KPK melakukan serangkaian penggeledahan terkait kasus dugaan pemerasan dan pemotongan anggaran di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan penggeledahan itu dilakukan di tiga titik, yakni rumah dinas Kajari dan kantor Kejari di HSU serta di rumah pribadi Kajari HSU yang berlokasi di Jakarta Timur.
"Tim penyidik kemudian melakukan serangkaian penggeledahan di tiga titik. Yang pertama di rumah dinas Kajari, kemudian di kantor Kejari, dan yang ketiga adalah di rumah Kajari yang beralamat di Jakarta Timur," ujar Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/12).
Budi menyebut, penyidik menyita satu unit mobil Toyota Hilux saat melakukan penggeledahan di rumah dinas Kajari HSU. Namun, KPK menemukan bahwa kendaraan tercatat milik Pemkab Tolitoli.
Sebelum menjabat Kajari HSU, Albertinus Napitupulu menjabat sebagai Kajari Tolitoli. Dia pindah tugas pada Juli 2025. Albertinus belum berkomentar mengenai kasusnya yang menjeratnya maupun mobil yang disita KPK.
"Penyidik mengamankan satu unit kendaraan roda empat di rumah dinas Kajari HSU yang tercatat milik pemerintah daerah Tolitoli," ucap Budi.
Dalam rangkaian upaya paksa itu, kata Budi, penyidik juga menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) yang diduga terkait dengan perkara.
"Dari penggeledahan di tiga titik tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan dugaan perkara tindak pidana pemerasan ataupun pemotongan anggaran di lingkungan Kejari HSU," ungkapnya.
Pemerasan hingga Pemotongan AnggaranKasus di HSU ini terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (18/12) lalu. Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan 3 jaksa sebagai tersangka.
Ketiga tersangka itu yakni Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) HSU Albertinus P Napitupulu, Kasi Intel Kejari HSU Asis Budianto, dan Kasi Datun Kejari HSU Tri Taruna Fariadi.
Tri Taruna Fariadi sempat kabur dari OTT tersebut. Belakangan, Kejagung berhasil mengamankan Tri Taruna yang kemudian diserahkan ke KPK.
Dalam kasus itu, Kajari HSU Albertinus Napitupulu diduga menerima aliran uang sebesar Rp 804 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara. Tri Taruna dan Asis menjadi pihak yang diduga menjadi perantaranya.
Uang itu didapat Albertinus dari dugaan pemerasan kepada sejumlah perangkat daerah di HSU. Di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan jajaran RSUD.
Albertinus diduga meminta uang dengan modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.
Selain melakukan dugaan tindak pemerasan, Albertinus juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi.
Tak hanya itu, Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta, dengan rincian:
Transfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta; dan
Dari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus-November 2025 sebesar Rp 45 juta.
Usai dijerat sebagai tersangka, Albertinus dkk kemudian dicopot dari jabatannya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Korps Adhyaksa pun berjanji tak akan mengintervensi penanganan perkaranya.
Belum ada keterangan dari ketiga tersangka terkait kasus ini.





