Kasus orang sehat dikirim ke rumah sakit jiwa di daratan Tiongkok terus bermunculan. Baru-baru ini, seorang perempuan mengunggah video yang menyatakan bahwa dirinya, akibat sebuah perselisihan, dikirim oleh Pusat Penyelamatan Dalian ke rumah sakit jiwa, diikat secara paksa selama tiga hari. Ia mengaku difoto telanjang oleh pihak pusat penyelamatan tersebut. Ia mengatakan bahwa sebelumnya ia hanya melihat kasus semacam ini di internet, tidak menyangka hal itu benar-benar menimpa dirinya.
EtIndonesia. Pada 22 Desember 2025, seorang warganet dengan nama akun “Xingchen (星辰)”, yang alamat IP-nya terdeteksi di Mongolia Dalam, mengunggah rekaman audio. Dalam rekaman tersebut terdengar percakapannya dengan Wang Xueqiang, wakil kepala Pusat Penyelamatan Dalian. Rekaman itu menunjukkan bahwa setelah ia dipaksa difoto telanjang, perempuan tersebut mengajukan pengaduan ke layanan pengaduan 12345 Dalian. Akan tetapi, wakil kepala pusat penyelamatan meminta agar ia mencabut pengaduan tersebut.
Dalam rekaman itu, perempuan tersebut mengungkapkan bahwa ia terlibat perselisihan dengan sebuah toko roti kukus (baozi) di Dalian. Ia mengatakan bahwa dirinya merasa diperas, sehingga menangis di toko tersebut. Setelah polisi datang, dengan alasan bahwa ia “sedang tidak stabil secara emosional dan perlu menemui psikolog”, polisi langsung membawanya ke Rumah Sakit Rakyat Ketujuh Dalian, yang merupakan rumah sakit jiwa.
Perempuan itu menegaskan bahwa ia memiliki laporan pemeriksaan medis yang menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki gangguan jiwa, tidak menunjukkan perilaku abnormal apa pun, dan hanya sedang merasa sedih. Namun demikian, polisi tetap mengirimkannya ke rumah sakit jiwa.
Setibanya di rumah sakit, pihak rumah sakit bertanya kepada polisi, “Mengapa orang ini dibawa ke sini?” Polisi menjawab, “Dia merusak toko roti kukus” (yang menurut perempuan tersebut adalah kebohongan). Polisi kemudian mendorongnya masuk secara paksa, dan rumah sakit pun menerimanya.
Ia mengatakan kepada perawat bahwa dirinya tidak sakit. Namun perawat menjawab, “Kalau polisi bilang kamu sakit, berarti kamu sakit.” Ketika ia meminta izin untuk menelepon, perawat justru memanggil petugas keamanan dan mengikatnya. Ia mengaku mengalami nyeri di leher dan pinggang akibat ikatan tersebut. Ia bahkan berlutut dan memohon kepada staf rumah sakit agar tidak mengikatnya, tetapi para perawat mengabaikannya.
Ia kemudian diikat di ranjang selama tiga hari tiga malam. Selama itu, rumah sakit tidak memberinya makanan maupun air minum. Ketika ia meminta izin ke toilet, pihak rumah sakit jiwa hanya melepas ikatan di kakinya, sementara tangannya tetap terikat. Ia menggambarkan keadaannya seperti “ditarik seperti anjing”, dan akhirnya terpaksa buang air di celana.
Menurut penuturannya, ia ditahan di rumah sakit jiwa selama 10 hari, ponselnya disita, dan ia tidak dapat menghubungi dunia luar. Polisi dan pusat penyelamatan tidak memberi tahu kepada keluarganya, sehingga keluarganya mencarinya ke mana-mana, bahkan sampai melapor ke polisi.
Setelah itu, ia dibawa ke Pusat Penyelamatan Dalian, di mana staf pusat tersebut memintanya difoto telanjang. Ia mengatakan bahwa dirinya sangat ketakutan dan tidak berani menolak, karena takut akan kembali diikat, sehingga ia terpaksa menyetujui pemotretan telanjang tersebut.
Wakil Kepala Pusat Penyelamatan Dalian, Wang Xueqiang, menyatakan bahwa pengiriman perempuan tersebut ke rumah sakit jiwa dilakukan berdasarkan dokumen dari polisi yang menyebutkan adanya dugaan masalah kejiwaan. Ia juga mengatakan bahwa pemotretan dilakukan sebagai bagian dari “tanggung jawab sebagai wali sementara”, dengan alasan “khawatir ada luka di tubuhnya”, dan mengklaim bahwa foto-foto tersebut telah dihapus sesuai permintaan korban.
Namun, perempuan tersebut tidak mempercayai penjelasan Wang Xueqiang, dan perselisihan antara kedua pihak terus berlanjut.
Ia kembali menegaskan bahwa sebelumnya ia hanya melihat kasus orang sehat dikirim ke rumah sakit jiwa di internet, dan tidak pernah membayangkan hal seperti itu benar-benar akan terjadi pada dirinya sendiri. (Hui)




