Jakarta, VIVA – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah mengingatkan pentingnya kepedulian sosial antarumat beragama dalam momentum perayaan hari Raya Natal 2025. Ia mencontohkan kisah perjuangan Isa atau Yesus sebagai teladan di momentum Natal.
Said menjelaskan bahwa kelahiran Yesus, yang dalam kepercayaan Islam dikenal sebagai Nabi Isa, tidak disertai kemewahan maupun keistimewaan sosial.
Ia juga mengajak seluruh elemen bangsa menjadikan momen Natal untuk terus merawat sikap peduli, welas asih, dan saling menyayangi.
Nilai-nilai kasih itu dinilai relevan untuk menjawab tantangan kemanusiaan global sekaligus memperkuat harmoni antarumat beragama di Indonesia.
Said menyinggung bagaimana Siti Maryam menghadapi tuduhan dan derita, hingga Allah SWT menghadirkan mukjizat kepada bayi Isa. Peristiwa itu, kata Said, menegaskan kebesaran Tuhan sekaligus menampilkan dimensi kemanusiaan yang kuat.
"Energi spiritual yang dimiliki oleh Nabi Isa sepenuhnya didedikasikan untuk membantu sesama. Mereka yang menderita, dan senantiasa menumbuhkan sikap welas asih. Sikap peduli, welas asih atau saling menyayangi inilah yang perlu terus kita rawat," kata Said dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis, 25 Desember 2025.
Ia menambahkan, mukjizat yang didapat Nadi Isa dari Allah SWT punya dua dimensi besar, yakni transendensi dan antroposentris. Secara transenden, mukjizat tersebut menunjukkan kebesaran Tuhan.
Sementara secara antroposentris, kekuatan tersebut digunakan untuk membantu mereka yang mengalami musibah atau kesusahan.
Said menilai keteladanan Nabi Isa sangat relevan untuk mengurangi ketegangan global. Di mana, menurutnya saat ini situasi dunia sedang dibayangi kemerosotan ekologis dan persaingan kekuasaan.
"Dunia akan lebih damai bila antarumat beragama saling menyayangi. Perbedaan keyakinan tidak boleh menjadi dinding pemisah, melainkan harus dimaknai sebagai keragaman agar kita bisa mengambil hikmah satu sama lain," kata Said.
Sebagai umat muslim, ia juga mengajak untuk menumbuhkan semangat Islam Kosmopolitan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
"Beliau bisa bergaul dan bekerja sama dengan asik, tidak hanya sesama muslim, malah menerobos dinding rumah ibadah, beliau bisa "berteman mesra" dan bekerja sama dengan para romo, pastur, bante, dan bedande, bahkan tokoh tokoh keyakinan lokal," katanya.




