jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia Arifki Chaniago mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bukan solusi mengefisienkan anggaran dalam kontestasi politik.
Dia menilai biaya politik tetap tinggi jika pilkada dilakukan melalui DPRD. Sebab, konsentrasi dana bisa terjadi di ruang sempit, tertutup, dan sulit diawasi publik. "Ya, yang terjadi bukan penghapusan biaya politik, melainkan konsentrasinya, dari biaya kampanye massal ke lobi elite, dari keramaian pemilih ke ruang-ruang tertutup DPRD,” kata Arifki, Rabu (24/12).
BACA JUGA: Konon Usul Pilkada Melalui DPRD Didorong Nafsu Memusatkan Kekuasaan
Menurut dia, perdebatan sistem pilkada berbiaya mahal berpotensi menyesatkan tanpa membahas tata kelola pemilihan. Arifki mengatakan masalah utama pemilu Indonesia bukan terletak pada cara mencoblos, melainkan lemahnya penegakan hukum dan minimnya pencegahan politik uang.
“Selama pelanggaran pemilu jarang berujung sanksi tegas, sistem apa pun akan bocor. Mengganti pilkada langsung ke DPRD tanpa membenahi penegakan hukum, hanya mengubah bentuk masalah, bukan isinya,” ungkapnya.
BACA JUGA: Pengamat Kritik Wacana Pilkada oleh Presiden dan DPRD, Sebut Bagi-Bagi Kekuasaan
Menurut Arifki lagi, pilkada melalui DPRD berpotensi mahal dari sisi kepercayaan publik, karena pejabat tak dipilih rakyat langsung.
“Pilkada langsung memang mahal dan gaduh, tetapi pilkada lewat DPRD berisiko mahal secara kepercayaan publik. Dalam demokrasi, defisit kepercayaan sering kali lebih berbahaya daripada defisit anggaran,” kata dia.
BACA JUGA: Pilkada Melalui DPRD Dianggap Tak Menjawab Persoalan Politik Uang saat Pemilihan
Arifki berharap fokus pembenahan ke depan diarahkan pada penguatan penyelenggara pemilu hingga penegakan hukum, bukan mengubah sistem pemilihan.
"Tanpa itu, perdebatan soal mekanisme pilkada akan terus berulang dan demokrasi tetap berjalan di tempat," ujar dia.
Sebelumnya, Partai Golkar mengusulkan pelaksanaan pilkada melalui DPRD setelah menggelar Rapat Pimpinan Nasional 2025.
"Partai Golkar merekomendasikan perbaikan dan penyempurnaan sistem proporsional terbuka dengan memperbaiki aspek teknis penyelenggaraan, penyelenggara, dan tata kelola untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil," kata Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia dalam keterangan persnya, Minggu (21/12).
Selain pemilihan tak langsung, Golkar dalam rapimnas juga mengusulkan pembentukan koalisi permanen demi menjaga stabilitas pemerintahan.
"Koalisi permanen ini tidak hanya dibangun untuk memenangkan kontestasi pemilihan presiden, tetapi dilembagakan sebagai bentuk kerja sama politik yang mengikat di parlemen dan pemerintahan," ujar Bahlil. (ast/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Aristo Setiawan

