Bisnis.com, PEKANBARU — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menilai proyek Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) Stage 1 di Lapangan Minas sebagai instrumen jangka menengah untuk menahan laju penurunan produksi minyak nasional, terutama dari lapangan-lapangan yang telah memasuki fase lanjut.
Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, mengatakan sekitar 50% minyak Lapangan Minas masih tertinggal di dalam reservoir, namun tidak dapat diproduksikan dengan metode primer maupun sekunder yang selama ini diterapkan.
“CEOR ditujukan untuk mengangkat minyak yang secara teknis masih ada, tetapi secara ekonomi tidak bisa diambil tanpa teknologi lanjutan,” ujar Djoko dalam peresmian CEOR Stage 1 Minas, di Rumbai Country Club (RCC), Pekanbaru, Selasa (23/12/2025).
Lapangan Minas merupakan salah satu lapangan minyak tertua dan terbesar di Indonesia, berproduksi sejak awal 1950-an. Lapangan ini memiliki original oil in place (OOIP) hampir 9 miliar barel, namun tingkat perolehannya kini telah mencapai sekitar 56%, seiring usia lapangan yang semakin matang dan dominasi produksi air (water cut) yang tinggi. Kondisi tersebut membuat metode produksi konvensional semakin tidak efektif.
Melalui proyek CEOR Stage 1, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menerapkan teknologi injeksi kimia berbasis alkali–surfaktan–polimer (ASP) untuk mendorong minyak sisa yang masih terperangkap di pori-pori batuan reservoir.
Teknologi ini diterapkan secara terbatas pada Area A Lapangan Minas, dengan konfigurasi awal mencakup tiga sumur injektor dan 13 sumur produksi sebagai dasar evaluasi kinerja teknis dan keekonomian proyek.
Baca Juga
- SKK Migas dan EMP Tonga Bantu Korban Banjir Tapanuli Selatan
- Tanpa Proyek Besar Onstream, SKK Migas Tancap Gas Bor 300 Sumur pada 2026
- SKK Migas Target Invetasi Hulu Rp266 Triliun di 2026, Bidik Bor 100 Sumur Eksplorasi
SKK Migas menempatkan proyek-proyek Enhanced Oil Recovery (EOR) sebagai salah satu kontributor pencapaian target produksi nasional yang saat ini berada di kisaran 600.000 barel minyak per hari, di tengah tantangan eksplorasi migas baru yang semakin kompleks dan berbiaya tinggi.
Keberhasilan CEOR Minas dinilai penting sebagai benchmark untuk penerapan teknologi serupa di lapangan tua lain, khususnya di wilayah kerja Blok Rokan.
Pada kesempatan yang sama, dari sisi korporasi, Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza menyampaikan bahwa CEOR Minas dibangun berdasarkan riset jangka panjang dan rangkaian uji coba lapangan sejak akhir 1990-an.
Menurutnya, Stage 1 merupakan fase implementasi komersial terbatas sebelum pengembangan lebih luas dilakukan.
“Stage 1 menjadi dasar untuk pengembangan berikutnya. Jika kinerja teknis dan ekonominya sesuai, CEOR dapat diperluas ke area lain di Minas dan lapangan Rokan lainnya,” ujar Oki.
PHR menargetkan penerapan CEOR dapat meningkatkan recovery factor Lapangan Minas hingga 12–16%, yang secara kumulatif berpotensi menambah jutaan barel minyak serta memperpanjang umur ekonomis lapangan hingga 8–10 tahun.
Namun, biaya produksi diperkirakan lebih tinggi dibanding metode konvensional, sehingga ekspansi dilakukan bertahap dan selektif dengan mempertimbangkan kelayakan ekonomi.
Ke depan, kinerja CEOR Minas akan menjadi salah satu penentu sejauh mana teknologi produksi tersier dapat berperan dalam strategi nasional menjaga pasokan minyak domestik, di tengah realitas penurunan alamiah lapangan tua dan terbatasnya temuan cadangan baru.




