Ketika Kepala Daerah Papua Terlalu Lama di Jakarta...

kompas.id
10 jam lalu
Cover Berita

Di banyak daerah di Papua, warga sudah terbiasa mendengar kabar bahwa kepala daerahnya sedang berada di Jakarta. Alasannya pun beragam, mulai dari rapat, koordinasi, atau menunggu jadwal pertemuan dengan kementerian/lembaga.

Kebiasaan itu kembali disorot ketika Presiden Prabowo Subianto saat memberikan pengarahan kepada kepala daerah se-Papua dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua di Istana Negara, Selasa (16/12/2025). Dalam pengarahan tersebut, Presiden menegaskan pentingnya tanggung jawab kepala daerah untuk lebih banyak berada di wilayah yang mereka pimpin.

Menurut Presiden, masyarakat kini semakin mudah mengawasi kinerja pejabat publik melalui ruang-ruang digital. Hampir semua orang memiliki gawai untuk mencari tahu keberadaan pemimpinnya melalui berbagai platform. Karena itu, Prabowo meminta para kepala daerah Papua tidak terlalu lama berada di Jakarta dan lebih hadir di daerahnya masing-masing.

”Jangan bupati terlalu lama di Jakarta. Saudara bertanggung jawab kepada rakyatmu. Komite membantu, para menteri siap membantu, dan program-program dari pusat akan diturunkan ke daerah,” ujar Presiden di hadapan para kepala daerah se-Papua.

Prabowo menekankan bahwa kehadiran pemimpin di daerah tidak bisa digantikan oleh laporan tertulis atau pertemuan jarak jauh. Kalaupun ada urusan di Jakarta, Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua akan membantu mengoordinasikannya dengan kementerian/lembaga. Dengan demikian, kepala daerah Papua tidak perlu terlalu sering meninggalkan wilayahnya hanya untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat.

Peringatan itu sesungguhnya bukan hal baru. Pesan serupa telah berulang kali disampaikan oleh presiden-presiden sebelumnya. Hampir dua dekade lalu, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY pernah menyampaikan teguran serupa, bahkan dalam situasi yang nyaris anekdot.

Baca JugaKumpulkan Kepala Daerah Se-Papua, Prabowo Minta Wujudkan Swasembada Pangan dan Energi

Dalam sebuah telekonferensi nasional saat meresmikan pengoperasian Satelit Telkom II, Februari 2006, SBY berdialog dengan sejumlah daerah, termasuk dari Kabupaten Merauke, Papua. Namun, yang muncul di layar bukan bupatinya, melainkan Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke. Sang bupati saat itu dilaporkan sedang berada di Jakarta.

Mendengar laporan tersebut, SBY melontarkan kritik yang langsung menyentuh persoalan kehadiran kepala daerah. Ia mengingatkan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota seharusnya lebih banyak berada di daerah untuk memecahkan persoalan rakyat ketimbang sering ”jalan-jalan” ke Jakarta tanpa tujuan yang jelas.

Kalaupun ada tugas di Jakarta, kepala daerah seharusnya segera kembali ke wilayahnya begitu urusan selesai. ”Daripada jalan-jalan di Jakarta, lebih baik pulang ke daerah,” kata SBY kala itu.

SBY juga mengingatkan bahwa Papua menghadapi persoalan yang jauh lebih mendesak. Beragam tantangan, seperti keterbatasan sarana pendidikan dan kesehatan, hingga dinamika politik dan tuntutan pemekaran wilayah, membutuhkan kepemimpinan yang hadir di lapangan.

Laporan Mendagri

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menilai, peringatan Presiden kepada kepala daerah Papua bersumber dari laporan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Presiden menekankan agar dana otonomi khusus (otsus) benar-benar diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat Papua, seperti pendidikan, pelayanan dasar, dan infrastruktur, bukan untuk perjalanan ke Jakarta.

”Ya, persis yang Pak Presiden sampaikan itu merupakan feeding (informasi) dari Pak Menteri. Fokus saja pembangunan di Papua karena dana otsus ini besar sehingga peruntukannya juga harus tepat,” ujarnya, Kamis (18/12/2025).

Apabila para kepala daerah membutuhkan koordinasi lintas kementerian, saat ini telah ada Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang dipimpin Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Selain itu, Presiden juga membentuk kembali Komite Percepatan Pembangunan Papua yang berada langsung di bawah Presiden dan dilantik pada 8 Oktober 2025.

”Ke depan, dengan hadirnya BP3OKP dan Komite Percepatan Pembangunan Papua, diharapkan seluruh program yang masuk ke Papua harus sinkron dan tidak tumpang tindih dengan APBD,” kata Akmal.

Baca JugaDeretan Korupsi Kepala Daerah di Papua yang Terus Bertambah

Ia menegaskan, peringatan kepada para kepala daerah disampaikan karena data menunjukkan dana otsus yang telah digelontorkan pemerintah pusat selama ini mencapai triliunan rupiah, tetapi dampaknya dinilai belum signifikan. ”Sudah memberikan dampak yang baik, tetapi ekspektasi masyarakat masih jauh lebih besar,” ujarnya.

Fenomena kepala daerah Papua yang terlalu lama berada di Jakarta, menurut peneliti senior Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies, Vidhyandika Djati Perkasa, bukanlah persoalan baru. Fenomena ini juga tidak bisa dilihat sebagai perilaku individual semata karena terus berulang sejak dimulainya era otonomi khusus Papua tahun 2002.

Bahkan, sejak pertama kali melakukan penelitian lapangan di Papua pada 2004, ia mengaku kerap menemukan kepala daerah yang tidak berada di wilayah yang mereka pimpin. Situasi itu bahkan melahirkan istilah satir di kalangan masyarakat setempat.

”Sejak saya pertama kali ke Papua tahun 2004, saya sudah sering melihat ketidakberadaan kepala daerah di daerahnya sendiri. Sampai ada istilah ’kepala daerah Wamena di Jakarta’. Itu istilah sindiran dari masyarakat setempat,” kata Vidhyandika.

Seringnya kepala daerah Papua ke Jakarta dinilainya menunjukkan lemahnya tata kelola pemerintahan. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas kepala daerah rendah, ditambah dengan lemahnya pembinaan dari pemerintah pusat. Persoalan tersebut diperparah oleh lemahnya pemberantasan korupsi.

Sejak saya pertama kali ke Papua tahun 2004, saya sudah sering melihat ketidakberadaan kepala daerah di daerahnya sendiri. Sampai ada istilah ’kepala daerah Wamena di Jakarta’. Itu istilah sindiran dari masyarakat setempat.

Akibatnya, pemerintah pusat cenderung melakukan pembiaran terhadap praktik kepala daerah Papua yang sering ke Jakarta. Kepala daerah juga tidak merasa memiliki tanggung jawab besar untuk bersikap transparan dalam mengelola anggaran publik.

”Bahkan, ada kepala daerah di Papua yang sering berada di Jayapura ketimbang di daerahnya sendiri,” tutur Vidhyandika.

Lebih jauh, lanjutnya, dalih klasik bahwa kepala daerah perlu sering ke Jakarta untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat juga dinilai semakin tidak relevan. Saat ini, BP3OKP memiliki perwakilan di setiap provinsi. Selain itu, Komite Percepatan Papua juga dibentuk untuk menyinkronkan kebijakan daerah dengan kementerian/lembaga pusat.

Ia menilai, ketidakhadiran kepala daerah membawa dampak nyata bagi jalannya pemerintahan. Ketika daerah hanya ditinggalkan kepada sekretaris daerah (sekda), pembangunan cenderung stagnan. Sebab, sekda tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan strategis. Padahal, persoalan pembangunan di Papua semakin berat di tengah pemotongan anggaran dana otsus dan keterbatasan transfer ke daerah.

Menurut dia, jalur institusional daerah semestinya dimanfaatkan agar kepala daerah tidak harus berlama-lama meninggalkan wilayahnya. ”Seharusnya langsung ke mereka untuk menyampaikan permasalahan atau aspirasi. Tidak perlu berbondong-bondong ke Jakarta,” kata Vidhyandika.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
BPJS Ketenagakerjaan Surabaya Tanjung Perak Open Booth Penggunaan JMO di RS PHC
• 17 jam lalurealita.co
thumb
Catatan Pinggir Safari Night: Dari Inspeksi ke Inspeksi, Sebuah Upaya Menjaga Kualitas Program MBG
• 10 jam laluliputan6.com
thumb
Kapolri: Perkembangan Teknologi Digital Sangat Pesat, Ganggu Stabilitas jika Tak Disikapi dengan Bijak!
• 5 jam laluokezone.com
thumb
Kapolri dari Sipil atau Purnawirawan? Susno Duadji: Pilihannya Jadi Banyak
• 21 jam lalufajar.co.id
thumb
Menteri PPPA Targetkan 300 Perusahaan Terapkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan dalam Dua Tahun
• 21 jam lalupantau.com
Berhasil disimpan.