Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada Rabu (24/12). Kondisi itu dinilai dipengaruhi oleh faktor negosiasi tarif dengan AS yang belum rampung sampai terjadinya bencana Sumatera.
Dikutip dari Bloomberg, kurs rupiah terhadap dolar AS hari ini pada pukul 08.50 WIB berada di Rp 16.787 atau melemah 10,00 poin (0,06 persen).
“Rupiah juga mendapatkan sentimen negatif dari perundingan tarif impor AS yang masih belum selesai. Bencana banjir di berbagai daerah di Indonesia juga turut memberikan sentimen negatif ke rupiah karena bencana ini menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Pengamat Pasar Uang dari Investindo, Ariston Tjendra, kepada wartawan, Rabu (24/12)
Selain itu, Ariston menilai pelemahan rupiah terhadap dolar AS juga tak bisa dihindari karena kebijakan moneter dan fiskal Indonesia yang longgar.
Analis Traderindo, Wahyu Laksono, menilai ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelemahan rupiah hari ini. Ia menilai saat ini sentimen global masih ada dalam posisi ‘wait and see' memantau beberapa rilis data ekonomi penting di AS.
Selain itu, Wahyu mengatakan kondisi geopolitik dan perdagangan global juga berpengaruh pada tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Namun, ia juga menilai pelemahan ini menjadi siklus akhir tahun.
“Secara historis, permintaan terhadap dolar AS meningkat di akhir tahun untuk keperluan pembayaran dividen ke luar negeri, pembayaran utang valas, serta kebutuhan impor,” ujar Wahyu.
Wahyu menuturkan saat ini juga ada kekhawatiran dari lembaga internasional seperti World Bank terkait potensi pelebaran defisit APBN Indonesia yang mendekati 3 persen dalam jangka menengah. Hal itu disebut mempengaruhi persepsi pasar.
“Namun ada harapan pelemahan rupiah akan tertahan. Bagaimanapun faktor fundamental global terutama USD sangat signifikan pengaruhnya terhadap rupiah. Jika USD terus melemah potensial rupiah bertahan dan rebound akan makin terbuka,” ujar Wahyu.
Untuk itu, Wahyu berharap Bank Indonesia (BI) bisa melakukan intervensi lewat tiga jalur sekaligus yakni pasar spot, pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan valas.
Selain itu, menurutnya, hal penting yang juga bisa dilakukan oleh BI adalah komunikasi dengan pasar untuk menjelaskan fundamental ekonomi Indonesia.
“Memberikan sinyal yang jelas kepada pasar bahwa fundamental ekonomi Indonesia seperti inflasi yang terjaga dan surplus neraca perdagangan masih kuat untuk mencegah spekulasi berlebihan,” tutur Wahyu.



/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F12%2F23%2Feb51b5d3cb3109a915bb880f42efec69-FullSizeRender.jpeg)

