dengan ancaman pidana juga menjadi sorotan utama publik. Berikut rangkuman beritanya:
Malaysia Kaji Pembangunan Jembatan Melaka-Dumai Mulai 2026
Pemerintah Melaka berencana mengalokasikan anggaran sebesar RM 500 ribu atau sekitar Rp 2,04 miliar untuk melakukan kajian teknis, ekonomi, dan logistik terkait pembangunan jembatan menuju Dumai.
Proyek jembatan sepanjang 47 km ini diproyeksikan dapat memperkuat hubungan bilateral serta mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat di pesisir Riau, khususnya di wilayah Bengkalis dan Dumai.
“Pemerintah Kabupaten Bengkalis mendukung penuh studi kelayakan ini sebagai upaya memperkuat konektivitas regional dan membuka jalur strategis baru bagi percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat di pesisir Riau, khususnya Bengkalis dan Dumai,” ujar Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Bengkalis, Toharudin mengutip Free Malaysia Today, Senin (22/12).
Meskipun dinilai memiliki potensi besar bagi konektivitas regional, rencana ini menuai kritik dari pihak oposisi di Melaka yang mempertanyakan kelayakan finansial proyek tersebut.
Pihak oposisi mengkhawatirkan beban dana publik jika proyek gagal, mengingat anggaran negara bagian Melaka masih sangat bergantung pada bantuan pemerintah pusat untuk perbaikan infrastruktur jalan dasar sekalipun.
Merchant Bisa Dipidana Jika Tolak Pembayaran Uang Tunai
Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa setiap orang dilarang menolak pembayaran dengan rupiah selama transaksi dilakukan di wilayah Indonesia, sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2011.
Penolakan pembayaran hanya diperbolehkan apabila terdapat keraguan atas keaslian uang rupiah yang digunakan dalam transaksi tersebut.
Pihak yang dengan sengaja menolak pembayaran uang kartal dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp 200 juta.
Walaupun BI gencar mendorong sistem pembayaran nontunai yang lebih aman dan efisien, uang tunai ditegaskan tetap sangat diperlukan karena adanya tantangan geografis serta keterbatasan teknologi di berbagai wilayah Indonesia.
Aturan yang terkandung dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 itu bukan hanya melarang setiap individu menolak pembayaran menggunakan uang kartal. Namun juga mengatur soal pidana yang menanti.
Dalam Pasal 33 ayat (2) yang disebutkan Ramdan, dijelaskan bahwa apabila ada yang menolak pembayaran uang kartal, maka orang itu bisa dipidana paling lama 1 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200 juta.
“Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),” demikian kutipan Pasal 33 ayat (2) tersebut.



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5312155/original/068813000_1754906267-1000195601.jpg)

