Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) meluncurkan Laporan Tematik Transisi Energi Berkeadilan. Laporan ini merupakan dokumen teknis sebagai bagian dari pembaruan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan atau CIPP) Indonesia 2023.
Laporan yang diluncurkan pada 18 Desember 2025 ini menjadi panduan dalam memastikan peralihan menuju pembangkit listrik yang lebih bersih dilaksanakan dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan dan inklusivitas bagi masyarakat yang terdampak oleh perubahan struktural di sektor energi.
Tubagus Nugraha, Direktur Eksekutif Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Prioritas, Dewan Ekonomi Nasional (DEN), dalam sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi antarlembaga dan penyelarasan kebijakan transisi energi dengan strategi ekonomi Indonesia secara lebih luas.
Peter Rajadiston, Minister-Counsellor Development Inggris di Indonesia, menyambut peluncuran laporan tersebut sebagai langkah penting menuju perencanaan yang lebih transparan dan berbasis bukti. Ia menegaskan kembali dukungan kuat Pemerintah Inggris terhadap transisi energi Indonesia. Ia juga menekankan energi bersih akan menjadi pilar utama Kemitraan Strategis Inggris–Indonesia, yang dijadwalkan akan diluncurkan pada Januari 2026.
Menurutnya, Inggris telah lama menjadi mitra Indonesia dalam transisi energi, melalui dukungan terhadap pengembangan kebijakan, penguatan kapasitas, dan kerja sama teknis.
"Seiring persiapan peluncuran Kemitraan Strategis Inggris–Indonesia, energi bersih dan pertumbuhan ekonomi akan menjadi inti dari kemitraan tersebut. Energi bersih akan menciptakan lapangan kerja, menjaga kemajuan ekonomi, serta memperkuat daya saing Indonesia di tingkat internasional,” ujar Rajadiston, dalam siaran pers, Rabu (24/12).
Paul Butarbutar, Kepala Sekretariat JETP Indonesia, menyoroti peran studi ini dalam memperkuat implementasi Kerangka Transisi Energi Berkeadilan (Just Transition Framework) sebagai bagian dari pembaruan dokumen CIPP.
Acara peluncuran laporan tersebut juga ditandai dengan penyerahan Laporan Tematik Transisi Energi Berkeadilan dari Sekretariat JETP kepada Dewan Ekonomi Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kedutaan Besar Inggris.
Acara yang diselenggarakan di Jakarta ini dihadiri perwakilan dari kementerian dan lembaga pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik negara (BUMN), kelompok masyarakat sipil, serta lembaga pembangunan. Diskusi-diskusi yang berlangsung selama acara menyoroti penguatan pemahaman terhadap Kerangka Transisi Energi Berkeadilan Indonesia, khususnya Standar 9, yang mencakup diversifikasi dan transformasi ekonomi di wilayah-wilayah yang tengah menjalani transisi energi.
Pemaparan Studi Uji Coba Transisi Energi pada PLTP dan PLTBDalam rangkaian acara tersebut, turut diselenggarakan sesi pemaparan mengenai studi uji coba penerapan Kerangka Transisi Energi Berkeadilan pada proyek panas bumi (PLTP) di Dieng dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di Jeneponto. Temuan dari studi ini menunjukkan sejumlah peluang, antara lain potensi pertumbuhan sektor jasa lokal dan pertambahan nilai pada rantai produksi pertanian.
Di sisi lain, studi ini juga mengidentifikasi sejumlah tantangan, termasuk dampak terhadap ketenagakerjaan. Temuan awal tersebut menegaskan pentingnya konsultasi berkelanjutan dan perencanaan yang realistis di wilayah yang terdampak proses transisi energi bersih.
Selain sesi pemaparan, pembahasan berlanjut dengan diskusi panel yang menghadirkan para narasumber antara lain, Dina Nurul Fitria, anggota Dewan Energi Nasional (DEN); Sahat Simangunsong yang mewakili Direktorat Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; dan Hendra Iswahyudi, Pelaksana Tugas Direktur Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM.
Para panelis menegaskan transisi energi Indonesia harus dipandang sebagai proses pembangunan yang berkeadilan dan terintegrasi, yang menyeimbangkan ketahanan energi dengan tujuan dekarbonisasi. Mereka juga menekankan pentingnya pengarusutamaan prinsip transisi berkeadilan dalam kerangka kebijakan energi nasional, termasuk ketentuan terkait keadilan sosial, pengembangan keterampilan tenaga kerja, dan mitigasi risiko transisi seperti aset-aset yang kehilangan nilai ekonomi (stranded assets).
Berkaca dari pembelajaran proyek panas bumi, tenaga bayu, dan energi terbarukan terdesentralisasi, diskusi panel juga menyoroti pentingnya mengintegrasikan pengembangan energi terbarukan dengan kondisi ekonomi lokal, meningkatkan keterlibatan masyarakat, serta memanfaatkan sumber daya lokal untuk meningkatkan produktivitas, ketahanan, dan hasil pembangunan daerah dalam jangka panjang.
Acara peluncuran ditutup dengan pidato oleh Farah Heliantina, Asisten Deputi Percepatan Transisi Energi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang diwakili oleh Analis Kebijakan Senior, Dwi Septi Cahyawati. Dalam pidatonya, ia menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk memastikan transisi energi menghasilkan dampak yang inklusif dan berkeadilan.
“Transisi berkeadilan harus memastikan bahwa tidak ada masyarakat yang tertinggal seiring dengan berkembangnya sistem energi. Diversifikasi dan transformasi ekonomi memberikan peluang bagi seluruh wilayah untuk maju bersama dan berbagi manfaat dari masa depan energi Indonesia,” kata Farah.
:strip_icc()/kly-media-production/medias/4614282/original/090285800_1697553895-Hujan_Lebat_dan_Angin_Kencang.jpg)



