DPR Kritik Penolakan Pembayaran Tunai di Toko

tvrinews.com
7 jam lalu
Cover Berita

Penulis: Redaksi TVRINews

TVRINews – Jakarta

Ketua Komisi VII DPR RI Menilai Pembatasan Transaksi Cashless Mengabaikan Hak Warga di Pelosok

Perkembangan teknologi digital di sektor keuangan memang menawarkan efisiensi, namun implementasinya di lapangan kini menuai sorotan tajam dari parlemen. 

Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengingatkan bahwa pemaksaan sistem pembayaran non-tunai (cashless) secara sepihak oleh pelaku usaha berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara.

Meskipun menyambut baik kemajuan digital, Saleh menyoroti adanya fenomena pemilik toko yang mulai menolak pembayaran uang kartal (tunai). 

Menurutnya, kebijakan tersebut tidak inklusif, terutama bagi kelompok masyarakat yang belum terjangkau oleh literasi digital dan infrastruktur perbankan.

Kesenjangan Infrastruktur di Daerah

Dalam keterangannya Kamis 25 Desember 2025, legislator dari Fraksi PAN ini memaparkan realita di daerah pemilihannya, di mana akses terhadap layanan digital masih sangat bergantung pada stabilitas energi primer.


(Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay saat melakukan kunjungan kerja spesifik di Kawasan Industri MM2100, Kabupaten Bekasi (Foto: DPR RI))

"Jika ingin bertransaksi non-tunai, diperlukan koneksi internet. Di dapil saya, jaringan internet seringkali hanya aktif saat listrik menyala. Begitu listrik padam, seluruh sistem komunikasi terganggu," ujar Saleh.

Selain kendala teknis, faktor geografis juga menjadi hambatan serius. Saleh menjelaskan bahwa keberadaan kantor perbankan belum merata hingga ke pelosok desa. 

Bagi warga pedesaan, proses pembukaan rekening untuk mendukung gaya hidup non-tunai memerlukan usaha ekstra, termasuk menempuh jarak jauh ke ibu kota kecamatan yang memakan waktu dan biaya.

Kepatuhan Terhadap Undang-Undang

Lebih lanjut, Saleh mengkritik adanya kecenderungan pemilik usaha yang memaksakan aturan pembayaran non-tunai demi alasan keamanan internal atau ketidakpercayaan terhadap karyawan. 

Ia menilai tindakan tersebut kontradiktif dengan status uang tunai sebagai alat pembayaran sah yang dicetak dan dijamin oleh negara.

"Aturan yang dibuat (toko) itu justru bertentangan dengan Undang-Undang dan titah negara. Jangan sampai karena ingin bekerja simpel, lalu membuat aturan sendiri tanpa melihat spektrum yang lebih luas," tegas mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah tersebut.

Ia mempertanyakan relevansi pencetakan uang oleh negara jika pada akhirnya penggunaan uang tunai ditolak di sektor ritel. Menurutnya, negara telah mengalokasikan anggaran besar untuk mencetak uang dan mempekerjakan banyak tenaga kerja di sektor tersebut.

Panggilan untuk Keadilan Ekonomi

Sebagai penutup, Saleh menekankan bahwa teknologi seharusnya mempermudah, bukan membatasi akses bagi kelompok tertentu seperti anak-anak di bawah umur dan lansia yang belum memiliki instrumen pembayaran digital.

"Negara harus hadir bagi semua warga negara. Tidak boleh ada yang ditinggalkan, karena tugas negara adalah melindungi seluruh tumpah darah Indonesia sesuai amanat konstitusi," pungkasnya.

Editor: Redaksi TVRINews

Komentar
1000 Karakter tersisa
Kirim
Komentar

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Hadapi Lonjakan Libur Nataru, Ragunan Siapkan 10 Titik Lokasi Parkir
• 11 jam laluidntimes.com
thumb
Hari Apa Saja yang Diperingati Setiap Tahunnya pada 25 Desember Selain Natal? Yuk Simak!
• 11 jam laluliputan6.com
thumb
Sukses di Sea Games, Atlet Hoki Asal Gresik Banjir Tawaran Klub Eropa
• 9 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Libur Natal, Aturan Ganjil Genap Jakarta Tidak Diberlakukan Kamis 25 Desember 2025
• 11 jam laluliputan6.com
thumb
Ikappi Usul Subsidi Distribusi, Harga Cabai Jakarta Turun dari Rp120.000 per Kg
• 2 jam lalubisnis.com
Berhasil disimpan.