Bisnis.com, KUNINGAN — Pemerintah Kabupaten Kuningan memperketat pengawasan pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebanyak 127 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG yang beroperasi di wilayah tersebut berada dalam sorotan ketat dan terancam ditutup jika terbukti melanggar ketentuan pemerintah pusat.
Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar mengatakan, besarnya anggaran program MBG menuntut pengelolaan yang disiplin, tertib, dan bebas dari praktik penyimpangan. Total alokasi dana MBG di Kabupaten Kuningan sendiri tercatat mencapai Rp355 miliar.
Pemkab Kuningan menegaskan tidak akan memberikan toleransi terhadap dapur MBG yang menjalankan operasional di luar aturan. Sanksi yang disiapkan tidak sebatas teguran administratif, melainkan bisa berujung pada rekomendasi pencabutan izin operasional secara permanen kepada Badan Gizi Nasional.
"Pengawasan difokuskan pada sejumlah aspek krusial, mulai dari kesesuaian harga per porsi, kelengkapan legalitas dapur, hingga standar kebersihan dan sanitasi. Setiap SPPG diwajibkan memenuhi persyaratan teknis, termasuk kepemilikan IPAL, SLHS, serta persetujuan bangunan gedung," kata Dian, Rabu (24/12/2025).
Pemerintah daerah menilai ketidakpatuhan terhadap standar tersebut berpotensi membahayakan kualitas makanan dan merusak tujuan utama program MBG, yakni meningkatkan gizi masyarakat. Oleh karena itu, evaluasi dilakukan secara menyeluruh terhadap seluruh dapur yang telah beroperasi.
Secara operasional, program MBG di Kabupaten Kuningan menyasar 385.383 penerima manfaat. Sasaran program mencakup peserta didik dari berbagai jenjang pendidikan, ibu hamil, serta balita yang tersebar di 30 kecamatan. Namun, pemerintah mencatat masih terdapat kendala kesiapan dapur di dua kecamatan, yakni Cilebak dan Hantara.
Baca Juga
- Ini Skema Penyaluran MBG Saat Libur Sekolah di Palembang
- Menkeu Purbaya: Anggaran Bencana Cukup, Tak Perlu Ganggu MBG
- Ultra Jaya (ULTJ) Bicara Dampak Program MBG terhadap Pendapatan
Dian mengatakan Pemkab Kuningan menginstruksikan keterlibatan aktif seluruh perangkat daerah untuk memastikan pelaksanaan program berjalan sesuai ketentuan. Camat, kepala puskesmas, serta organisasi perangkat daerah terkait diminta berperan langsung dalam pengawasan di lapangan. Peran satuan tugas MBG juga diperkuat hingga tingkat desa guna meminimalkan celah pelanggaran.
"Langkah pengawasan ketat ini bukan untuk menghambat program, melainkan memastikan pelaksanaan MBG berjalan sesuai regulasi nasional. Tata kelola program merujuk pada ketentuan Peraturan Presiden Nomor 115 tentang penyelenggaraan MBG, termasuk mekanisme pengawasan dan penegakan sanksi," katanya.
Selain aspek kepatuhan, pemerintah daerah juga menyoroti dampak ekonomi dari program MBG. Dapur-dapur MBG diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai penyedia makanan, tetapi juga mampu mendorong perputaran ekonomi lokal melalui pemanfaatan bahan pangan dari petani dan pelaku usaha setempat.



