HARIAN FAJAR, MAKASSAR – Dinas Pariwisata Kota Makassar bekerja sama dengan DPD PAPPRI Sulawesi Selatan menggelar Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan tersebut menjadi langkah awal dalam merumuskan arah kebijakan kebudayaan yang berpihak pada pelaku seni dan budaya lokal.
Ketua DPD PAPPRI Sulsel Ilham Arief Sirajuddin, menegaskan bahwa tujuan utama dari kegiatan ini adalah memastikan karya-karya seniman daerah tidak terpinggirkan di tanah kelahirannya sendiri.
“Jangan sampai karya anak-anak daerah, karya putra-putri Sulawesi Selatan yang begitu kaya dan bernilai, justru tidak bisa menjadi tuan rumah di rumahnya sendiri,” ujar Ilham, Rabu, 24 Desember.
Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap minimnya ruang bagi seni dan musik tradisional Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar di ruang-ruang publik. Bahkan, menurutnya, tak jarang seniman daerah justru diminta berhenti ketika membawakan lagu-lagu lokal.
“Bayangkan, kita menyanyi lagu daerah di ruang publik justru diminta berhenti. Ini menyedihkan. Padahal di daerah lain seperti Manado, Ambon, atau Toraja, identitas budaya justru ditampilkan dengan bangga,” katanya.
Ilham mencontohkan Toraja sebagai daerah yang berhasil menjadikan seni dan musik lokal sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Melalui festival dan ruang ekspresi yang konsisten, anak-anak Toraja telah akrab dengan lagu dan musik daerah sejak usia dini.
“Artinya ada ruang yang diberikan. Kalau ruang itu ada, budaya akan hidup. Inilah yang ingin kita dorong di Makassar dan Sulawesi Selatan,” tambahnya.
Menurut Ilham, FGD ini juga selaras dengan perhatian pemerintah pusat terhadap kebudayaan, khususnya kebudayaan tak benda. Sulawesi Selatan disebutnya telah memiliki Peraturan Daerah tentang Kebudayaan dan tengah memproses regulasi lanjutan yang ditargetkan rampung pada 2026.
“Payung hukum ini penting agar seniman tidak berjalan sendiri. Dengan regulasi yang jelas, karya-karya lokal bisa hidup, diproduksi, dan dinikmati oleh publik secara luas,” jelasnya.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Pariwisata Kota Makassar, Achmad Hendra Hakamuddi, menekankan pentingnya perhatian bersama terhadap pelestarian kebudayaan tak benda sebagai warisan leluhur yang harus dijaga keberlanjutannya.
“Hal ini patut menjadi perhatian khusus bagi kita semua agar warisan kebudayaan tak benda yang diturunkan oleh leluhur kita dapat terus lestari dan diwarisi oleh generasi-generasi setelah kita di masa yang akan datang,” ujar Achmad Hendra.
Ia menyebutkan bahwa FGD ini menjadi ruang strategis untuk membahas hal-hal penting terkait penyusunan aturan dalam upaya melestarikan dan memajukan kebudayaan tak benda. Keterlibatan pemerintah provinsi dan pemerintah kota dinilai sangat krusial dalam penyusunan Peraturan Gubernur tentang pelestarian dan pemajuan kebudayaan.
“Ini adalah langkah strategis yang akan menjadi pondasi awal dalam penyelamatan dan pelestarian warisan kebudayaan tak benda di Provinsi Sulawesi Selatan. Sekaligus menjadi landasan bagi kita dalam mengembangkan kebudayaan tanpa menghilangkan nilai-nilai substantif dan kekhasannya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Achmad Hendra berharap regulasi yang disusun dapat melahirkan kesepahaman bersama dalam upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan, sekaligus meningkatkan kesadaran serta partisipasi masyarakat.
“Kami berharap strategi pemajuan kebudayaan tak benda ini dapat menjadi contoh bagi kabupaten dan kota lain di Sulawesi Selatan untuk melanjutkan upaya ini secara lebih konkret di daerah masing-masing,” tambahnya.
FGD ini diharapkan menjadi momentum awal dalam membangun ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan, memperkuat identitas lokal, serta memastikan seni dan budaya Sulawesi Selatan tetap hidup dan relevan di tengah perkembangan zaman. (edo)





