BMKG Prediksi Iklim 2026 Akan Normal di Sebagian Besar Wilayah Indonesia, Suhu 2529C

suara.com
7 jam lalu
Cover Berita
Baca 10 detik
  • BMKG memprediksi iklim Indonesia 2026 umumnya normal dengan 94,7% wilayah bercurah hujan normal (1.500-4.000 mm/tahun).
  • Kondisi ini dipengaruhi La Nina lemah awal tahun, menuju Netral, serta potensi dampak DBD akibat curah hujan tinggi.
  • Informasi ini diharapkan menjadi panduan perencanaan mitigasi dan kebijakan bagi sektor pertanian, energi, dan kesehatan.

Suara.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kondisi iklim di sebagian besar wilayah Indonesia sepanjang tahun 2026 akan bersifat normal. Prediksi itu berdasarkan analisis berbasis perhitungan fisis dan pemodelan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI), 

Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, berharap kalau informasi itu bisa dijadikan referensi utama dalam perencanaan kebijakan dan optimalisasi potensi iklim di berbagai sektor pembangunan.

“Informasi Pandangan Iklim 2026 ini diharapkan menjadi panduan umum dalam penetapan perencanaan, langkah mitigasi dan antisipasi serta kebijakan jangka panjang bagi berbagai sektor yang terdampak iklim,” kata Faisal pada Konferensi Pers Climate Outlook 2026 diikuti secara virtual, Selasa (22/12/2025).

Berdasarkan pengamatan pada November 2025, Faisal memaparkan, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menunjukkan fenomena La Nina lemah dengan nilai indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) sebesar -0,77 dan diprediksi berlanjut hingga Maret 2026. Kemudian, ENSO menuju fase Netral pada periode Maret–April dan kondisi Netral diprediksi berlanjut hingga akhir tahun 2026.

Sementara itu di Samudera Hindia, data suhu permukaan laut menunjukkan masih aktifnya fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) negatif dengan indeks bulanan sebesar -0,83. Fenomena IOD diprediksi akan berada pada fase netral sepanjang tahun 2026.

Untuk tahun 2026, secara umum 94,7 persen wilayah Indonesia diprediksi mengalami curah hujan tahunan dengan kategori sifat hujan normal, berkisar antara 1.500-4.000 mm/tahun. Sedangkan sebagian kecil (5,1 persen) wilayah lainnya diprediksi mengalami curah hujan tahunan dengan kategori di atas normal.

Adapun suhu udara rata-rata tahunan pada 2026 mendatang diprediksi berkisar antara 25—29 °C. Wilayah yang diprediksi mengalami suhu udara tahunan lebih dari 28 °C di antaranya, sebagian Sumatra bagian selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Tengah, pesisir utara Jawa, dan sebagian Papua Selatan. 

Sementara di wilayah dataran tinggi, seperti di Bukit Barisan Sumatra, Pegunungan Latimojong Sulawesi, dan Pegunungan Jaya Wijaya Papua diprediksi memiliki suhu udara tahunan yang lebih rendah pada kisaran 19-22 °C. 

“Secara bulanan, anomali suhu udara di Indonesia pada tahun2026 berkisar antara -0,5 sampai +0,3 °C dengan anomali terendah diprediksi terjadi pada Mei dan anomali tertinggi terjadi pada Juli 2026,” jelas Faisal.

Baca Juga: Sungboon Editor Resmi Hadir di Indonesia, Bawa Skincare Clean Berbasis Sains untuk Kulit Tropis

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan bahwa iklim normal tahun 2026 berpotensi menjaga kualitas udara secara umum tetap baik berkat curah hujan yang cukup untuk mendukung pencucian alami atmosfer melalui proses deposisi basah.

Namun, antisipasi terhadap penurunan kualitas udara saat kemarau akibat kabut asap dan/atau aktivitas industri tetap diperlukan melalui langkah mitigasi, seperti pengawasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), peningkatan program pembasahan gambut (rewetting), serta pengendalian emisi transportasi dan industri.

“Aktifnya fenomena La Nina lemah pada musim hujan awalt ahun perlu mendapatkan perhatian untuk antisipasi potensi dampak fenomena hidrometeorologi ekstrem seperti kejadian banjir dan longsor. Di sisi lain, pada periode kemarau, dapat terjadi peningkatan risiko karhutla, sehingga memerlukan upaya mitigasi sistematis lebih dini,” tuturnya.

Berdasarkan prediksi kondisi iklim ini, Ardhasena juga merekomendasikan agar informasi iklim BMKG dapat dioptimalkan untuk mendukung penguatan berbagai sektor lainnya yang terdampak iklim, khususnya sumber daya air, pertanian, perkebunan, kesehatan dan energi.

Sektor pertanian dan perkebunan harus menangkap momentum ini untuk mendongkrak produksi melalui strategi adaptasi yang tepat. Para pelaku usaha perlu menggunakan varietas tanaman berproduktivitas tinggi serta mewaspadai potensi hujan di musim kemarau yang dapat mengganggu komoditas sensitif seperti tebu.

Di sisi lain, stakeholder perlu memastikan kesiapan infrastruktur dengan memperbaiki saluran irigasi primer dan sekunder di wilayah yang berpotensi hujan tinggi. Sementara itu, untuk daerah dengan curah hujan rendah, diperlukan langkah antisipasi melalui pengaturan pola tanam dan pengelolaan ketersediaan air guna menjaga optimalisasi produktivitas lahan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
BAZNAS dan Bakom RI Perkuat Komunikasi Pemulihan Bencana di Sumatra
• 9 jam lalujpnn.com
thumb
Harga OTR Jakarta BMW X5 Per Desember 2025
• 11 jam lalumedcom.id
thumb
Jelang Libur Nataru, Layanan Kesehatan untuk Peserta JKN Tetap On!
• 10 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
Tangis dan Doa Iringi Pemakaman Tanpa Jenazah di Lokasi Bencana
• 20 jam laludetik.com
thumb
Jelang Nataru, BPOM Serang Temukan 3 Pruduk Mengandung Formalin di Pasar
• 21 jam lalujpnn.com
Berhasil disimpan.