jpnn.com - Anggota DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti video viral terkait seorang nenek tidak bisa membeli Roti O menggunakan uang tunai. Penjual beralasan pembayaran di gerainya cashless, salah satunya pakai QRIS.
Saleh melihat kejadian tersebut mendapat perhatian publik. Banyak yang prihatin dan kasihan melihat nenek tua yang tidak bisa bayar Roti O yang hendak dibelinya memakai kartu atau QRIS.
BACA JUGA: Prabowo Peringatkan Satgas PKH: Jangan Mau Dilobi Pengusaha!
"Sebelum kejadian ini, saya sudah lama mengkhawatirkan masalah ini. Saya takut ada orang yang benar-benar tidak punya kartu. Tidak bisa bayar cashless. Nah, dugaan saya benar, akhirnya terjadi juga, sudah viral," kata Saleh, Kamis (25/12/2025).
Ketua komisi VII DPR RI itu pun mengaku dirinya beberapa kali ditolak restoran dan gerai ketika melakukan pembayaran kes dengan dalih ketentuan dari atasan mereka.
"Padahal, atasan mereka itu adalah warga negara biasa. Karena itu, dia tidak boleh buat Undang-undang yang mengikat warga negara lain. Kalau semua orang boleh buat aturan seperti itu, dipastikan akan terjadi carut-marut. Wibawa negara sebagai negara hukum akan sangat dilemahkan," tuturnya.
Menurut wakil ketua umum PAN itu, adalah fakta yang nyata bahwa teknologi digital tidak semuanya relevan dan bisa dipakai oleh semua orang. Termasuk nenek yang mau beli roti O tadi. Dia disuruh bayar pakai QRIS, sedangkan dia hanya punya uang tunai.
Saleh mengingatkan bahwa menurut UU, setiap orang harus menerima pembayaran pakai uang tunai. Hanya dikecualikan jika uang tersebut diduga palsu. Dan, yang menduga, harus membuktikannya. Jika tidak ada bukti bahwa uangnya palsu, maka tidak ada alasan untuk menolak pembayaran cash.
Terkait masalah ini, Saleh meminta pejabat yang berwenang harus mengambil sikap tegas. Orang yang memerintahkan untuk hanya menerima pembayaran cashless (kartu) harus diperiksa untuk diminta keterangan dan pertanggungjawabannya.
Bila kejadian seperti ini dibiarkan, katanya, ini akan menjadi preseden buruk dan ditiru orang lain. Terlebih, restoran dan gerai yang meminta bayaran cashless sekarang sudah menjamur, bahkan sering sekali orang tidak jadi belanja karena tidak punya kartu.
"Menteri Keuangan dan Gubernur BI harus turun tangan. Apalagi, sudah banyak orang yang kritis dan mencermati masalah ini. Jangan lemah dalam menegakkan aturan, apalagi aturan tersebut secara eksplisit disebutkan di dalam Undang-undang," tuturnya.
Saleh menyitir ketentuan dalam UU No. 7/2011 tentang Mata Uang, terutama di dalam Pasal 16 Ayat (1), Pasal 33 Ayat (1) dan Ayat (2) disebutkan secara eksplisit soal penggunaan mata uang Rupiah.
Berikut ini bunyi ketentuannya:Pasal 16
(1) Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan Rupiah kepada masyarakat.
Pasal 33
(1) Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Saleh mengatakan ketentuan yang termaktub di dalam UU No.7/2011 di atas jelas memiliki konsekuensi hukum. Dalam konteks ini, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) harus mengusut dan membawa hal ini ke ranah hukum.
"Sekali lagi, kalau ini dibiarkan akan berdampak negatif bagi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia," kata Saleh Daulay.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam



