Berdalih sebagai self-reward, liburan kini menjelma sebagai kebutuhan primer bagi sebagian generasi Z atau Gen Z. Mereka yang lahir di periode 1997-2012 ini menyisihkan sebagian pendapatan agar bisa jalan-jalan tanpa menguras isi rekening.
Fani Rahmawati (27) menyiapkan anggaran sekitar 10 persen dari gajinya untuk berwisata. Karyawan swasta asal Jakarta Selatan itu mengagendakan liburan secara berkala demi kesehatan mentalnya.
Ia bahkan rela bekerja lembur untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dengan begitu, anggaran berlibur semakin besar. Tak tanggung-tanggung, dalam setahun ini, ia bisa berwisata lintas provinsi lima kali. ”Saya tipikal pencari lembur banget. Kalau bisa aku liburan pakai uang lembur aja, biar gaji tetap aman,” ungkapnya, Jumat (19/12/2025).
Persiapan liburan selalu dirancang jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Tidak sekadar menyiapkan akomodasinya, Fani juga merancang pos-pos anggaran selama liburan agar semua pengeluarannya terukur.
Cara ini diterapkan Fani saat berlibur ke Yogyakarta bersama lima rekan kerjanya pertengahan Desember 2025. Fani membuat perencanaan tiga bulan sebelum pergi. Tujuannya agar leluasa memilih moda transportasi dan penginapan terjangkau. ”Kami rapat kecil menentukan lokasi wisata, moda transportasi, dan penginapan,” katanya.
Mereka sepakat memilih kereta jarak jauh ekonomi Jakarta-Yogyakarta dengan tiket termurah Rp 74.000 per orang. Dana transportasi sengaja ditekan agar anggaran konsumsi diperbesar selama liburan. Dengan demikian, bisa kulineran selama di Yogyakarta.
Untuk mendapatkan tiket kereta ekonomi itu, Fani rela bergadang untuk berburu tiket daring, lantaran tiket ekonomi ini diburu banyak orang. Perburuan tiket dilakukan 45 hari sebelumnya, saat pembelian tiket ekonomi ini dibuka PT KAI.
Ia dan teman-temannya memiliki kriteria khusus saat menentukan penginapan. Selain mencari harga yang bersahabat, mereka juga mencari penginapan yang menyediakan kompor dan peralatan dapur untuk menghemat biaya makan.
Agar dapat penginapan terbaik, mereka memelototi lebih dari 50 penginapan dan menghubungi beberapa pengelolanya. Akhirnya mereka mendapatkan penginapan yang melebihi kriteria, lantaran pengelola menyiapkan satu sepeda motor secara cuma-cuma. Ini artinya, anggaran sewa kendaraan bisa ditekan dari yang awalnya tiga sepeda motor menjadi dua sepeda motor.
”Kalau dibagi, per orang kena Rp 100.000 untuk menginap di sana dengan fasilitas yang lengkap, seperti kompor, mesin cuci, sampai sepeda motor,” kata Fani.
Ia juga melakukan riset soal tujuan wisata di media sosial. Tak hanya scrolling konten, ia juga mempelajari pengalaman orang-orang yang berkomentar di media sosial sebagai bekal menyusun perencanaan. ”Saya jadi tahu, kalau mau lihat pertunjukan tari di Obelix Sea View di Gunungkidul itu antreannya panjang. Supaya enggak habis waktu buat antre, kami berburu tiket VIP-nya,” ucapnya.
Dengan persiapan yang matang, anggaran Fani berlibur ke Yogyakarta jadi terukur, tetapi tetap mendapat kepuasan. Setelah menyiapkan semuanya, ia dan kawan-kawan menyiapkan dana berkisar Rp 2 juta-Rp 2,5 juta per orang untuk empat hari tiga malam.
Gilang (28), karyawan swasta di Jakarta, menganggap biaya adalah faktor terpenting dalam berlibur. Setelah itu, baru menentukan destinasinya. ”Kalau dari gaji, saya biasanya menyisihkan 10 persen untuk hiburan, seperti liburan dan makan di luar. Tapi, jika ada beberapa biaya (liburan) yang melebihi anggaran, saya ambil dari tabungan,” ujar pria lajang yang tinggal di Bogor, Jawa Barat, ini.
Dalam menentukan destinasi wisata, Gilang cenderung memilih lokasi wisata yang sedang jadi perbincangan orang. Tak hanya wisata dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Dari situ, Gilang akan menentukan anggarannya.
Biaya terendah yang pernah dia keluarkan, yakni saat mendaki Gunung Slamet dan Merbabu dengan biaya sekitar Rp 1 juta. Adapun biaya terbesar adalah liburan ke Hong Kong-Makau yang mencapai sekitar Rp 12 juta.
Pria yang baru dua tahun menekuni hobi traveling ini menggunakan jasa biro perjalanan untuk menjangkau destinasi yang tidak dikuasai, misalnya saat mendaki gunung. Pemilihan agen perjalanan dilakukan dengan membandingkan satu operator dengan operator lain.
”Aku hubungi satu-satu. Bagaimana mereka merespons menjadi salah satu keputusanku untuk menggunakan biro itu atau tidak,” ujar Gilang.
Untuk perjalanan mandiri, Gilang mengadopsi rencana jalan-jalan dari biro perjalanan. ”Saya hubungi mereka (biro perjalanan), meminta itinerary,” katanya.
Jajak pendapat Litbang Kompas pada 10-13 November 2025 menunjukkan dana liburan gen Z sangat bervariasi. Sebanyak 26 persen responden mengeluarkan kurang dari Rp 1 juta. Sebanyak 21,9 persen menyiapkan bujet Rp 1 juta-Rp 3 juta. Sementara 22 persen lainnya menghabiskan lebih dari Rp 6 juta.
Bagi Marcella (26), karyawan swasta di Jakarta, biaya wisata tak menjadi soal selama ia mendapatkan pengalaman wisata anti-mainstream dan mengesankan. ”Lebih ingin ke destinasi yang senangnya dapat, alam dan budayanya juga dapat. Biaya transportasi nomor sekian, yang penting di sana jadi pengalaman baru bagiku meski aku harus menabung lebih lama,” ujarnya.
Marcella tak mematok besaran dana berwisata karena setiap bulan ia menyisihkan uang jalan-jalan. Dengan penghasilan di atas Upah Minimum Provinsi Jakarta, Marcella biasa menyisihkan tabungan berlibur hingga 50 persen.
Dalam memilih akomodasi, Marcella mempertimbangkan padat tidaknya agenda di tiap-tiap hari. ”Kalau jadwalnya padat mau datangi banyak destinasi, hotelnya tidak usah terlalu mahal, yang penting kamar mandi bersih,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal DPP Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies Budijanto Ardiansjah menilai, gaya berlibur Gen Z menjadi tantangan sekaligus peluang bagi industri pariwisata. ”Kita harus bergeser ke pola digital. Perusahaan agen perjalanan harus membuat platform digitalnya sendiri yang mudah diakses warga,” ujarnya.



