FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Aksi Kejaksaan Agung yang kembali memamerkan tumpukan uang sitaan senilai Rp6,6 triliun di hadapan Presiden Prabowo Subianto memantik beragam respons di ruang publik.
Di tengah klaim penegakan hukum dan pemulihan kerugian negara, sejumlah pegiat media sosial justru mempertanyakan makna keadilan yang sesungguhnya dari langkah tersebut.
Salah satu komentar datang dari Herwin Sudikta. Ia menyebut langkah tersebut menimbulkan ironi di tengah masih lemahnya penegakan hukum terhadap sejumlah figur kontroversial.
Dikatakan Herwin, penegakan hukum tidak cukup hanya ditunjukkan melalui angka fantastis hasil sitaan, tetapi juga harus tercermin dari keberanian aparat menindak semua pihak tanpa pandang bulu.
“Agak ironis ketika Jaksa Agung memastikan Rp6,6 triliun disebut sebagai hasil penegakan hukum,” kata Herwin kepada fajar.co.id, Kamis (25/12/2025).
Ia membandingkan pameran uang sitaan tersebut dengan kasus lain yang belum tersentuh hukum secara serius. Salah satunya menyangkut Silfester Matutina.
“Sementara Silfester Matutina masih bisa tertawa terbahak sambil mengangkangi hukum tanpa konsekuensi apa pun,” sesalnya.
Kata Herwin, publik tidak hanya membutuhkan simbol keberhasilan penegakan hukum berupa tumpukan uang, tetapi juga keadilan yang dirasakan secara nyata.
“Kalau hukum benar-benar ditegakkan, seharusnya yang ditegakkan bukan cuma angka, tapi juga keadilan,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan agar penegakan hukum tidak terjebak pada pencitraan administratif semata.
“Kalau tidak, penegakan hukum cuma berubah jadi laporan keuangan yang rapi, tapi bolong secara moral,” kuncinya.
Sebelumnya, Kejagung kembali menyedot perhatian publik dengan aksi memamerkan tumpukan uang sitaan bernilai fantastis.
Kali ini, uang pecahan Rp100 ribu yang disusun menyerupai “menara” itu mencapai total Rp6.625.294.190.469,74 atau sekitar Rp6,6 triliun.
Informasi yang beredar menyebutkan, tumpukan uang tersebut rencananya akan diserahkan kepada negara dan prosesnya akan disaksikan langsung oleh Presiden RI, Prabowo Subianto.
Uang bernilai triliunan rupiah itu merupakan hasil pengumpulan dari berbagai perkara hukum.
Di antaranya berasal dari kerja Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) serta rampasan negara dari sejumlah tindak pidana, termasuk kasus korupsi dan pencucian uang.
Kejaksaan Agung menyatakan, dana tersebut akan dikembalikan ke kas negara sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara akibat kejahatan ekonomi dan tindak pidana lainnya.
Aksi memamerkan hasil sitaan dalam jumlah besar bukan kali pertama dilakukan institusi Adhyaksa.
Sebelumnya, Kejagung juga pernah melakukan hal serupa dengan menampilkan tumpukan uang sitaan di hadapan Presiden Prabowo Subianto.
Pada 20 Oktober 2025 lalu, Kejagung memamerkan uang senilai Rp13.255.244.538.149 atau sekitar Rp13,2 triliun.
Dana tersebut merupakan hasil rampasan dari kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO). (Muhsin/fajar)



